00:09 : Lo Lagi, Sial Lagi.

102 17 3
                                    

"Jadinya gimana?"

Berlian mengernyit mendengar pertanyaan dari teman sebangkunya, Velua. Masih menggulir bacaan novel onlinenya, tanpa menoleh Berlian menjawab, "Apanya yang gimana?"

Geram dengan tingkah masa bodo Berlian, Velua menggeplak kepala gadis itu dengan botol minum. "Kalau diajak ngobrol tuh liat orangnya. Gimana kerja kelompoknya, di rumah lo apa rumah gue?"

Masih dengan mengelus kepalanya yang nyut-nyutan bahkan Coslyn yang hanya menyimak dibuat meringis ngilu kala mendengar nyaringnya bunyi botol tupperware yang beradu dengan kerasnya kepala Berlian. Gadis yang pekan lalu baru memenangkan kejuaraan taekwondo itu balas memiting leher Velua. "Sopan dikit lo sama yang lebih tua. Di kafe aja nanti, kalau di rumah gue yang ada lo drakoran."

Menemui titik temu, Velua mengangguk menurut. Ya, benar, sih di rumah Berlian itu seperti surga untuk pemalas. Kamar yang luas, etalase yang dipenuhi makanan, sinyal wifi yang selancar haluan, dan jangan lupa jika di rumah itu kita benar-benar akan mendapatkan kedamaian karena kamar Berlian yang kedap suara.

"Ey, tadi pagi pas berangkat Lyn liat kebetulan ada kafe baru buka deket perempatan sebelum sekolah. Ke sana, yuk?" Coslyn memang awalnya ingin memberitahu soal ini dan hampir lupa karena perdebatan mereka.

Mereka tampak berpikir sejenak sebelum mengangguk setuju, tidak ada salahnya juga mereka ke sana.

"Lo sama Pricia?" Pricia adalah teman sebangku Coslyn. Sebenarnya mereka mendapat tugas kelompok dengan teman sebangku untuk resensi sebuah novel yang dikumpulkan minggu depan dan mereka berniat untuk mengerjakannya hari ini. Untuk masalah novel yang akan diresensi, mereka tidak perlu untuk pergi ke gramedia karena mereka mempunyai Berlian yang perpustakaannya sudah seperti toko buku.

Coslyn mengangguk. "Iya, tadi udah bilang Luvluv kalau mau kerkom dulu."

Kernyitan tipis terbentuk di dahi Berlian. "Lo bisa, gak sih, Lyn manggil Manuluver biasa aja? Ga usah Luvluv gitu, geli banget."

Coslyn menggembungkan pipinya, tak terima dengan protesan Berlian. Kan, itu panggilan sudah dari jaman dulu. "Gak bisa, itu panggilan kesayangan buat Luvluv."

Berlian memberikan ekspresi julid-nya. "Ew, jijik."

"Alah sia, jijik-jijik, tapi bacaannya yang honey, baby-an." Velua mencibir.

"Eh, sorry, beda, ya. Kalau di cerita gue baper lain kalau beneran, merinding gue."

Perdebatan mereka diakhiri dengan hadirnya guru fisika untuk pelajaran selanjutnya.
.
.
.

Seperti yang sudah direncanakan sebelumnya, keempat gadis itu berkumpul dalam satu lingkaran meja. Tampak Pricia berusaha mengakrabkan diri yang masih terlihat canggung meski mereka sudah sekelas hampir 2 tahun. Gadis langsung melarikan pandangan dan menyibukkan diri dengan membuka laptop setelah tidak sengaja bertemu tatap dengan Berlian yang juga baru mengeluarkan laptop dari tasnya.

"Muka gue nyeremin, kah?" bisik Berlian pada Velua yang masih memilih-milih menu.

Velua melirik Berlian dari ujung matanya. "Kenapa emang?"

"Itu temen sebangku Coslyn takut banget kayaknya liat gue," adunya kemudian.

"Ya, muka lo emang kayak kuyang, sih. Gak heran." Velua menjawab tak acuh yang membuat kesal Berlian.

Tak berapa lama usai mengatakan pesanan masing-masing mereka mulai larut dalam tugas sembari menunggu makanan mereka datang.

"Gosh!"

Pekikan pelan dari Berlian membuat mereka kaget dan mendongak.

"Mbak, maaf ... Maaf, saya minta maaf." Waiters itu dengan gugup mengambil beberapa lembar tisu dan berusaha membersihkan baju Berlian yang tampak sia-sia.

