00:03 : Kali Pertama.

163 26 37
                                    

Berlian melakukan pendinginan untuk merenggangkan otot-ototnya yang terasa lelah setelah berlatih. Latihan kali ini lebih cepat dari biasanya karena waktu yang menjelang maghrib apalagi beberapa saat lalu baru saja turun hujan yang lebat.

"Lian!"

Berlian yang sedang memasukkan baju latihannya menoleh melihat Freya yang berlari ke arahnya. Hanya mengangkat alis tanpa bersuara seolah bertanya maksud gadis itu memanggilnya.

"Itu tadi kata sabeum bakal ada kompetensi minggu depan, lo ikut?"

Berlian tampak berpikir sejenak. "Liat aja ntar," jawabnya kemudian.

"Tapi agaknya sabeum juga bakal ngajuin lo deh. Ya kali tendangan lo bakal disia-siakan. Ya, nggak?" Freya memainkan alis meminta pendapat yang sama sekali tidak ditanggapi Berlian.

Freya mendengus melihat kelakuan teman latihannya itu. "Ya udah nanti kalau lo pengen ikut, bilang, ya."

"Harus?"

"Iya, gue juga mau daftar kalau lo ikut, hehehe."

"Oke."

"Lo save nomor gue, kan?"

Dengan polosnya Berlian menggeleng membuat Freya melongo seketika.

"Buset, Li. Bertahun-tahun kita latihan bareng, gue chat lo terus, lo gak simpan nomor gue? Wah, parah."

Berlian mendesis lirih. Tidak Velua, tidak Coslyn, tidak Mama-nya, tidak Freya semuanya cerewet. Apa semua wanita itu memang cerewet? Batinnya.

"Gak tau lah, gue ngambek. Traktir pokoknya."

"Mau apa?"

"Mobil."

"Oke."

Freya dibuat menjatuhkan rahang tak percaya. "Lo–lo serius? Gue cuma bercanda, loh, Li."

"Gue juga."

Freya hampir melayangkan tinju jika tidak mengingat sabuk Berlian satu tingkat di atasnya. Alhasil, dia hanya mampu meremat gemas kedua tangannya. "Ih, geramnya. Gue mau pulang aja, deh. Lo mau bareng?"

"No, thanks."

Berlian masih harus mampir ke minimarket karena Mama-nya mengirim pesan untuk sekalian membelikan beberapa bahan dapur yang hampir habis. Ya, sebab ART di rumahnya hanya bekerja dari pagi hingga sore, tentu Berlian tidak bisa menolak perintah Ibu Negara.

"Hati-hati, ya Lian. Gue duluan."

Berlian mengacungkan jempol dan melambaikan tangan. Setelahnya mencangklongkan tas ke pundak dan bersiap pulang.

"Loh, Lian belum pulang?"

Berlian melirik pelatihnya - Reynald - yang baru saja mengajukan pertanyaan.

"Sudah, Beum. Ini balik lagi mau nginep."

Reynald merutuk. Walaupun Berlian berbicara dengan santai, namun kalimat yang diutarakan tak dipungkiri mengandung kesinisan. Lagipula dari sekian banyak pertanyaan kenapa basa-basi itu yang harus keluar?

"Oh, hahaha. Hati-hati, ya kalau begitu."

"Lian titip motor di sini dulu, ya, Beum. Mau ke minimarket depan."

"Sip, mau sabeum antar? Mau maghrib ini."

"Nggak usah, deket lagian."

Ya lagipula dia punya motor, kenapa juga harus diantar jika dia bisa sendiri. Dia hanya ingin menikmati waktu sore dengan berjalan kaki sembari menghirup petrikor.

Another Side : Berlian Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu