• 4. Dialog Malam Hari •

72 11 0
                                    

Now playing
Taylor Swifth - Cardigan

Yuhu ... kembali lagi bersama Kana, yow! Hm, gimana part sebelumnya? Aku harap part kali ini nggak mengecewakan, ya! Terima kasih, Pren.
Selamat membaca.

"Kenangan yang diputar seperti kaset usang di pikiran dan hanya kita yang mengetahuinya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Kenangan yang diputar seperti kaset usang di pikiran dan hanya kita yang mengetahuinya."
-Mita Alesha Putri-
༺♥༻



Ketika gelap menginvasi bumantara, langit tampak indah dengan sejuta gemerlap bintang yang menggantung di cakrawala. Sepi yang mengudara membuat sunyi yang benar-benar membuat hati terasa terenyuh oleh sesuatu yang abstrak.

Mita duduk di teras rumah. Ya, jam satu malam ini, sedang berdialog dengan malam yang sunyi. Dinaungi taburan gemintang yang berkerlip di antara gelap semesta, Mita terdiam di teras rumah. Hanya suara binatang malam yang terdengar, syahdu, sendu- membahasakan sedu yang merindu.

Berjuta memori masa lalu terputar otomatis seperti kaset usang yang menampilkan potongan-potongan gambar tentang kenangan indah lalunya. Mata Mita memanas, diikuti oleh sesak yang mengerat menyiksa dada. Suara itu mulai kembali di pendengaran Mita.

"Wah! Terima kasih, Bu. Ibuku terbaik sedunia!" pekik Mita yang saat itu sedang duduk di bangku SD kelas satu.

Ibu mengangguk, tersenyum kecil sembari mengelus pucuk kepala Mita. "Sama-sama, Sayang," Ibu memangku Mita, "anak Ibu itu hebat! Bu guru tadi bilang, Mita juara satu dengan nilai paling bagus. Juga ...." Ibu menjeda kalimatnya, membuat Mita mengerjap dan memiringkan kepala gemas.

"Juga apa, Bu?"

"Mita ngerjainnya jujur. Kata Bu guru, Mita nggak kelihatan nyontek sama sekali. Itu bagus! Tandanya, Mita percaya sama diri Mita sendiri."

Mita tersenyum lebar, merekahkan sejuta bahagia yang terkumpul di wajah, lantas memancarkan ke dunia. "Berarti Mita hebat, ya, Bu?" tanya Mita kepada Ibu.

Ibu mengangguk, lalu memeluk gadis itu dengan erat. "Tentu. Tentu, Sayang. Anak Ibu nggak ada tandingannya. Walau hidup serba kurang, makasih udah selalu bikin keluarga ini bahagia."

Bayangan itu memudar, membuat tetes air mata Mita luruh membasahi pipi. Mita menangis atas segala hal yang telah pergi dari hidupnya.

Ditemani remang-remang lampu teras yang bersinar di atas kepala. Pikiran Mita dipenuhi sejuta perbandingan tentang masa lalu dengan sekarang. Di mana Ibu hangatnya yang dulu? Mana Kakak dan Ayah yang selalu menemani Mita bermain? Kapan kehangatan keluarga Mita berubah menjadi beku yang tiap harinya diisi oleh tuntutan dan bentakan? Di mana Mita yang ceria? Yang terakhir ... di mana rumah ternyaman yang selalu Mita gunakan sebagai tempat pulang?

Agmission Where stories live. Discover now