00:14 : Meminta Izin.

68 14 3
                                    

"Jadi pacar gue, Li?"

Berlian tercengang mendengar kalimat yang baru saja terlontar. Melihat si pelaku yang masih ternganga membuatnya spontan menoyor kepala temannya.

"Gila lo?"

Velua cemberut dan mengelus kepalanya yang baru saja ditoyor Berlian. "Ya habisnya lo keren banget, gila? Iri banget gue liat perut lo kotak-kotak gitu." Velua spontan mengelus perutnya dan menatap perut Berlian bergantian.

"Iri bilangnya, giliran gue ajak olahraga milih makan di kursi tunggu," cibir Berlian. Saat ini mereka berada di ruang boxing keluarga Gewira. Velua yang awalnya berkunjung hendak bermain beralih menemani Berlian latihan boxing.

"Ogah gue kalau tonjok-tonjokan. Lo sama Carka sama aja, hobinya gebukan."

"Olahraga gak cuma beladiri doang, pe'a." Sekali lagi Berlian menoyor kepala Velua yang mendapat pelototan dari gadis itu.

"Lian, mah rese. Gue dah bodo makin tolol lo toyor terus ini."

"Biar."

"Males, ngambek ah."

"Pempeknya mang Taji enak, sih. Mau?"

"Gass!"

Selain Jaemin, makanan adalah cara ampuh untuk membujuk kekasih tercinta Carka ini.
.
.
.

"Mang, pempek kapal selamnya 2 sama es tehnya 2," pesan Velua dengan semangat sedangkan Berlian hanya menggeleng melihat tingkah laku Velua yang hiperaktif itu.

"Oalah, siap, Neng Geulis. Ditunggu dulu, ya."

"Cus, Li duduk dulu." Velua menarik tangan Berlian untuk duduk di kursi paling pojok.

"Tadi waktu gue ke rumah kok tumben sepi? Bocil lo pada ke mana?"

"Main di rumah depan."

"Lah? Rumah kosong itu? Sejak kapan ada orangnya."

"Lusa kemarin pindahan."

Velua membulatkan bibirnya menanggapi.

"Coslyn tumben gak ikut lo?" Giliran Berlian yang bertanya.

"Tadi udah gue ajakin, sih cuma katanya orang tuanya dateng hari ini jadi nggak bisa ikut."

"Oh."

"Neng, ini pesanannya. Pempek kapal selam sama es tehnya 2, bener?"

"Sip, makasih ya, Mang."

"Siyapp."

Berlian turut memberikan senyum tipis dan tak lupa mengucapkan terima kasih pula. Di tengah kegiatan mereka makan tiba-tiba seseorang datang dan turut serta duduk di meja tempat mereka.

"Wah, gue gak nyangka bakal ketemu lo di sini, Lian."

Kedua gadis itu mendongak bersamaan, selang beberapa detik Berlian mendengus dan membuang pandangan. Kenapa harus bertemu lagi, sih? Tolonglah, dunia tidak sesempit itu, kan? Dunia tidak hanya seputar Indonesia dan Jakarta.

Sedangkan itu, Velua masih mencerna cowok yang datang dengan senyum manisnya menatap temannya lamat. Dia seperti tak asing dengan cowok ini.

"Aa, lo bukannya cowok yang nyamperin Lian di pertandingan kemarin itu, ya?"

Benar, dia Arexon. Datang sendiri karena mendapat pesanan dari ibunya untuk membelikan makanan khas kota Palembang itu. Siapa sangka ternyata permintaan sang ibu membawanya pada pertemuan dengan gadis yang beberapa hari terakhir mengisi pikirannya.

Senyum Arexon meluruh saat maniknya bersinggungan dengan Velua. Dia hanya mengenal gadis itu sebatas kekasih Velua, tidak lebih.

"Ya," jawabnya singkat. Terlampau singkat hingga membuat Velua nyaris menjatuhkan rahang.

Bisa-bisanya nih cowok. Sama Lian natapnya kayak kucing disuguhi ikan, giliran natap gue kayak triplek, batin Velua terkesiap.

Arexon dengan tak tahu dirinya menarik kursi di hadapan Berlian. Menyangga dagu dan melihat gadis itu yang masih anteng makan. "Li, handphone lo rusak? Kenapa chat gue gak pernah dibalas? Jangankan dibalas, bahkan centangnya tetep satu."

