#9. Bolu, Akang, dan Ambu

85 18 1
                                    

Sudah dua minggu lebih aku gak saling sapa sama Juni. Agustusan sudah beres, kok dia kuat ya gak bicara sama aku, gak minta tolong juga ke aku selama Agustusan kok dia ini kuat ya?

Dari yang dua minggu tiba-tiba jadi satu bulan. Akhirnya aku gak pernah lihat Juni lagi. Aneh. Terakhir kulihat dia masih suka lewat depan rumahku buat ke warung, atau lihat dia sambil bawa kotak-kotak yang biasanya isinya pesanan kue. Juni yang suka anter-anterin kue-kuenya. Aku pernah beberapa kali ikut Juni anter pesanan kue di RT atau RW sebelah, sore-sore, Juni habis mandi setelah seharian bantuin Ibunya bikin pesanan kue.

"Ril, si Juni kok ilang ya." kataku waktu itu.

"Samperin ke rumahnya kalo pengen tau." jawab Aril.

"Gak ah, gengsi."

Selama 1 bulan ini aku tiap hari cuma kepikiran Juni sampai sakit kepala. Aku mikirin perkataan si Aril yang waktu itu kalau kayaknya aku ini emang naksir gelo ke si Juni. Maka suatu sore di satu hari setelah pulang kuliah aku,

"Mbu," panggilku sambil masuk dari teras kedalam rumah.

"Kah?" sahut Ambu.

"Pesen bolu lah ke Bu Rita." kataku.

"Kanggo saha?" tanya Ambu.
Buat siapa?

"Kanggo Aden."
Buat Aden.

Aden itu panggilanku di rumah, sedikitnya kedengaran lebih pas buatku dibanding si Aa yang dipanggil Akang. Geli aja kalau aku harus panggil dia Akang juga.

"Naha ti iraha Aden sedep bolu?" tanya Ambu.
Loh dari kapan Aden suka bolu?

"Tos lami, nuju hoyong weh." jawabku.
Udah lama, lagi pengen aja.

"Ah, bogoheun Aden teh Mbu salereusna mah." Aa malah ikut nyaut.
Ah, naksir Aden tuh Bu sebenernya mah.

"Ka saha, Aden?" tuh kan, Ambu jadi nahan ketawa.
Ke siapa, Aden?

"Eta putrana Bu Rita nu ageung, kan saentragan sareung Aden." jawab si Aa lagi, duh euy.
Itu anaknya bu Rita yang gede, kan seumuran sama Aden.

"Oh, kitu..."

Tuh, kan, Ambu jadi ketawa. Aku mau marah tapi udah kepalang malu dan bingung, kalau aku ngomong juga gak ada gunanya kalau masih ada si Aa disini. Ambu malah pura-pura gak tau sama Juni, Ambu sama si Aa kalau bercanda pasti sekongkolan.

"Hoyong atuh Akang ge, Mbu."
Mau dong Akang juga, Mbu.

"Bogoh deuih Akang ge ka Juni?" Ambu beneran ketawa sekarang, aku tau Ambu ngetawain aku.
Naksir juga Akang ke Juni?

"Henteu atuh, ka Bu Rita na Akang mah." jawabnya santai sambil ketawa, hereuy tapi sok ganteng.
Enggak dong, ke Bu Rita nya Akang mah.

"Nya ke atuh, sabari Ambu ka Bu RW. Hoyong bolu naon, Aden?"
Ya ntar, sekalian Ambu ke Bu RW. Mau bolu apa, Aden?

"Numana wae ge wios."
Yang mana aja boleh.

#

Sorenya sekitar jam 5 ada yang dateng ke rumahku sambil ucap salam. Pintu rumahku gak pernah betul-betul ditutup dari pagi sampai sore asal di rumah ada orang, paling pagarnya yang selalu tertutup.

Aku gak begitu tau itu siapa karena orangnya terhalang mobil Jeep Bapak yang parkir di garasi rumah. Aku keluar lalu turun dan pakai sandal mau bukain pagar, tapi-

"Teu kedah dibuka wios, bade langsung angkat ngajajap pesenan nu sanes." katanya sambil tersenyum ramah.
Gak usah dibuka, mau langsung berangkat anterin pesenan yang lain.

Loh? Kok bukan Juni? Kok malah Mamahnya.

"O-oh muhun, artosna atos?" tanyaku sambil nerima kresek isi dua kotak bolu.
O-oh iya, uangnya udah?"

"Atos, kasep. Hatur nuhun pisan nya ka Ambu."
Udah, ganteng (kalau di Sunda saya rasa ini sama seperti 'udah, sayang' di Bahasa Indonesia). Makasih banyak ya ke Ambu.

"Bu, Juni-"

"Juni teh nuju sakit, kabancén ku rai na geura duh tuh ngagoler weh di bumi." jelas Bu Rita bahkan sebelum aku selesai bicara.
Juni lagi sakit, ketularan adeknya duh sekarang tiduran aja di rumah.

Oh, Juni sakit.














kenalin, ini Akang, Aa nya Deden

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

kenalin, ini Akang, Aa nya Deden. Anak pertama Ambu.
manip credit to owner, saya cuma pakein filter & crop aja.

PANASEA 1997Where stories live. Discover now