KG.28

739 60 10
                                    

"Seperti kamu menyukai lautan. Mungkin seperti itu saya menyukai kamu, tanpa alasan."

"Kamu mau beli pembalut juga?!" Taruna terkejut mendengar Tula yang sudah berada di belakang tubuhnya. Ia baru sadar jika sejak tadi melamun dan tidak sadar telah memegang pembalut di tangannya.

"Enggak."
Memalukan, Taruna memilih melangkah pergi terlebih dahulu. Tidak ingin mendengar ocehan Tula lagi, Taruna cepat-cepat memilih beberapa cemilan, dan minuman untuk dinikmati dalam perjalanan.

Perubahan pertama, semua belanjaan dibawa boleh Tula.

Amazing, dia benar-benar Tula?

Taruna makin terkejut saat tangannya digenggam Tula menuju mobil. Ini lebih dari mengejutkan, ia benar-benar merasa tidak mengenal Tula. Jika seperti ini ia akan semakin takut dengan Tula.

Duduk di sebelah Tula, Taruna masih melamun. Wajahnya terlihat sangat cemas, ia harus mencari cara agar tidak terlibat hubungan menakutkan ini. Jadi kekasih Tula? Ini namanya masuk dalam lubang ular. Satu ide muncul di kepalanya, ia ingin mengatakan sesuatu yang mungkin akan menyelamatkan hidupnya dari Tula. Tapi, ide itu harus ia utarakan nanti setelah tiba di kos, jika ia katakan sekarang mungkin saja tubuhnya akan hilang di hutan atau tenggelam di rawa-rawa penuh buaya. Tahu sajakan pria di sebelahnya ini sangat menakutkan. Prisna pernah bilang, Tula itu pria menakutkan, sewaktu SMA pernah terlibat pembunuhan seorang siswa SMA, tapi kasus itu ditutup begitu saja. Korban dinyatakan bunuh diri. Bukannya ia seudzon, tapi melihat sikap kasar Tula ia jadi ketakutan sendiri dan semakin yakin jika Tula itu bisa saja membunuhnya. Orang berduitmah bisa bebas dari hukum, katanya hukum konoha tumpul ke atas tajam ke bawah, gak tahu benaran atau cuman dongeng.

Tiga puluh menit perjalanan, mata Taruna terasa sayup-sayup tertutup. Efek obat mabuk perjalanan yang ia minum di depan supermarket sudah mulai bekerja. Kepala Taruna beberapa kali oleng dan ditahan Tula. Menepihkan mobil sebentar Tula ingin memperbaiki posisi tidur Taruna, tapi sedetik berikutnya ia biarkan saja kepala Taruna bersandar di bahunya. Tidak ada penolakan sama sekali, mata Taruna hampir tertutup sempurnah dan setengah sadar. Jika saja sepenuhnya sadar, ia yakin Taruna akan mencak-mencak dan jual mahal.

Mobil kembali melaju pergi, Tula melirik Taruna sebentar lalu fokus mengemudi. Mengetahui jika Taruna mabuk darat, sejenak Tula berpikir, entah apa yang menarik dari seorang Taruna. Punya bentuk tubuh yang mungil, bawel, lelet, suka buat masalah, selalu membuat kesalahan dalam bekerja, tidak punya skil mengemudi, dan mabuk perjalanan. Paket komplit kekurangan itu. Hanya saja karena kekurangan itu, Taruna terlihat sangat sederhana dan satu lagi, sangat keras kepala, sok-sokan jual mahal titik.

**

Dua jam berlalu begitu saja, Tula menghentikan mobilnya di dekat danau kecil pinggir jalan. Bahunya mendadak keram dan juga perjalanan ini terasa begitu lama karena ia mengemudi mobil secara pelan. Taruna membuka matanya secara perlahan, sayup-sayup ia melihat dashboard mobil lalu mengangkat tubuhnya, ia ketiduran begitu lama. Matanya menatap Tula yang langsung minum air mineral, lalu menatap bahu Tula. Tersadar jika sejak tadi ia tertidur di bahu Tula, Taruna langsung merapikan rambutnya. Lebih parahnya, ia sadar jika air liurnya sampai membasahi kaus Tula.

"Anu, maaf pak."

"Taruna, berhenti panggil saya Pak jika di luar jam kerja."

"Huh?!"

"Kita istirahat sebentar di tepi danau ini."

Taruna masih mangap kebingungan. Tula tidak marah padanya. Menggaruk pipi kanan yang mendadak gatal, Taruna menyadarkan dirinya, berusaha tenang dengan keanehan ini. Segera ia mengikuti Tula sebelum pria tukang marah-marah itu meneriakinya.

Kelebihan Garam (LENGKAP SUDAH TERBIT) Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora