KG 16.

655 62 12
                                    

Mulai bertemu dan kenal secara tak sengaja, lalu pada akhirnya akan kembali asing dan menyisahkan kenangan dalam ingatan. Karena prinsip hidup ini,  'People come and go.'

_Orang asing yang kita kenal

.
.
.

Seperti memutar video dengan durasi kecepatan 0.5x sangat pelan dan lambat, kopi yang dibawa Taruna tumpah mengenai seseorang. Mulut Taruna terbuka dengan lebar matanya melotot, bisa ia lihat pria di hadapannya terlihat kacau tampilannya. Mulai dari kemeja putih dan jas hitam hingga celana kain hitam itu terkena tumpahan kopi. Lebih parahnya cake yang ia belikan jatuh ke sepatu sang korban.

Taruna makin syok ketika melihat siapa pria yang ia tabrak.

"Kara, lo gak apa-apa?" Suara itu terdengar dari Bala.
Tangan Taruna rasanya bergetar hebat, tubuhnya mendadak meriang saking takutnya. Ia ingin berlari dan kabur saja dari sini. Tapi, masalahnya ia yang menyebabkan kekacauan ini. Bayang-bayang kejadian waktu itu terulang dalam ingatannya.

"Maaf-maaf saya gak sengaja. Maaf-maafkan saya." Taruna beberapa kali membungkuk meminta maaf, ia tak berani menoleh ke belakang karena ada Tula, Bala dan Devan, juga tak berani mengangkat wajahnya karena pria di hadapannya adalah Kara. Ia merasa Tuhan tak pernah mendengar doanya. Ia hanya meminta dijauhkan dari mereka. Para pegawai di lantai satu menatapnya dengan ekspresi yang berbeda. Ada yang kasihan, ada yang masa bodoh seakan menikmati kelanjutannya, dan ada yang tersenyum seakan mengatakan mampus cari masalah.

"Ais, yang benar saja." Suara Kara terasa dingin di telinga Taruna. Ia sudah mencari masalah baru.

Taruna masih menunduk tak berani mengangkat wajahnya, apakah ia akan dimutilasi?

"Apa kamu tak punya mata saat berjalan?!" Taruna bisa mendengar suara Kara meninggi.

"Unggu, lo lihat sendiri kinerja karyawan lo ini."

Taruna rasanya ingin menangis saja.

"Tunggu, sepertinya tidak asing. Eh, Lo bukannya cewek maling itu."

Taruna mengangkat wajahnya menatap Kara. lebih baik jika Kara tak mengenalnya. Sekarang bisik-bisik makin terdengar, wajah Taruna yang mulanya panik, memerah malu dan sakit hati.

"Taruna apa yang kamu lakukan?" Suara bu Tari meninggi, tapi bagi Taruna hanya angin lalu. Matanya sudah memerah menahan tangis.
Bu Tari datang bersama Karen karena mendengar kegaduhan yang terjadi.

"Maaf pak Tula karena keonaran yang terjadi, dia memang yang paling sering berbuat onar di tim kami. Saya akan mengajarinya lagi dengan baik agar lebih berhati-hati. Saya pastikan dia akan bertanggung jawab."

Setetes demi setetes air mata Taruna jatuh. Rasanya begitu sakit dipermalukan seperti ini. Cepat-cepat Taruna hapus dengan tangannya.

"Tidak perlu diperpanjang, Kara ke ruangan gue buat ganti. Semuanya bubar dan kembali kerja."

**

"Dia maling?"
"Serius maling? Gak mungkin cowok setampan dan sekaya Kara Brams ngomong ngawur."

"Hati-hati deh, takutnya barang-barang kita hilang."

"Semoga aja pak Tula segera pecat dia, perusahaan kerasa gak aman."

Setelah para gadis itu pergi. Taruna keluar dari toilet, wajahnya murung, pakaiannya juga kotor terkena coffe. Taruna membersihkan bajunya dengan air, menggosok dengan kuat, mulanya hanya air mata tanpa suara, lalu suara tangisnya mulai terdengar secara perlahan, pelan dan makin kencang. Taruna tak pernah membayangkan mentalnya akan jatuh sejatuh-jatuhnya seperti ini. Ia tak punya tempat bersandar sekarang. Taruna berjongkok di depan wastafel dengan putus asa, ia sempat berfikir ingin bunuh diri. Bukan salahnya mengapa mereka menjudge tanpa melihat kebenaran?

Kelebihan Garam (LENGKAP SUDAH TERBIT) Donde viven las historias. Descúbrelo ahora