Bab 33 : Lepas tak terarah

60 13 24
                                    

Plak!

"M-mel?" Apa yang baru saja terjadi? Bukan, seharusnya bukan sebuah bualan mimpi karena Mel masih ingat persis kejadian persekian detik yang lalu.

"Ngapain, nampar diri sendiri?" kekeh manusia di hadapannya gemas.

"Eh, hehehe. Lagian kamu––bisa romantis banget sih? Biasanya diem mulu. Tapi sekalinya romantis... bikin ngira lagi halu." Nadi menyukai cara gadis itu menyampaikan perasaan secara terang-terangan. Biar pandangan mata enggan menatap lurus ke lawan bicara.

Salah satu keinginan mengembalikan keceriaan Mel yang hilang telah tercapai, selangkah lagi terpenuhi.

Nadi paling tau bahwa Mel bisa selemah kapas. Segala tentangnya pernah coba ia hapuskan sampai pertemuannya dengan Amelisa, perempuan ramah, lemah lembut, kuat, dan mandiri.

Jika dilihat sekilas mereka nyaris tidak ada bedanya. Tapi di sini Nadi paling tau mereka jelas berbeda, benar usia hanyalah angka. Usia Lisa dan Mela seperti tertukar."Mel. Bisa gue bicara?"

"Bisa, eh! Iya, bisa kok. Apaan si Mel biasa aja kali," gumamnya gemas pada diri sendiri.

"Duduk. Gue mau serius jadi tolong kerjasamanya, jangan bercanda."

"Iyaaa," jawabnya menarik kursi di belakang agar posisinya berdekatan.

"Gua akui bukan cowok romantis. Bahkan sekarang lagi kebingungan mau ngomong apa sama lo, tapi mungkin... gue butuh sesuatu untuk membantu."

Mengangguk si pendengar dengan mata yang berbinar-binar. Apalagi pada saat Nadi meraih gitar akustik di sampingnya perlahan. Biar pada akhirnya tau otaknya sedang jauh menerka-nerka.

Pola petikan beraturan mulai berbunyi, awalnya temponya sengaja dipelankan mungkin tujuannya agar pendengar cepat mencerna. Gadis itu fokus memperhatikan menahan dagunya dengan tangan.

"Malam ini... cuma mau bilang kalau, gue suka banget ngelihat lo bahagia dengan hal-hal sederhana, lihat lo senyum. Tanpa lo ngasih tau pun, gue tau lo lagi menganggumi benda langit di atas sana."

Tak kalah indahnya suara yang dihasilkan dari alat musik tersebut. Semuanya menyatu sempurna, sama seperti judul lagu yang dimainkan dengan penuh penghayatan.

"Karena menurut lo itu indah, dan lo jarang keluar rumah kalau nggak penting banget. Itu ngebuat gue selalu pengen bawa lo lari dari orang-orang jahat yang emang sengaja mengekang hidup lo selama ini." Selain membaca pikiran, Nadi tau persis bagaimana perasaannya sampai sedetail ini.

Ingat di mana dirinya memutuskan berpisah sepihak hanya karena Nadi jarang berkunjung ke rumahnya. Alasan paling sering adalah karena harus menengahi ayah dan ibunya, jangan sampai mereka bercerai setelah pertikaian panjang.

Hal paling ditakuti seorang Nadilan Skalawana beberapa tahun yang lalu. Berbanding terbalik sekarang dirinya malah memilih bersikap acuh tak acuh.

.

. .

. . .

"Maaf, gua nggak bisa ke rumah lo lagi." Sahut si penerima terdengar seperti lagu lama. Begitu sadar helaan gadisnya menanggapi malas.

"Alasan muluu. Gue bosen dikurung di sini, mana nggak boleh keluar," rengeknya hanya bisa memandang langit dari balkon. Pertanda doi memang sungguhan marah.

Manggut-manggut Nadi memahami. Kalau alasannya tidak bisa menemui Mel selalu sama, begitu pun gadis itu. Keduanya jadi kesulitan menjalin hubungan dengan keadaan rumah super berantakan.

"Mau tau nggak cita-cita gue apaan?" Terkekeh sang lelaki, mulai menciptakan gombalan-gombalan yang menurut si gadis bisa sangat, cringek.

"Apaan tuhh?"

Nadi dan Tuan Putrinya [c𝘰𝘮𝘱𝘭𝘦𝘵𝘦𝘥]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang