09

2.3K 195 8
                                    

.

.

"Hinata! Bisa bicara sebentar?" Karin mencegat Hinata yang baru makan siang dari kantin kantor. "Ya, ada apa, Kak?" Hinata menghampiri Karin yang duduk di sudut ruangan. "Aku... ingin minta maaf soal Naruto." kata Karin sembari menunduk.

Hinata jelas tahu ke mana arah pembicaraan ini. Pasti membahas masalah hari selasa lalu. "Tidak papa, Kak. Pasti itu tidak sengaja, 'kan?" tanya Hinata. Karin mengangguk-angguk dengan kencang. "Ya, tentu. Adik sepupuku mungkin hanya sedikit frustrasi juga," belanya.

Hinata tersenyum kecil sembari mendengus. "Kalau begitu sudah jelas, 'kan? Aku tidak akan mengambil hati selama Naruto senpai tidak menggangguku lagi. Bisakah aku kembali?" mustinya Karin sadar, sejak awal Hinata tak duduk di dekatnya. Perempuan itu sengaja bicara sembari berdiri karena tidak ingin berlama-lama. "Oh? Ya, tentu saja. Silakan lanjutkan pekerjaanmu, Hinata. Semoga sisa harimu menyenangkan!"

"Kau juga, Kak Karin."

Itu yang Hinata katakan seraya beranjak, tapi dalam hati ia berharap hari Naruto mengalami kesialan entah apa pun itu. "Semoga ia tergelincir atau apalah," bisik Hinata pelan.

Saat akan berbelok menuju elevator, Hinata harus melewati ruang penyimpanan perkakas kebersihan. Koridor lantai lima sudah mulai lenggang. Orang-orang sudah kembali ke meja kerjanya masing-masing. Jadi, ketika tiba-tiba Hinata tertarik ke dalam ruang perkakas tak seorang pun melihatnya, apalagi menolongnya.

"Hm-hm!"

Hinata berontak dalam kungkungan seseorang. Mulutnya dibekap hingga tak bisa berteriak. Sedang kedua tangannya dicekal ke belakang tubuhnya sendiri sembari disudutkan ke arah tembok.

"Ssst... Jangan berisik, Hyuuga. Aku tidak akan macam-macam asal kau menurut," kata orang itu. Tentu Hinata tidak percaya. Sudah empat minggu ia magang di perusahaan ini dan cukup baginya untuk memahami watak lelaki itu. "Nah, begitu, menurutlah sebentar."

Hinata mengalah. Ia sudah tak berontak lagi. Otot-ototnya dilemaskan. Perlahan kungkungan pria itu padanya pun melonggar. Bahkan kini tubuh mereka mulai berjarak. "Apa yang kau inginkan, Wakil Direktur?" tanya Hinata.

Betul sekali. Siapa lagi yang berani mencekal Hinata di kantor jika bukan lakon bungsu Uchiha kita?

"Aku hanya ingin bicara denganmu," kata Sasuke dengan santai. "Aku yakin caraku memintamu datang ke ruanganku tidak akan mujur lagi. Maaf melakukan hal ini padamu tapi aku benar-benar penasaran." alis Hinata mengernyit. "Penasaran apa?"

"Waktu itu kau bertemu dengan kakakmu di sini. Tapi, setahuku marga kalian berbeda. Bagaimana kalian bisa menjadi keluarga?"

Kerutan di dahi Hinata kian terlihat. Dia mencegatku untuk bertanya hal itu? "Maaf, tapi apakah ada hubungannya denganmu, Tuan?" tanya Hinata waspada. "Tidak. Aku hanya penasaran saja." jawab si atasan dengan santai. "Kalau begitu, maaf, aku tidak bisa memberitahumu. Itu privasi keluargaku. Saya permisi."

Hinata hendak beranjak pergi tapi tangannya dicekal lagi. Sasuke kembali menahannya ke dinding dekat pengepel lantai yang tergantung. Hinata mengaduh, terhimpit antara rak berisi pembersih. "Aku ingin tahu, Hinata. Aku harus tahu siapa sainganku sebenarnya." Perkataan Sasuke membuat Hinata terbingung lagi. Saingan apa sih?

"Setelah itu aku bisa putuskan akan meneruskan perasaanku atau tidak."

Perasaan apa?

"Jadi, tolong beritahu padaku, Hinata."

Selama beberapa detik Hinata termangu. Berusaha mencerna perkataan-perkataan yang ditujukan padanya. Lalu, ia melemaskan tubuhnya, bersandar pada dinding. "Kami bersaudara sejak sepuluh tahun yang lalu," Hinata berkata pelan.

Look and Lock [SasuHina x Naruto]Where stories live. Discover now