Bab 48 : Kesepakatan

66 11 19
                                    

Mel ketar-ketir mengejar Nadi tapi sayangnya, kelamaan merespon sehingga cowok itu sudah lebih dulu berteriak kencang memecah keheningan. "HEI, SEMUANYA! TOLONG JANGAN ADA YANG MENGANGGU AKU DAN GADIS INI!" Tak terdapat keraguan dalam berucap lantang menunjuk ke arah Mel. Detik itu juga berpikir dirinya adalah gadis paling spesial.

"Karena dia sudah sah, menjadi istriku. Menurut agama dan negara," jelasnya. Beberapa orang yang semula mendekam di rumahnya, keluar sekedar menyaksikan asal keributan.

"Aaaa!" Nadi juga tiba-tiba menggendong tubuhnya ala bridalstyle. Mel tertawa tanpa suara, kemudian memukul-mukul dada bidangnya. Di antaranya kebanyakan ibu-ibu dan bapak-bapak yang sudah berkeluarga, dapat merasakan bagaimana rasanya menjadi mereka dulu.

Meriah bunyi tepuk tangan, dan teriakkan menggoda dua pasangan muda yang kegelian disinggahi kupu-kupu. Sorakan semesta, melebur bersama reaksi mereka.

Nyaris enggan berkedip Mel sesaat, terlampau haru mendalami. Mereka menjulang di tengah-tengah deretan hunian para manusia. Tepat di bawah bintik-bintik bening berjatuhan, jalanan penuh genangan. Saling berhadapan mulai bergenggaman tangan, perlahan Nadi mendekap erat tubuh kecil kerap rapuh.

Sembunyi di antara lekukan batang lehernya. Keduanya diam-diam saling menahan tangis. Entah menangis sedih atau bahagia. Tetapi bunga di rongga dada bermekaran seperti awal datangnya musim semi.

Apa pula Astrid ikut menyaksikannya drama romantis secara gratis eksklusif di depan rumahnya. Diikuti Andreas yang bertepuk tangan dan terakhir ada Leon masih memegang gelas dan piring sehabis makan.

Pelukan hangat tersebut dihentikan sejenak. Mel sedikit mendogak agar bisa menikmati pemandangan indah di depannya selain hujan, Nadi...? Benar-benar indah.

Wajah lelaki itu justru semakin tampan dalam keadaan begini, rambut yang basah, badannya tinggi dengan pundak melemah namun tatapannya tetap tajam menyoroti pada satu objek.

"Nad...." Nadi mengisyaratkan diam.

Meski ada sedikit keraguan sulit dipercaya ini sungguhan nyata. Bumi dan seisinya pun mendukung mereka agar berbahagia. Namun sayang seribu sayang, ada separuh jiwa yang masih setia menatap bekas luka masa lalu.

Sulit menentukan apalagi memutuskan pilihan. Mel tertegun perlahan meletakkan tangan berukuran mungil di kedua bahu kokoh. Begitu pun Nadi meletakkan sebelah tangan ke lingkar pinggang sang istri, menutup mata sebagai permulaan.

"N-nad...? " Baru saja Mel berniat melupakan segalanya. Jadi mohon jangan salahkan bilang si gadis masuk terlalu dalam. Angin sedingin pun es tak dihiraukan keduanya ketika serasa terbang tinggi dibawa awan.

"Rame banget," adu Mel mendorong bibir lelaki itu kembali. Nadi menghembus napas menatap ulang ke sekeliling.

"Kenapa?"

"Aku maluu," ungkapnya mencebik. Penonton pun tak lama memahami mengapa alurnya tiba-tiba berjalan lambat. Jadilah mereka melangkah mundur guna memberi waktu pasangan itu menikmati seisi dunianya sendiri.

Nadi memaku penuh ke arah Mel lagi, menangkat alis memberi kode. "See? Udah nggak ada orang. Mau alasan apa lagi, hm-"

Tak sopannya pergerakan perempuan itu. Merenggut gilirannya lebih dulu, alih-alih meraup oksigen tipis. Ia menyerahkan seluruhnya guna membantai keraguan. Saling membalaskan tiap sentuhan ringan, angin dan hujan menerjang makin menggoyahkan, dan langit menggelap mengaburkan pandangan.

Kaki Nadi otomatis mundur ketika gadisnya menghujami wajah dan bibirnya dengan peluru api cinta membara. Di saat yang sama bahkan lelaki itu tidak mengetahui alurnya begini.

Nadi dan Tuan Putrinya [c𝘰𝘮𝘱𝘭𝘦𝘵𝘦𝘥]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant