10. Lawan baru

9 0 0
                                    

Saat ini matahari telah menyembunyikan sinarnya digantikan dengan terangnya bulan dan bintang di langit, Aine memutuskan untuk mandi.

Dingin air yang terjun dari shower kamar mandi membuat kepalanya yang tadi mumet karna berfikir akan sikap dinginnya Aga padanya di tambah lagi aura panas antara Galang dan sepupu nya Abay, di gantikan dengan ketenangan yang begitu nyaman.

Selama 45 menit lamanya ia mandi, kini Aine telah siap dengan pakaian nya yang cukup berantakan hari ini.

Gadis itu memandang liptint, pensil alis, mascara, dan segala peralatan makeupnya dengan tatapan penuh ingin memakainya. Tapi yang tangannya ambil hanyalah bedak tabur saja. Dirinya selalu ingat ucapan orang-orang yang mengatakan jika laki-laki lebih suka cewek natural.

"Ya udahlah, toh mau di gimanapun muka gue tetep cantik," ucap nya penuh percaya diri seperti biasa.

Dia harus tetap tampil natural dan seperti terlihat apa adanya agar ia bisa bebas menjudge para gadis di sekolah yang memakai makeup, padahal aslinya iri sekali.

Sesampainya di meja makan, Aine langsung menyalim tangan Bunda dan Ayahnya tanpa sarapan lebih dulu.

Aine tau dari sudut matanya jika Abay saat ini sedang melihatnya dengan sorot mata rasa bersalah. Biarlah! Biarkan lelaki jelek itu tau kalau hatinya itu bukan terbuat dari baja.

"Lho gak sarapan sayang?"

"Enggak Bun. Aine berangkat ya," pamitnya buru-buru. Susu cokelat yang nampak menggiurkan itu pun tak ia sentuh.

"Aine..." panggil sang Ayah menahan pergelangan tangan Aine.

"Kenapa Yah?" tanya Aine bingung.

"Kamu tidak berulah kan di sekolah?" Sang Ayah bertanya penuh arti.

Di depannya, Aine mengangguk gugup.

"Kamu masih ingat kan kalimat apa yang selalu Ayah tanamkan di dalam diri kamu?"

Aine sontak mengangguk mantap, "Ingat. Tetap jadi diri sendiri 'kan Yah?" ia melebarkan senyumnya.

Senyuman palsu.

"Pinter."

Ayah Aine mengecup puncak kepala putri nya itu, lalu kembali fokus membaca berita di koran.

Sebelum pergi, Aine sempat menoleh sekilas pada Abay yang seperti ingin bicara padanya.

"Bye," ucap Aine tanpa suara, tak lupa menyunggingkan senyum sinis nya.

Aine mengepalkan kedua tangannya melihat laki-laki yang ia sukai berangkat sekolah bersama gadis yang ia benci. Gadis yang sudah merebut perhatian dan membuat Aga membencinya. Matanya mengawasi kedua sejoli itu dari kejauhan.

Dia baru saja sampai beberapa menit di sekolah, dan sudah di hadapkan dengan pandangan yang membuat matanya sakit.

Aine tersenyum miring ketika gadis jelek itu melangkah sendiri menaiki tangga menuju kelasnya.

Dengan langkah cepat, Aine mengikuti Elea dan langsung menariknya hingga ia berbalik menghadapnya.

Elea sontak terkejut dengan pergerakan yang tiba-tiba itu, namun lebih tak percaya lagi melihat siapa yang di lihatnya sekarang. Ia memundurkan langkahnya kebelakang karna wajah Aine yang sangat mengerikan saat ini.

"K-kak," lirihnya dengan tergagu.

Elea menunduk dengan pundak yang bergetar takut. Dia bahkan tak berani untuk sekedar menatap mata Aine.

"Ssst diem," tekan Aine pelan.

"Jangan takut gitu dong. Biasa aja. Gue gak akan buat macem-macem sama lo. Cuma satu macem doang. Boleh ya?" tanyanya pura-pura memelas.

Jelek? Siapa takut!Where stories live. Discover now