Chapter 104 : Memblokir Aula

299 66 15
                                    

Amarahnya Seo Joon tak tertahan mendapati Myong Soh dengan sengaja menjatuhkan satu perintah mutlak. Tujuannya jelas hanya satu, menghentikan terpilihnya Woo Song, anaknya menduduki posisi kepala keluarga.

Chanyeol yang sempat meragukan apakah penatua kedua telah menyerah atau belum menghela napas. Ini sudah seharusnya, mana mungkin penatua kedua yang terbiasa menunjukkan dominasinya mundur begitu saja. Terang perintah mutlak itu kartu truf yang ia pertahankan dan akan mengeluarkannya pada waktu-waktu seperti ini. Membuat mereka bagai memakan buah simalakama, yang mana menolak perintah mutlak berarti celaka, menerima pun celaka juga.

"Aku tidak ingin melakukan ini. Tetapi, kalian semua harus diberi tahu siapa yang pada akhirnya paling berwenang," kata Myong Soh dan bangkit dari kursinya. "Apapun hasilnya, Woo Song tidak boleh menjadi kepala keluarga. Itu perintahku!"

"Kelewatan kau Myong Soh!" Seo Joon meraung.

Sudut bibir Myong Soh tertarik tinggi-tinggi. "Mengapa semarah itu? Inilah hidup, diatas langit masih ada langit. Di atas kemampuan mendorong anakmu mampu terpilih, aku juga bisa mendorong anakku agar terpilih."

Rahang Seo Joon mengeras, giginya bergemeletuk. Umpatan yang beragam bunyinya berada diujung lidah, hampir terlepas namun tertahan saat Chanyeol menyentuh pundaknya. Chanyeol mendekat dan membisikkan sesuatu. Sedetik kemudian amarah di wajahnya berangsur-angsur merada.

Myong Soh memperhatikan perubahan ekspresi Seo Joon. Bertanya-tanya apa yang Chanyeol bisikkan sehingga amarah penatua ketiga itu tidak membludak seperti keinginannya.

Chanyeol berkata usai membisiki Seo Joon. "Penatua sadar bahwa tindakanmu itu menunjukkan betapa hausnya kau dan anakmu akan kedudukan tinggi, bukan?"

Myong Soh berkata, "Kedudukan yang kau maksud memang sepantasnya milik anakku. Apakah salah mengambil sesuatu yang menjadi haknya sejak lama?"

Chanyeol menggeleng. Aku bangga pada kepercayaan diri Penatua yang berlebihan." Ekspresinya sungguh menghina. "Penatua berpikir diatas langit masih ada langit. Maka aku katakan. Memang, di atas langit Penatua masih ada langitku."

Chanyeol melakukan gerakan yang sama persis seperti yang Myong Soh lakukan guna mengeluarkan satu perintah mutlak. Dahi Myung Soh berkerut dalam. Ketika Chanyeol menampar udara, gelombang energi jatuh di sebelah cetakan tangan Myong Soh. Satu perintah mutlak lain muncul, tulisan dan bentuk yang sama namun milik Chanyeol di dalam garis segi tiga dan bukan lingkaran.

Sebagain besar orang tercekat tenggorokannya, kalimat yang mau diucapkan tertahan di pangkal lidah. Ekspresi bangga Myong Soh retak berkeping-keping. Kedua matanya menatap tajam perintah mutlak Chanyeol.

Baekhyun masih menjadi yang kekurangan pengetahuan. Mencolek Yoo Rim lalu bertanya, "Sekarang, apa lagi?"

"Perintah mutlak sepupu Chanyeol masih lebih tinggi derajatnya dari milik Penatua Kedua," kata Yoo Rim.

"Kenapa bisa begitu?"

"Ipar Baekhyun melihatnya. Cetakan tangan sepupu Chanyeol dihiasi segi tiga yang memiliki sudut. Menurut awal diciptakannya, pendiri yang mempunyai perintah mutlak dibeda-bedakan sesuai banyaknya sudut yang mengelilingi cetakan. Hitung-hitungannya tergantung dari sebesar apa konstribusi pendiri itu pada pendirian keluarga Park. Dulu perintah mutlak paling sedikit hanya mempunyai empat sudut. Dan seiring berjalannya waktu, ketika itu diturunkan generasi kegenerasi, sudut perintah mutlak hilang sebab kontrobusi pemilik perintah mutlak sudah benar-benar tak ada. Atau kata lainnya, seseorang itu hanya menikmati apa yang sudah dilakukan pendiri terdahulu."

You Ryu menyahuti kembarnya. "Seperti perintah mutlak Penatua Kedua. Itu diberikan istrinya, atau nenek sepupu Chanyeol. Karena nenek Chanyeol tidak memberi banyak kontribusi mendirikan keluarga, cetakkan perintahnya hanya dihiasi lingkaran tanpa sudut."

CHERISH : Light Of Flame [CHANBAEK] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang