Takdir di atas rencana 1

72 6 3
                                    

Danu meraih jemari Dian yang kosong untuk ia gandeng setelah keluar dari butik tempat keduanya akan menyewa gaun pernikahan. Ini adalah minggu pertama semenjak keduanya mengutarakan keinginan menikahnya pada kedua orang tua mereka.

Wajah Dian tampak sumringah ketika selesai memilih gaun yang ia suka.
" Mau makan dulu sebelum pulang?" Tanya Danu

" Boleh, kebetulan aku juga lapar. Kita makan mie ayam aja ya mas" aja Dian antusias

" Mie ayam? Boleh." Jawab Danu.

Keduanya saling bercanda saat berjalan menuju kedai mie ayam yang tak jauh dari butik.

" Kamu dari tadi senyum senyum terus. Ga sabar mau jadi istriku ya" goda Danu saat di kedai.

Dian memicingkan matanya menatap Danu " siapa yang ga sabar? Biasa aja. Mas kali yang ga sabaran"

" Iya aku ga sabar. Sangat sangat ga sabar" tatapan Danu begitu tajam menusuk, apalagi senyum mautnya benar benar membuat wajah Dian memerah dan jantungnya berdetak tak karuan. Entah mengapa hubungan mereka sudah di jalani hampir setahun namun Dian masih tak sanggup berpandangan dengan Danu.

" Eh wajahmu memerah tuh..mikirin apa sih? Mikir malam pertama ya" Tawa Danu dengan enteng.

" Dasar duda gila" Dian buru buru menunduk dan mengalihkan pandangannya ke ponsel yang ia pegang. Tiba tiba pandangannya terfokus pada sebuah panggilan yang masuk.

" Loh Rio?" Dian mengangkat panggilan Rio. Namun belum sempat Dian menyapa wajah Dian berubah pucat. Jemarinya bergetar.

Danu mengenyitkan dahi melihat Dian yang tiba tiba membeku saat mendapat telpon.

" Dian? Kamu kenapa?"

" Mas..mas..mama.." suara Dian tersengal.

Refleks Danu meraih ponsel Dian dan berbicara dengan Rio. Tubuh Danu melemas saat mendengar berita dari Rio. Mama Dian jatuh pingsan di depan rumah. Dan kini ada di rumah sakit. Rio diminta sang ayah mengabari Dian untuk segera ke rumah sakit.

" Ayo Dian kita ke rumah sakit" Danu merengkuh kedua bahu Dian dan membantunya berjalan menuju mobil.

Di sepanjang perjalanan menuju rumah sakit Dian hanya menangis dan tak berbicara sedikitpun. Ia pasti sangat khawatir dengan kondisi sang mama. Mama Dian yang dikenal selalu terlihat ramah dan penuh senyum tak pernah nampak sakit dan mengeluh setiap melakukan kesibukannya. Bahkan usaha catering dan bakery kecil kecilannya selalu ia jalani penuh tawa karena itu adalah hal yang sangat ia sukai sejak Dian kecil. Namun mendengar mamanya kini terbaring di rumah benar benar hal mengagetkan bagi semua orang.

Benar saja di ruang gawat darurat kini ada pa RT, bu RT dan Rio sedang menunggu Dian.

" Dian.." bu RT berjalan cepat ke arah gadis itu dan memeluk Dian erat.

" Bu, mama kenapa? Aku mau kedalam" pinta Dian

" Tunggu disini, mamamu sedang di periksa" ujar Pa RT.

" Apa tante sakit sebelumnya?" Tanya Rio khawatir. Dian menggeleng.

Ia ingat mamanya masih aktif dan tak mengeluh sakit apa apa. Entah apa yang terjadi dengan mama Dian sebenarnya?

Danu menghampiri Pa RT yang berdiri di samping pintu ruang tindakan.

"Mas Danu, firasat saya kurang bagus. Sebaiknya Pak Bambang di kabari juga" ujar Pa RT.

" Apa maksud bapak? Jangan bicara begitu. Mungkin tante hanya kelelahan pak" sahut Danu.