"It's okey, it's okey." Berlian berusaha menenangkan waiters tersebut yang sudah gemetaran. Kafe ini bahkan baru buka dan dia sudah ceroboh dalam melakukan pelayanan. Bayang-bayang pemecatan membuatnya benar-benar takut.

"Saya benar-benar tidak sengaja, tadi ada menyenggol saya."

Berlian hanya menatap nanar bajunya yang terkena noda dari dessert pelanggan. Mendongak untuk melihat wajah waiters yang sudah pucat pasi. Sepertinya dia benar-benar ketakutan. Beralih menatap pemuda di belakang waiters yang masih cengo, tampak Berlian menghela napas berat.

"S-sorry," ucapnya yang mungkin masih terkejut.

" Lo lagi dan gue sial lagi," gumam Berlian yang tak begitu terdengar.

Benar. Pemuda itu adalah Arexon dan beberapa temannya yang juga ikut datang.

"T-tuan muda, saya minta maaf karena sudah ceroboh. S-saya mohon j-jangan pecat saya." Waiters itu menyatukan telapak tangan memohon dan semakin tremor setelah melihat Arexon di belakangnya.

Arexon terkesiap. "Eh-eh, jangan gitu. Ini yang salah saya, saya yang gak sengaja nyenggol mbak sampai oleng. Mbak bisa ke belakang untuk buat pesanan baru, kan? Pelanggan yang ini biar saya yang urus."

Berlian menaikkan sebelah alisnya, tampak tertarik dengan obrolan mereka. Oh, jadi ini kafe milih cowok itu, batinnya.

Ketiga teman Berlian sendiri hanyak menonton dan tidak berani bersuara dengan batin yang bergemuruh. Bukankah itu cowok yang menemui Berlian saat ada kompetisi?

Waiters itu langsung berpamitan dan melangkah secepat mungkin yang kepergiannya membawa hening dan canggung.

"Maaf, gue gak sengaja. Sebagai gantinya makanan lo dan temen-temen lo gak usah bayar hari ini dan tunggu..." Arexon berbalik melihat beberapa temannya yang tampak syok melihat interaksinya dengan gadis yang belum mereka kenal. "... Gue minta tolong, beliin gue baju buat dia di butik depan, buru."

Peter yang terdekat dengan Arexon mengangguk dan hendak langsung pergi sebelum Berlian menahannya.

"Gak perlu, gue pulang aja."

"Jangan, pesanan lo aja belum datang," cegah Arexon yang melihat Berlian ingin beranjak.

Berlian tak mengindahkan. Mengode teman-temannya untuk beberes. "Kalian mau di sini atau pulang? Gue mau pergi. Resensinya nanti kirim gue aja, Vel biar gue terusin."

Velua seperti robot dan hanya mengangguk. "I-iya kita pulang."

Arexon memegang lengan Berlian yang spontan mendapat tepisan. "Lo marah?"

"Nggak."

"Lantas? Kenapa lo pergi?"

Berlian mengernyit. "Gue rasa bukan urusan lo?"

Mulut Arexon langsung terasa kering mendapat balasan seperti itu. "Sekali lagi gue minta maaf. Di lain kesempatan gue bakal ganti baju lo yang kotor."

Semoga gak ada lain kali untuk kita ketemu, batin Berlian yang sudah melangkah pergi.

"Kenapa lo buru-buru pergi, sih Li? Kita mau dapat traktiran loh tadi. Gila, nggak nyangka gue, ternyata yang punya kafe gebetan lo."

Berlian mencomot mulut Velua yang terus berbicara. "Gebetan pala lo. Gue mau jemput adik-adik gue, kalau kalian mau balik ke dalam ya silakan."

Mata Velua tampak berbinar mendengar Berlian akan menjemput kedua adik menggemaskannya itu. "Ikuuut, gue kangen banget sama cadelnya Zircon."

"Lo Lyn? Cia?"

Coslyn mengacungkan jempol. "Gue dijemput Luvluv, aman."

"Gue juga bawa motor sendiri kok," sahut Pricia kemudian.

"Oke kalau gitu, gue duluan, ya. Kalau ada yang macem-macem semprot aja matanya sama semprotan cabai di tas kalian."

Keduanya mengangkat jempol.

Sedangkan di dalam sana Arexon masih menjadi sorakan untuk teman-temannya.

"Wuhuu, akhirnya hilal ibu ketua sudah terlihat, teman."

....

Hallo, mohon maaf banget semalam belum bisa up.

Gue lembur jadi pas ngetik ketiduran.

Hope u like it gays.

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Another Side : Berlian Where stories live. Discover now