Vote dulu woi abis itu komen. Kan gampang (๑♡⌓♡๑)
Jangan nyepam kalo gak komen isi ceritanya.
Komen tiap line paragraf. Aku bakal lanjut kalo puas sama komenan tiap chapter. Kalo isinya spam next doang bikin males.
Jangan bikin aku harus ceramah. Seharusnya baca gratisan apresiasi penulis dengan voment. No offense. Happy reading!
"Mama nggak suka sama anak itu, Aika. Sama petir aja takut, gimana bisa jagain kamu?"
Ian sedang tidak bisa diajak bicara. Kondisinya saja tengah ketakutan begitu, tetapi mendengar perkataan mamanya. Aika tidak bisa diam saja.
"Ma, aku nggak pernah minta dijagain sama seseorang. Aku bisa jaga diri. Bahkan saat sama Ian aku merasa lebih aman dari pada tinggal di rumah ini dengan segala aturan yang memberatkan salah satu pihak."
Mamanya yang mendengar terlihat tidak menyangka jika Aika bisa mengatakan hal semacam itu. Sungguh, hanya demi bocah yang tengah ketakutan itu?
"Semua itu demi kebaikan kamu, Aika!" jawab Mamanya.
"Kebaikan gimana? Aku nggak akan bela-belain latian bela diri kalo kalian bisa adil sama anaknya sendiri."
Adil, apa itu? Aika tidak pernah merasakannya. Selalu menjadi nomor dua itu yang Aika rasakan. Di saat ada dua anak yang lebih diperhatikan satu anak. Di saat salah satu anak terluka mereka akan lebih memperhatikannya. Di saat anak yang diabaikan mencoba menjaga dirinya dengan belajar bela diri, ia semakin diabaikan. Alasannya benar-benar ingin membuat Aika tertawa.
"Kamu kan bisa bela diri, bisa jagain diri sendiri. Beda sama Ainsley yang lemah lembut nggak nakal kayak kamu. Jangan jadi anak manja, Ka."
Lucu, kan?
"Kamu nglawan mama cuma karena bocah itu? Bocah kelainan mental, ya?" tebak sang mama dengan mulut ringan. Membuat Aika tidak bisa lagi menahan emosinya.
Ian itu anak baik. Ia bahkan tidak melakukan kesalahan apa pun, hanya kesalahan kecil tadi kenapa mamanya sebenci ini?
"Takut sama petir harus jadi masalah besar ya, Ma? Mama nggak ngerti kata trauma? Ya udah biar aku kasih tau. Aku juga trauma setiap kali dengar mama sama papa minta aku harus ini, aku harus itu, aku harus kayak Ainsley. Setiap anak punya ciri dan kemauan masing-masing kan, Ma? Kenapa aku harus jadi kayak dia?"
Aika terkekeh miris, entah perasaannya atau tidak, tangis Ian sudah berhenti. Ia hanya memeluknya erat tanpa suara sedikit pun.
"Ini Aika, Ma. Anak kandung Mama yang selalu dibanding-bandingin sama anak pungut itu." Setelah mengatakan itu Aika melepas pelukannya dengan Ian dan menarik tangannya untuk naik ke lantai dua. Di mana kamarnya berada. Meninggalkan mamanya yang tengah terdiam dengan perasaan yang tidak Aika ketahui.
KAMU SEDANG MEMBACA
CHRISTIAN
Teen FictionAika itu suka ngatur, tapi Ian suka. Aika itu suka marah-marah, tapi Ian nggak benci. Aika itu suka nyontek, tapi Ian bolehin. Ian lebih percaya kalau Aika cinta Ian dari pada Aika jahat sama Ian. "Kenapa nangis?" tanya Aika ketika Ian kembali d...