" Sudahlah kita tunggu saja hasil pemeriksaan dokter" ujar Pa RT sambil menepuk pundak Danu. Pandangan Danu teralih pada Dian yang masih menangis di pelukan Bu RT.

Tak lama dokter keluar dari ruangan. Dian berlari menghampiri dokter dengan wajah khawatir.

" Dok bagaimana mama saya? Boleh saya kedalam?" Tanya Dian

" Magh ibu sudah kronis. ibu harus di rawat karena lambungnya terganggu."

" Bisakah saya menemani mama saya dok?" Tanya Dian lagi.

" Silahkan tapi saya harap satu orang saja ya, kami akan menyiapkan kamar rawat untuk ibu anda"

Dian buru buru masuk meninggalkan Danu dan yang lain. Tak ada satupun yang menahan Dian. Mereka tahu seberapa dekat Dian dengan mamanya.

" Mamanya Dian punya penyakit magh?" Tanya Danu pada Bu RT.

" Bu Bambang itu giat dan aktif. Mungkin beliau kurang memperhatikan makan karena aktifitasnya." Jelas Bu RT.

" Saya dengar kalian akan menikah," ucap Pa RT. Danu mengangguk.

" Semoga lancar ya Mas Danu" senyum Pa RT. Danu hanya membalas dengan senyum.

----------------------

Jam menunjukkan pukul 2 pagi. Dian keluar dari ruang rawat sang mama untuk merenggangkan tubuhnya yang pegal. Suasana rumah sakit begitu sepi karena sudah larut malam. Hanya beberapa perawat yang masih berlalu lalang untuk mengecek pasien. Pandangan gadis itu teralihkan pada sosok pria yang tertidur di kursi sambil melipat tangan. Dian menghela nafas dan menghampirinya.

Pria yang akan menjadi suaminya bulan depan itu tampak ikut kelelahan karena setelah mengetahui bahwa mama Dian di rawat ia segera mengantar Dian menyiapkan perlengkapan kebutuhan sang mama untuk di rumah sakit.

Beberapa kali juga Danu yang di hubungi Pa Bambang dari Sidney prihal kondisi sang istri. Danu berjanji menjaga Dian dan mamanya selama di rumah sakit.

Ada rasa bersalah pada diri Dian mengingat keduanya sebentar lagi akan menikah namun Danu kini harus kerepotan membantunya. Dengan perlahan Dian mengusap punggung Danu yang pasti pegal karena tidur dalam posisi duduk.

" Maaf ya Mas," ucapnya.

Tiba tiba Danu menjatuhkan kepalanya di pundak Dian. Dian tersentak namun tak mengubah posisinya.

" Aku sangat khawatir" ucap Danu membuka matanya dan bangkit dari posisi tidurnya.

" Ayo kita sama sama merawat mamamu masalah persiapan pernikahan biar aku yang akan mengurusnya. Kau jangan khawatir ya," Danu mengelus rambut Dian.

Mata gadis yang sembab itu kini kembali memerah menahan tangis. Danu langsung merengkuh tubuh Dian ke dadanya. Menenggelamkan tubuh kecil Dian di pelukannya. Ia tahu gadis itu tak biasa melalui hal menyesakkan seperti ini sendirian selain itu ayahnya yang jauh pasti sangat mengharapkan Dian bisa mendampingi mamanya sementara waktu. Danu berharap hanya dengan keberadaannya Dian bisa merasa tak sendiri.

" Sst...sudah jangan nangis. Kembali ke dalam dan tidurlah. Nanti tante mencarimu. Aku disini jika kamu butuh sesuatu ya," Danu meyakinkan Dian.

Akhirnya gadis itu mengangguk dan menghapus air matanya.

Danu mengecup lembut kening Dian sebelum akhirnya mengantar Dian kembali masuk ke ruang rawat sang mama.

" Kuatlah Dian.." ucap Danu.

----------------------

aaaaghhhh no coment deh..2 bab kedepan nyesek banget

PESONA (Mampukah Menahan Pandanganmu Darinya?)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang