7/7

338 74 166
                                    


"Loh, kok tidak ada?"

Mega langsung menarik tangannya. Lalu bangkit dari ranjang. Meneliti di sekitar. Lalu meraih tas kerja yang belum sempat dibongkar sejak semalam.

Joanna yang melihat langsung berkaca-kaca. Dia takut jika ketakutannya menjadi nyata. Jika suaminya ada main belakang dengan salah satu sahabatnya.

"Kok tidak ada, ya? Apa jangan-jangan tertinggal di Bali, ya? Aku ingat sekali waktu berangkat masih ada!"

Joanna tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya menggigit bibir bawah dan mencengkram erat selimut yang ada di bawahnya. Sebab bingung ingin bereaksi seperti apa.

"Sepertinya hilang saat di Bali. Aku minta maaf, ya? Nanti aku buat lagi."

Mega langsung menaiki ranjang. Mendekati istrinya yang sudah berwajah tidak enak. Antara marah, kesal dan curiga juga.

"Jangan marah, ya? Aku benar-benar tidak sadar kalau hilang. Janji besok aku akan langsung buat ulang!"

Mega memeluk Joanna. Mengecupi pipi dan bibirnya. Tangannya juga sudah mengusap pinggang istrinya. Menyingkap gaun tidurnya juga. Kemudian mengusap paha yang terasa dingin sekarang.

"Kamu ingat apa alasanmu menikahiku?"

"Tentu saja ingat!"

Mega terkekeh pelan. Dia mulai menjauhkan kepala. Lalu menatap wajah istrinya yang masih tegang.

"Coba beri tahu aku!"

"Karena aku cinta kamu. Karena ingin menghabiskan sisa hidup denganmu. Kenapa? Kamu mulai meragukanku?"

Mega menatap wajah Joanna. Merapikan rambut yang menutupi wajah. Lalu mengusap pipi dan bibir yang terasa dingin sekarang.

"Aku dulu memang nakal. Mantan pacarku puluhan dan aku tahu kalau kamu sering dilabrak oleh mereka bahkan setelah kita menikah. Tapi kamu tidak pernah cerita karena takut aku kepikiran. Karena kamu sudah percaya bahwa aku benar-benar berubah. Kita sudah punya Malvin, Sayang. Orientasi hidupku sudah tidak lagi kesenangan. Tetapi masa depan anak kita. Aku tidak pernah selingkuh karena ingat bagaimana susahnya saat mendapatkanmu. Aku juga menyaksikan bagaimana kamu bertaruh nyawa demi anakku. Jadi, buang jauh-jauh pikiran itu! Karena hanya ada kamu di hatiku."

Joanna diam saja saat Mega mengecup bibirnya. Lalu memeluk dan membisikkan kata-kata cinta seperti biasa. Karena dia bermulut manis memang. Sangat sempurna jika dipadukan dengan paras tampannya.

1. 20 AM

Joanna dan Mega masih belum tidur. Saat ini, mereka sudah saling memeluk. Dalam keadaan tanpa sehelai benangpun. Di bawah selimut tebal berwarna maroon.

"Kamu tahu kalau aku tidak takut ditinggalkan apalagi meninggalkan, kan? Aku bisa hidup sendiri. Mengurus Malvin sendiri jika kamu pergi suatu saat nanti. Entah dipanggil Tuhan atau pergi bersama orang lain."

"Iya, aku tahu. Hal itu juga yang membuatku sangat mencintaimu. Aku tidak takut jika suatu saat nanti Tuhan memanggilku terlebih dahulu. Karena aku yakin Malvin pasti akan aman denganmu."

Mega mengeratkan pelukan. Namun tidak dengan Joanna yang mulai meluruhkan air mata. Karena ingat insiden Malvin yang ditinggalkan di tempat belanja. Sebab dia memang tidak pernah menceritakan hal ini pada siapa-siapa.

Matahari sudah terbit, Joanna dan Mega bersiap untuk kerja seperti biasa. Malvin juga sudah sehat dan sudah memakai seragam. Lalu duduk di kursi makan karena menunggu ibunya datang.