Velua hanya mampu mendumel dalam hati. Itu mah lo diblok, pabo. Sesekali menyuapkan pempek ke dalam mulut, dia menjadi saksi bisu interaksi dua sosok yang bertolak belakang itu. Satunya aktif berbicara, satunya yah, Velua tidak yakin apakah Berlian benar-benar mendengarkan cerocosan Arexon atau tidak.

"Lo udah selesai?" tanya Berlian pada Velua yang langsung dijawab gelengan panik.

"Eh, eh bentar lagi, bentarr." Velua langsung makan dengan buru-buru sedangkan Berlian berdecak melihatnya.

"Lama, gue tunggu di motor."

Tak sekalipun melirik kehadiran Arexon, Berlian langsung berjalan pergi.
.
.
.

"Li, tunggu."

Berlian menarik tangannya yang ditahan Arexon. Mereka masih berada di seberang warung pempek.

"Lo ngehindarin gue, ya?"

Berlian yang kesal akhirnya berbalik dan menatap Arexon. "Untuk?"

"Lo blok gue, kan? Dan kalau kita ketemu lo pura-pura gak kenal sama gue."

"Memang. Kita memang gak saling kenal, kan? Lo manusia aneh. Pertemuan kita bahkan gak berarti dan setelah itu lo ngejar-ngejar gue?"

Ini adalah unek-unek yang Berlian pendam semenjak kehadiran Arexon yang begitu tiba-tiba dalam hidupnya.

"Menurut lo itu gak berarti. Tapi, semenjak pertemuan pertama kita gue ngerasa lo terlalu menarik buat gue."

"Itu cuma perasaan penasaran lo sesaat aja, setelah lo tau siapa gue dan lo puas lo bakal berhenti. C'mon, dude, di setiap hari lo bahkan bisa ketemu beragam orang dengan kejadian yang lebih menarik."

"Dan pertemuan dengan lo adalah hal yang paling menarik dalam hidup gue."

Berlian memijit pelipisnya, merasa sangat frustasi menghadapi pentolan SMA Shatara itu.

"Lo menganggu, itu kenapa gue blok lo. Lo berisik, itu kenapa gue ngehindar dari lo dan gue ngerasa gak punya urusan sama lo itu kenapa lo harus berhenti gangguin hidup gue."

Berlian berharap setelah kalimat itu terucap, Arexon sadar bahwa Berlian bukanlah gadis yang baik dan lemah lembut. Berlian adalah gadis dengan segala kekeras kepalaanya.

Tapi semenjak menyadari perasaan ketertarikan itu, Arexon juga sadar bahwa Berlian bukanlah gadis yang mudah didekati.

"Kalau gitu, Lian boleh gue minta izin untuk dekati lo dengan lebih baik?"
.
.
.

Di sepanjang jalan pulang, tidak ada yang membuka percakapan sama sekali. Velua dengan mulutnya yang beberapa kali terbuka ingin melontarkan kata berhasil ditelan kembali karena merasa takut. Sejujurnya, gadis itu tidak sengaja menguping sedikit pembicaraan mereka yang membuatnya kepalang penasaran. Ingin bertanya, takut. Tidak bertanya, dia kepo sekali. Ah, jadi serba salah.

Berlian sendiri tidak ambil pusing ucapan Arexon, dia fokus mengendarai motornya hingga di depan sampai di depan rumah Velua.

"Lo hutang cerita sama gue."

Berlian yang ditodong kalimat tersebut mengangkat alis. "Cerita apaan?"

"Ya soal cowok tadi lah, apalagi."

"Lo mau cerita apa, sih? Orang tiap ketemu juga ada lo."

"Pokoknya gak mau tau, lo kudu cerita gimana bisa itu cowok sampe kek kena pelet sama lo."

"Serah, gue balik dulu."

"Iyaa, hati-hati di jalan, Lian."

"Oke."

....

Double update gak sih? Vote dulu, tapi

Tapi, ngantuk :(

Mau tidur dulu bentar, ya kalau gak kebablasan hehew.

Met malam, all.

Another Side : Berlian Where stories live. Discover now