2. Emilos, dan Sifat Barunya.

10K 1.2K 5
                                    

"Lea, selidiki kejadian apa saja yang menimpa putraku kemarin!"Seorang wanita memakai pakaian seperti ninja muncul dalam sekejab dengan kepala yang menunduk.

"Baik, tuan putri" dengan segera ia melaksanakan perintah tuannya.

Perlu diketahui bahwa Lea ini pengawal Georgiea dulu sebelum Duchess itu menjadi istri dari Edward.

"Sekarang, mari bahas kenapa surat undangan masuk akademi mu sangat aneh" Georgiea mengambil sepucuk surat beramplop hitam dengan benang emas yang menjadi hiasannya.

"Bahkan Emil mendapat cap dari penguasa Akademi" Ia sempat penasaran dan juga bingung, dulu dia hanya mendapat surat undangan perak dan hanya ditandatangani oleh pengawas akademi. Tidak semewah sekarang.

"Apakah ini model terbaru?" Monolognya sambari membolak-balikkan amplop itu. Kuberi tahu sesuatu, bahwa protagonis wanita saja hanya mendapat undangan perak yang sama milik dengan Duchess dulu.

Sudah mendapat undangan saja beruntung, apalagi mendapat undangan langsung dari penguasa suatu akademi yang terkenal, bahkan repot-repot menghiasinya dengan benang emas.

Terlonjak karena pergerakan kecil, Georgiea menatap Emil yang baru saja bangun dari tidurnya. Emil adalah tipe orang yang bangun dari tidur nyenyaknya karena suara kecil.

"Maaf sayang, apakah kau terbangun karena bunda?" Emil mengangguk pelan. Sungguh tidak sopan.

Mengelus rambut anaknya yang sedikit berkeringat dan menunjukkan kepadanya amplop hitam indah. "Kau mau membukanya?" Emil menggeleng. Sejujurnya ia sudah mendengar perkataan ibunya tadi.

"Baiklah. Bunda menganggapmu sudah mengerti" Emil mengangguk.

Sang bunda tersenyum manis dan mengecup singkat pipi anaknya "Kau mau pergi kesana?" Emil mengangguk. Ia tak mau menghancurkan plot cerita.

Dirinya ingat bahwa Emilos mendapat undangan itu karena dirinya tak memiliki kemampuan sihir akan tetapi memiliki kemampuan lain yaitu melihat masa depan seseorang dengan melihat mata mereka.

Dan tentu saja hanya dirinya dan penguasa akademi yang mengetahuinya.

"Baiklah, dua hari lagi kau akan berangkat ke akademi" dirinya hanya mengangguk menyetujui ucapan ibunya.

"Nah sekarang katakan pada bunda, apa yang menimpamu kemarin sehingga kau menjadi pendiam seperti ini?" Emil menengok kearah jendela kamarnya dan menggeleng pelan untuk menjawabnya.

Georgiea menghela nafas pelan, menyentuh dahi anaknya yang mulai berkeringat. Mungkin anaknya belum siap memberi tahunya.

"Emil, bunda menunggumu untuk berani berbicara. Entah sipapun itu, kau jangan takut untuk mengatakan pada bunda" Mengangguk pelan dan kembali menengok kearah jendela.

Entah, dia hanya perlu diam dengan situasi yang selalu menimpanya. Biarkan mereka menganggapmu apa, yang pasti jangan bercerita.

Pemikiran aneh Lio adalah, kau jangan mengatakan apapun pada siapapun karena diam adalah solusi terbaik yang kau punya. Cukup pendam sendiri dan jangan kelewat batas untuk sekedar memberi tahu.

Jika memang sudah terlanjur, rasakan saja apa dampak yang telah kau lakukan hingga sadar, hal itu membuatmu menyesal.

Ah, itu hanya saran kecil dari Emil

Kembali kecerita, kini Emil berjalan sendirian ditaman sekedar untuk melihat bagaimana bunga mekar pada musim semi. Dia tak semalas itu untuk sekedar berjalan. Dia mampu, akan tetapi kekuarangannya hanya pada niatnya saja.

Menyusuri jalan setapak, ia berhenti kala melihat sang protagonis wanita menyusun beberapa bunga agar terlihat rapi.

Emil berbalik badan tak mau berurusan dengan tokoh yang mencolok.

Setelah beberapa langkah, ia dikejutkan oleh tepukan bahu dan dengan terpaksa dia menengok dan mendapati Talia memandangnya.

"Hormat pada tuan muda" Salamnya pada Emil yang hanya ditaggapi angukan oleh sang empu.

"Mengapa anda berjalan disini sendirian? Apakah anda sudah baikan?" Lagi-lagi Emil mengangguk.

Senyum kecilnya terpari pada wajah elok itu "Syukurlah, saya turut senang"Emil mengengok ke arah pancuran dengan air yang menenangkan dan kembali mengalihkan perhatiannya pada kakaknya.

Menunjuk air mancur itu didepan kakaknya yang dihadiahi tatapan bingung oleh Talia. Setelahnya ia pergi meninggalkan kakaknya yang dilanda kebingungan.

Mari telusuri Talia dengan sudut pandangnya.

Salam, ini Talia. Anak sulung dari tiga- ah! Maksudku empat bersaudara.

Aku lahir dan memiliki ibu seorang istri kedua, atau selir dari Duke Edward yang bisa saja kupaggil dengan sebutan ayah.

Aku anak yang mungkin tidak diinginkan ibu maupun ayahku. Karena apa? Hm ... aku bisa menyimpulkan mereka tidak menyukaiku karena aku terlahir sebagai seorang perempuan.

Aneh dan sangat membuatku geli. Hanya karena alasan itu, mereka tidak menyukaiku.

Ketiga adikku entah kenapa turut membenciku. Terutama Tuan Muda Emilos. Beliau sering membuatku tertekan karena perlakuannya yang menyakiti mentalku dan sering sekali dia membuatku malu di depan orang banyak.

Kedua adikku juga. Meskipun kami sedarah, tidak menutup kemungkinan bahwa aku tidak dibenci juga oleh mereka.

Kedua adik kandungku yang bernama Christi dan juga Zelda mungkin membenciku karena aku selalu saja membuat kesalahan di depan Duke sehingga citra mereka bertiga termasuk ibuku sangat buruk dimata Duke Edward.

Dan hanya satu yang peduli padaku, itu adalah Duchess Georgiea atau ibu dari Emil. Beliau sangat perhatian padaku meskipun aku bukan darah dagingnya. Walaupun aku tahu, kasih sayangnya tak sebesar dirinya pada Tuan Muda Emil, tapi aku cukup senang karena itu.

Omong-omong soal Tuan Muda Emil, entah kenapa sedari kemarin dirinya berubah menjadi lebih pendiam dari biasanya. Dia juga menjawab pertanyaanku seakan tidak ada masalah antara aku dan dirinya.

Tapi itu tidak apa, itu adalah kemajuan yang cukup bagus sejauh ini. Aku sangat menyukai perubahan ini.

Dan—

"APA INI?! Mengapa air mancur ini mengeluarkan air yang deras sekali?" Lupakan tentang biografi yang tadi kuceritakan. Sekarang, beri tahu padaku bagaimana cara menghentikannya!

The Silent Emilos [End]Where stories live. Discover now