"Papa, Malvin mau telur mata sapi!"

"Oke, Sayang!"

Mega yang baru saja duduk langsung memanaskan wajan, lalu membuat telur mata sapi permintaan si anak. Sebab dia memang sudah terbiasa melayani anak dan istrinya saat makan.

"Sayang, mau telur juga?"

Joanna menggeleng pelan. Dia baru saja tiba di ruang makan. Lalu meletakkan tas di meja lain yang tidak dipenuhi makanan.

"Terur mata sapi datang!!!"

"Yeayyy! Thank you, Papa!!!"

Joanna tersenyum saat melihat interaksi mereka. Dalam hati dia mulai bimbang. Akankah dia melanjutkan investigasi atau diam saja.

Sebab jika hasil buruk yang didapat, Joanna jelas akan kehilangan banyak hal. Suami dan sahabat. Serta, keceriaan Malvin yang mungkin akan berkurang.

"Aaaa! Enak!!! Papa yang terbaik!!!"

Mega tertawa kencang. Senang dengan apa yang si anak ucapkan. Membuatnya lekas menatap Joanna yang ikut tertawa juga. Ikut berbahagia dengan apa yang dilihat.

8. 00 AM

Joanna sudah tiba di rumah sakit. Bersama Mega, setelah si anak diantar ke sekolah. Karena dia jelas tidak akan membawa anak kecil ke sana.

"Kasihan sekali. Semoga dia cepat bangun. Aminnn."

Joanna mengangguk singkat. Lalu mengantar suaminya keluar ruangan. Sebab Joanna akan menunggui Teressa. Sedangkan pekerjaan di kantor akan dihandle Darla.

"Nanti Malvin aku saja yang jemput. Kamu tidak perlu cemas."

Mega langsung pergi dari sana setelah mendapat anggukan Joanna. Dia mulai ke parkiran dan menuju kantornya. Sebab ada banyak hal yang harus dikerjakan.

Joanna sudah memasuki ruangan Teressa kembali. Dia menatap si sahabat dengan raut sedih. Sebab lagi-lagi, rasa curiga mulai melingkupi hati.

"Kamu tidak mungkin selingkuh dengan suamiku, kan? Kamu tidak akan sejahat itu, kan?"

Joanna mulai meluruhkan air mata. Lalu meraih ponsel Teressa yang ada di lanci nakas. Ponsel yang sudah retak layarnya. Lalu dibuka menggunakan sidik jari si sahabat.

Joanna tidak menemukan hal aneh di dalamnya. Namun ada satu panggilan keluar yang ditujukan pada nomor yang tentu saja telah dihafal sejak lama. Nomor telepon pribadi suaminya yang tidak dipakai untuk urusan pekerjaan.

Dengan tangan gemetar, Joanna mulai memotretnya. Kemudian menelepon nomor itu sekarang. Menunggu agak lama hingga diangkat. Lalu mendengar suara suaminya yang tampak panik di sebrang sana.

Halo? Teressa? Kamu sudah siuman?

Joanna tidak membuka suara. Dia hanya membungkam mulutnya. Dengan air mata yang mulai membasahi wajah. Karena tidak menyangka jika akan mengalami cobaan yang begitu berat.

Sayang? Ini kamu, ya?

Joanna masih tidak bersuara. Dia langsung mematikan panggilan dan meletakkan ponsel Teressa di tempat asal. Lalu menuju kamar mandi guna menangis kencang.

Di parkiran kantornya, Mega sedang menelepon seseorang. Dengan wajah was-was. Entah karena apa.

"Joanna sepertinya sudah tahu! Darla, jangan tutup dulu!"

Ini semua salahmu! Teressa seperti ini juga karenamu! Aku tidak mau ikut campur!

Telepon langsung dimatikan sepihak oleh Darla. Membuat Mega langsung memekik kesal. Sebab bingung ingin berbuat apa untuk menyembunyikan rahasia.

Tbc...

PERFECTION [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang