Bab 34 : Tikung-menikung

61 9 18
                                    

"Selamat datang. Ayo, silakan masuk Nak, jangan sungkan-sungkan." Sambutan wanita paruh baya tadi ajaibnya bisa sedikit menenangkan, pikiran seketika, serta perasaan berkecamuk.

Sehabis pulang dari acara pernikahan ayah dan ibu sambung Casey mereka berkumpul di kediaman ayahnya. Satu hal mengusik pikiran, bukankah kata-katanya, pernikahan ayah dan ibunya diselenggarakan bersama mereka? Anehnya, tidak kelihatan sama sekali batang hidung mereka.

Badannya mengaku, seakan-akan enggan menetap di tempat. Harun merangkul di samping memastikan dirinya tidak benar-benar kabur.

Sanja di samping kiri dan Zero di belakang. Beruntung Nadi masih memiliki teman-teman seperti mereka hingga detik ini setia menemani ke mana pun ia mau pergi.

"Gede bet dah," bisik Harun.

Sanja ikut merangkul Nadi masuk ke dalam. Tau betul bagaimana perasaan sahabatnya itu hanya dari bahasa tubuh. Datang ke kediaman orang tuanya, dengan suasana dan keluarga baru.

Tak sekalipun membayangkan akan berkunjung. Tadi pagi ayahnya menceritakan semuanya, segala hal baru tentang perempuan bernama Nesa dan lain sebagainya padanya.

Responnya tak banyak memang. Seharian jadi dihantui perasaan tidak enak karena terus bersikap dingin. Maka, mau tak mau harus datang.

Jadi lah, di sini dirinya sekarang. Hadir di antara orang-orang asing melewatinya. Asisten rumah tangga yang menutun mereka ke suatu tempat terus tersenyum sesekali menjelaskan sedikit tentang majikannya. "Bapak Jordan masih ada di bawah. Kalau Den, Leon ada tuh sama lagi asik main PS sama temen-temen."

Setelah sekian lama menyusuri rumah luar biasa luas, ikut mereka berkumpul di sana dengan pemuda seumuran. Ada Leon yang sedang mengenakan pakaian rumahan.

"Ada temennya nih," tunjuknya mempersilahkan Nadi dan teman-temannya kumpul bersama.

"Makasih, Bi," kata Leon tersenyum lebar.

"I'm sorry to hear about your loss," bisik Nadi sangat amat pelan. Leon menepuk pundaknya mengangguk tampak senang dapat melihat kehadiran mereka semua.

"Gua nggak yakin mereka seumuran sama lo." Nadi melirik singkat teman-teman Leon yang sibuk sendiri-sendiri.

"Lagi suasana berduka, kok malah maen?" tanya Harun polos.

Zero agak geram sendiri rasanya. Heran bagaimana bisa ada mahkluk seperti Harun, tapi mau bagimana pun juga apa yang dikatakannya ada benarnya juga.

"Mereka ke sini memang untuk main," balas Leon dengan senyuman tipis.

"Where's dad?" tanyanya sangat datar. Sejak tadi matanya mencari-cari ayahnya meskipun tadi sudah dijelaskan.

"Sebentar lagi akan naik. Kita tunggu aja," terang Leon terus bersikap ramah meskipun responnya selalu datar.

Tak lama wanita tadi datang membawa berbagai jenis makanan cemilan dan buah-buahan. "Silakan makan semuanya." Zero dan Harun saling menatap penuh makna Sanja menggeleng pelan.

"Keluar udah, aura miskinnya," gumam Sanja sambil menguap santai. Ya mau bagaimana lagi? Begitulah mereka, mau disindir beribu kalipun tetap akan mengabaikan bacotan Sanja.

"Ah, saya kenal kamu, sepupunya Nadi kan?" Leon menujuk Zero yang sedang melahap buah anggur dengan aura miskin yang dikatakan Sanja tadi.

"Ehehehe iya dong. Nih ya, saking deketnya gua jalan sama Nadi terus muka gua jadi mirip dia. Nggak percaya? Ya nggak?" Nadi menyipitkan matanya tidak terima. Leon sih mengangguk saja.

"Nggak percaya gue punya keluarga sultan tujuh turunan," kata Zero begitu menghayati makanannya sambil melihat sekeliling ruangan sedang membanggakan Nadi dan Leon.

Nadi dan Tuan Putrinya [c𝘰𝘮𝘱𝘭𝘦𝘵𝘦𝘥]Where stories live. Discover now