MY SAVAGE BOY -- 19

166 18 1
                                    

📖 Selamat Membaca 📖

Tok tok tok

"Masuk," suara bariton tersebut.

Seorang karyawan perempuan membawa sebuah paper bag di tangannya. "Permisi, Pak."

Aksa berdehem, lelaki itu tidak menaikkan pandangannya dari kertas-kertas itu. "Ada kiriman, lunch."

"Dari?" tanyanya tanpa minat.

"Dari Nona, Naura." saat itu pula kepala Aksa terangkat, ia terkejut dengan ucapan karyawan itu. Dia adalah karyawan yang pernah Aksa suruh untuk bersama Naura saat mengunjungi kantor beberapa minggu lalu.

"Taruh di atas, kamu bisa pergi." titahnya. Karyawati itu terlihat mengangguk sambil meletakan paper bag di atas meja.

Mata tajam Aksa masih mencerna dan mengamati benda di atas mejanya. Sungguh, ini hari yang sulit dipercaya.

Ia meloloskan tawa sederhana untuk saat ini, hatinya tak bisa berbohong jika dia sangat bahagia.

Ia meraih paper bag itu mengintip beberapa kotak di dalamnya.

Sedangkan di lain tempat, seorang gadis berdress selutut itu menghela nafas berulang kali. Ia bosan berdiam diri. Ia juga malas melukis.

Melirik jam yang menunjukkan pukul 1 siang. Ia mengingat beberapa jam lalu meminta sopir mengirimkan bekal makan siang untuk Aksa.

Ia mengerucutkan bibirnya beberapa detik sebelum menarik garis datar. "Mungkin dia sudah memakannya."

"Hah, aku bosan sekali." ia menyenderkan punggungnya pada sofa single miliknya. Tidak ada ponsel, atau apapun yang bisa menghiburnya.

Ia merindukan orang tuanya, Marina, Kevin, semuanya. Ia merindukan kebebasan itu. Tak sadar air mata menggenang di pelupuk mata hazelnya. Naura tidak ingin menyekanya, ia ingin meloloskan air mata itu.

Ia ingin meraung keras, agar terganti dengan kelegaan.

"Hiks... Hiks... Mama, Papa." ia menutup wajah cantiknya dengan telapak tangan. Tubuhnya bergetar kuat.

"Kenapa kalian tidak ada kabar mencariku?" gumamnya.

Pikiran itu sempat terlintas, apakah orang tuanya mencari dirinya? Sudah satu bulan ia tinggal dengan Aksa. Lelaki itu tidak mengijinkannya untuk pergi.

Bahkan untuk kabur waktu pulang sekolah saja sudah. Naura merasa diperhatikan sampai-sampai setiap pergerakannya diketahui.

***

"Nina, beritahu aku kalau Aksa sudah pulang, ya?" pintanya sambil terus menggerakkan tangannya untuk menulis diselembar kertas.

"Iya, Nona." Perempuan berusia 20 tahun-an itu berdiri tak jauh dari meja rias yang Naura tempati.

"Memangnya kalau boleh tahu, Nona mau apa?" tanya Nina menatap si empu, masih setia menunduk.

"Rahasia," singkatnya tersenyum tipis.

"Ah, baiklah." Nina menggaruk tengkuknya.

Brmmm

Mendengar suara mesin mobil, Nina menerobos ke balkon. "Nona, Tuan muda sudah kembali." ujarnya dari balik balkon menoleh ke belakang.

Sontak Naura ikut menoleh pada Nina. Ia berdiri membawa selembar kertas itu. Ketika menggerakkan gagang pintu kamarnya, tidak bisa dibuka. Ia tersadar kalau dirinya tidak tahu pin kamar ini.

"Nina," panggil gadis sepinggang itu.

"Iya, Nona."

"Tolong bukakan, pintunya. Aku ingin menemuinya." pinta Naura. Tanpa basa basi Nina menekan angka-angka disana, membelakangi Naura. Supaya gadis itu tidak tahu.

MY SAVAGE BOYWhere stories live. Discover now