KG. 4

838 59 3
                                    

Sabtu pagi, Taruna merasa kepalanya sangat sakit. Entahlah, ia baru saja keluar dari kamar, berniat ingin membeli keperluan bulanan yang hampir selesai di super market. Baru sampai depan kamar rasa pusing makin mendera, yang Taruna ingat sekeliling berputar dan tak ada lagi yang ia ingat. Semuanya gelap.

👓👓

Gala menatap tubuh Taruna yang ia baringkan di atas tempat tidur. Bisa ia perhatikan jika Taruna bukan gadis pencinta kebersihan. Lihat saja saat ia masuk tadi, gelas kotor masih ada di atas meja kerja, bukan hanya itu kamarnya juga berantakan. Tadi saat mengambil air hangat di dapur, ia juga melihat dapur yang sangat berantakan. Gala gemas ingin melihat seperti apa isi lemari Taruna. Gadis yang selalu mendebatinnya ini benar-benar sangat berantakkan, benar-benar bukan tipenya sekali.
Ia baru saja pulang olah raga pagi dan melihat Taruna pingsan. Mbak Susan pulang kampung, Suci juga tak kelihatan, sedangkan dua kamar di lantai empat pasangan muda suami istri mana sempat untuk keluar pagi-pagi, masih hangat-hangat menikmati liburan.

"Duh, aduh, hiks. Ma..."
Suara erangan keluar dari bibir mungil Taruna, gadis mungil dengan tinggi badan sekitar 150-an cm lah menurutnya. Terlihat sangat manja ketika sedang sakit.

Taruna demam, mungkin terkena hujan kemarin dan tubuh Taruna drop karena kecapean.

**

Taruna mengerang pelan, berusaha menyesuaikan matanya dengan lampu kamarnya.

"Mbak Aruna udah sadar?!" Suci menatap penuh syukur.

"Mbak makan dulu ya. Mbak lagi sakit."

Taruna memaksa bangkit dan duduk bersandar di disi ranjang. Ia menatap Suci dengan haru. Biasanya kalau sakit seperti ini ada Mama, ya walaupun dulu kuliah juga sendirian tapi tak pernah merasa sesepi ini. Mungkin karena luar provinsi.

"Jangan nangis ya mbak. Kita semua sama. Sama-sama anak perantauan."

"Makasih ya Ci. Kamu udah rawat mbak."

Suci mengerutkan keningnya.

"Bukan saya yang rawat mbak. Saya baru datang loh."

Taruna menghapus sisa air mata di pipinya. Dahinya mengerut dalam.

Lalu siapa?

"Mas Gala yang sejak pagi ngerawat mbak. Dia baru pergi sejam yang lalu, ada operasi darurat di rumah sakit."
Suci menjelaskan melihat kebingungan Taruna.

Terkejut? Tentu saja Taruna terkejut. Ia menganggap Gala musuhnya. Jarum jam menunjukkan pukul empat sore. Itu artinya Gala merawatnya sejak pagi hingga sore?
'Oh, my God.' Taruna komit-kamit lagi.

"Kok bisa dia mau rawat saya?!"

"Hah? Kenapa mbak?!" Suci menatap Taruna bingung. Ia bisa mendengar sedikit hanya saja tak jelas apa yang dibicarakan Taruna.

"Enggak apa-apa Ci."

"Ya sudah, mbak makan gih, mas Gala bilang habis mbak makan, minum obat penurun panas."

Sedetail itu. Sejenak Taruna merasa Gala sangat baik walaupun bertemunya selalu nyebelin.

💥

Keesokan harinya.

Taruna menggerakkan tubuhnnya, ia sejenak merasa lebih baik dari kemarin. Teringat siapa yang sudah merawatnya, Taruna cepat-cepat bangun, mengerutkan kening dalam ia baru sadar jika kamarnya lebih rapih dari kemarin sebelum ia pergi belanja, bukan hanya kamar, dapur mini juga sangat rapih, bahkan bumbu-bumbu tersusun rapih tak lagi saling tindih seperti sebelumnya. Mungkin saja Suci yang beres-beres. Ia harus berterima kasih lagi pada mahasiswi tingkat akhir itu.
Niat hati ingin memasak sesuatu harus kandas saat ia menyadari jika kulkasnya kosong. Merasa sudah sangat lapar, Taruna memilih merebus mie isntan sambil bernyanyi kecil. Tak lupa ia menambahkan cabai hijau dan merah ke dalam mie.

Kelebihan Garam (LENGKAP SUDAH TERBIT) Donde viven las historias. Descúbrelo ahora