KG. 24

655 57 5
                                    


"Jangan norak."

Sangat amat menjengkelkan. Taruna memanyunkan bibir cemberut. Ia yakin Tula pasti menganggapnya sangat norak. Untuk ajakkan Tula semalam, ia anggap pria di sebelahnya ini hanya iseng saja. Toh kebanyakan pria hanya becanda ujung-ujung cewek yang baper.

Mobil kembali hening. Taruna memilih menatap ke arah depan, mobil-mobil dan para pemotor lumayan ramai melakukan aktivitas mereka. Jika ia cerita pada Bayu dan Prisna tentang kejadian semalam dan semobil dengan Tula, tentu saja kedua manusia itu akan berteriak histeris. Seorang Tula Tunggu Atmaja, pria dingin yang tak tersentuh mau saja memberinya tumpangan. Tak ada pembicaraan, suasana tampak hening, Tula fokus mengemudi seakan tak menganggapnya ada. Ingin rasanya ia bilang nyalakan musik, tapi masalahnya sosok yang di sebelahnya ini Tula. Berbeda jika di mobil Gala, ia benar-benar akan suka-suka memerintah. Sejenak Taruna mengingat Gala, karena kejadian semalam ia lupa membalas pesan Gala.

Membuka aplikasi hijau jemari lentiknya membuka pesan dan membalas pesan Gala.

7.30
Sorry, gue lagi sibuk kerja di luar kota.

7.31
Mulut Mak Mertua☠
√√

Si anjir cuman read.

Taruna mendengus sebal saat dua menit berlalu dan Gala hanya mengread pesannya.

Tula merem mendadak mobil hingga membuat Taruna hampir saja mengeluarkan kalimat kasar dari mulutnya.

Tula menatap Taruna dan mengodekan agar keluar. Keluar dari mobil mewah Tula, Taruna tidak menyangka jika banyak karyawan yang sedang menyambut kedatangan mereka, lebih tepatnya menunggu kedatangan Tula. Taruna merasa bingung saat ia hanya mengikuti kemana Tula pergi, sambil mencatat apa yang Tula dan kepala pabrik bicarakan. Misalnya, ia harus mencatat jumlah produk mencatat jumlah produk yang di salurkan dari pabrik. Harusnya Tula mengajak sekretarisnya saja. Pria ini punya dua sekretaris dan satu asisten yaitu Ingar. Taruna yakin sekarang Bu Tari sedang pura-pura sakit biar bisa ditemani pak Ingar, pria yang Bu Tari sukai.

"Sudah semuanya?!"

"Huh? Tadi bapak ngomong apa ya?!" Taruna menatap Tula dengan polos. Di dalam hati ia sudah yakin Tula akan melototinya atau memberi tatapan mematikan sekaligus marah-marah padanya. Tapi, yang tidak disangka terjadi. Tula hanya mengetuk kening Taruna pelan dengan jari telunjuknya, mirip Sasuke yang mengetuk kening Sakura di anime Naruto.

"Sepertinya hanya sampai di sini saja Danil, dia sudah kecapean."

Tula mengatakan kalimat itu masih menatap Taruna dengan wajah datarnya.

"Kalau begitu saya permisi Pak." Tula mengangguk saja, setelah itu Danil pergi.

"Ayo pergi."
Taruna masih diam saja saat Tula menarik tangannya keluar dari pabrik dan masuk kembali ke mobil.

Bingung dengan apa yang sedang dilakukan Tula, Taruna memilih diam. Ia menolak keras untuk memikirkan sikap Tula yang membingungkan. Sangat tidak mungkin jika Tula menyukainyakan? Taruna menggeleng pelan masih dalam pikiran yang ribet. Itu sama sekali tidak mungkin, ia tidak boleh mudah baper. Jujur saja sekarang ia sangat takut, bukan karena wajah datar Tula, tapi takut dengan hatinya. Ia juga perempuan normal, bohong jika tidak baperan.

Tiba di depan restoran kecil tengah kota, keduanya turun bersama-sama. Mengikuti langkah panjang Tula, Taruna diam saja mengekori. Di hatinya mulai bersyukur karena Tula tidak pelit mau memberinya makan.
Tapi segala ketenangan di hatinya mulai kembali kesal saat tahu ia lagi-lagi dimanfaatkan oleh Tula.

"Bukannya janji makan siang kita berdua?!"

Taruna diam saja saat mendengar gadis cantik dengan wajah judes itu protes pada Tula.

Kelebihan Garam (LENGKAP SUDAH TERBIT) Where stories live. Discover now