Bab 2+Visual - Déjà vu

4.1K 365 97
                                    

Happy reading gaes! Vote and comment-nya😍✨

***

Nasya memakan snack sambil menonton televisi di rumahnya yang sepi. Namun, ingatannya melayang pada kejadian hari ini.

Sean, kehadiran lelaki pindahan itu membuat Nasya terusik, terutama saat di minimarket. Bagaimana Sean bisa tahu kalau ia menyukai es krim cokelat yang itu?

“Apa mungkin Sean kenal sama gue?”

Nasya bergumam sembari berpikir, ia berusaha mengingat-ingat apakah pernah bertemu dengan sosok Sean atau tidak. Bisa saja Sean teman SD atau SMP yang cukup mengenalnya bukan?

Cukup lama Nasya terdiam sembari menggali ingatannya, namun hasilnya nihil. Ia tak ingat pernah punya teman sekolah yang seperti Sean, bahkan tetangga di dekat rumah juga belum pernah ada yang seperti Sean.

“Dia kayak kenal sama gue, kira-kira tahu gue dari mana?”

Sekeras apa pun Nasya berusaha menggali ingatannya, tetap saja tak ditemukan sosok Sean. Terlanjur penasaran, Nasya mengambil ponsel hendak menghubungi Arhan.

Ngomong-ngomong soal Arhan, kakak Nasya itu berkuliah di luar negeri. Memang benar penglihatan Nasya terjadi bahwa Arhan tidak lolos SBMPTN dan sempat menganggur beberapa bulan, tetapi lelaki itu mendaftar kuliah ke luar negeri dan berhasil lolos.

Kini, Nasya kesepian. Tak ada Arhan di rumah, pun tak ada orang tuanya yang sibuk bekerja. Ketika memasuki waktu malam barulah suasana rumah tak terlalu sepi karena kedatangan orang tuanya.

“Halo, Bang?” sapa Nasya saat panggilan terhubung dengan Arhan.

“Yoi, Na. Ada apa telfon gue?”

“Kabar lo gimana di sana? Baik?” tanya Nasya, berbasa-basi lebih dulu.

“Baik dong. Lo sendiri?”

“Sama,” jawab Nasya sekenanya. “Lo kenal sama cowok yang namanya Sean?”

Itulah tujuan Nasya menelepon Arhan, ia penasaran tentang Sean, barangkali Sean adalah kenalan Arhan.

“Hm ... nama Sean itu banyak, Na. Sean yang mana dulu?”

“Pokoknya satu angkatan sama gue. Barangkali lo punya temen yang seangkatan sama gue? Temen sekolah atau temen apalah yang namanya Sean, lengkapnya Arseano.”

“Enggak tuh, seinget gue nggak ada. Emangnya kenapa?”

“Nggak apa-apa. Cuma mau tanya itu aja. Gue tutup telfonnya, Bang. Sorry ganggu.”

“Santai aja, Na. Bye-bye, jangan lupa makan.”

Nasya menghela napas lalu meletakkan ponsel ke atas meja.

Memasuki malam hari, tepatnya pada jam makan malam, Nasya duduk berhadapan dengan orang tuanya di meja makan. Masih tentang Sean, Nasya berniat untuk bertanya kepada orang tuanya.

“Ma, Pa, punya kenalan yang namanya Sean nggak? Seangkatan sama aku, kelas dua belas,” ujar Nasya.

Kedua orang tua Nasya saling pandang, kemudian terdiam, tampak mengingat-ingat.

“Mungkin temen masa kecilku atau tetangga gitu. Ada nggak? Namanya Arseano.”

“Seinget Mama nggak ada. Kalau menurut Papa?” tanya Mama Nasya.

Papa Nasya menggeleng. “Sama, seinget Papa juga nggak ada. Emangnya kenapa?”

“Nggak apa-apa, Pa. Cuma penasaran aja,” jawab Nasya.

His Hug (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang