•EPILOG•

39 25 9
                                    

"Jadi, orang tua kamu bakal ke mana?" tanya Rafa sambil fokus mengendarai mobil Laura menuju bandara kota

Hoppla! Dieses Bild entspricht nicht unseren inhaltlichen Richtlinien. Um mit dem Veröffentlichen fortfahren zu können, entferne es bitte oder lade ein anderes Bild hoch.

"Jadi, orang tua kamu bakal ke mana?" tanya Rafa sambil fokus mengendarai mobil Laura menuju bandara kota.

"Katanya California, proyek kali ini fokus dikembangkan di luar negeri. Jadi, kemungkinan gak bisa pulang dalam waktu dekat, paling lama perkiraan tiga tahun lagi." jawab Laura sibuk dengan ponselnya yang berisi agendanya selama sebulan ke depan.

Rafa melirik sekilas ke arah Laura, dia tahu bahwa Laura tidak terima kepindahan orang tuanya, padahal dia baru saja mendapatkan perhatian yang dia inginkan sejak lama. Sekarang dia harus merasakan kesepian seperti dulu dan parahnya, Rafa tidak bisa bersamanya selama itu.

Rafa membelai puncak kepala Laura sambil memegang stir mobil, "Maaf, ya. Akhirnya aku sama kayak mereka. Ninggalin kamu dan buat kamu kesepian lagi ...."

Laura menoleh ke arah Rafa dan menyungginkan senyum tipis di bibirnya, "Gak kok, gak ada yang salah. Lagian aku gak bakal kesepian, masih ada Riska, Yura, Dellia, Rayhan, Amanda, Rasti dan masih banyak lagi."

"Dan paling spesial pake cintanya Laura itu Rafa yang akan menghubungiku di saat dia senggang. Benar, kan?" lanjut Laura tersenyum jahil.

Rafa terkekeh, "Iya, bener. Bener banget, kalo ada yang bilang salah gebukin aja nanti, Ra. Karena Laura itu selalu benar, tidak bersalah, salahnya kalo lewatin jam makan, terlalu ramah sama cowok, dan bergadang terus."

"Itu kamu mau gombal apa nyindir?"

"Dua-duanya, Ra."

Keduanya saling memandang, lalu mereka tertawa. "Udah cepet, yang lain sudah nunggu. Nanti ketinggalan pesawat lagi," kata Laura mencoba mengembalikan fokus Rafa untuk menyetir, dia melepas tangan Rafa yang masih menempel di puncak kepalanya.

"Gak papa, Ra. Bagus lagi, biar nambah waktunya sama kamu." timpal Rafa membuat Laura terkekeh.

Tidak lama kemudian, mereka sampai di bandara. Rafa menggandeng tangan kiri Laura dengan tangan kanannya, sedangkan tangan kirinya menarik kopernya. Keduanya menghampiri keluarga dan teman-teman mereka yang sudah menunggu.

"Lama banget kalian, singgah tempat dulu, ya?" tuding Melia berkacak pinggang sambil menatap tajam pada Rafa.

"Iya, terutama singgah ke hati dan pikiran Laura. Itu adalah keharusan yang sangat harus dan wajib. Tidak boleh terlewatkan bahkan sedetik pun, apalagi sebentar lagi kami akan terpisah sejauh samudra, selama-"

"Mulai lagi nih bocah," sahut Riska tanpa merasa bersalah memukul kepala bagian belakang Rafa.

"Sialan lo, monyet!" maki Rafa mendelik tajam padanya, keduanya secara natural terlibat dalam perdebatan. Selalu seperti itu jika mereka bertemu, tentu saja yang lainnya tidak berniat memisahkan.

Sepasang mata memperhatikan mereka dari kejauhan, dia menurunkan topinya begitu melihat sosok yang mengedarkan pandangan sekitarnya. Lalu, dia mencuri pandang lagi dan sialnya, pandangan matanya bertemu dengan mata Laura.

2. I&U : Lara [END]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt