12

2.1K 147 14
                                    

.

.

Semalaman Hinata tidak tenang. Dalam tidurnya, ia terus berbalik ke kanan-kiri di atas ranjang. Banyak pertanyaan di benaknya. Bagaimana Naruto bisa mengetahui rahasianya? Bagaimana Naruto bisa menghubungi kakaknya? Dan kenapa Naruto melakukan hal itu?

Hati Hinata benar-benar tidak tenang. Jantungnya berdegup kencang, panik. Berapa kali pun Sasuke mengatakan semuanya akan baik-baik saja, Hinata seolah tidak bisa mendengarnya. Ia butuh penjelasan dan penyelesaian masalah. Dug. Hinata bangkit terduduk. Dalam gelap, ia mengambil gawainya yang ditaruh di atas nakas. Sambil bergetar, tangannya mengetik sesuatu. Bisa kita bertemu? Mengirimkan pesan singkat pada Naruto.

"Huuu... Hahhh... Tenang, Hinata. Semuanya akan baik-baik saja." Hinata mengambil dan membuang napas beberapa kali sambil mendekap gawainya di depan dada. Perasaannya benar-benar berkecamuk dalam pikiran. Kaget, marah, sedih, takut. Hinata tidak mengira bahwa tindakannya bisa berefek sebesar itu.

"Hai, Hinata!"

Sapaan secerah matahari menyambut Hinata yang baru saja memasuki kedai ramen. Pemilik wajah bersinar itu tidak tahu, Hinata merasa jijik pada senyumannya. "Duduklah, Hinata." Bahkan dengan semangatnya ia menarik kursi untuk Hinata duduki di seberangnya.

"Aku benar-benar senang saat kau menghubungiku, Hinata. Terima kasih sudah mau makan malam bersamaku di kedai ramen ini." surai pirang si pria bergerak saat menelengkan kepalanya. Iya, itu Naruto Uzumaki, orang yang Hinata hubungi kemarin malam.

"Kau akan makan apa, Hinata? Aku akan memesannya untukmu." Naruto menjelaskan makanan-makanan yang tertera di menu kedai favoritnya. "Oke, aku akan memesan miso ramen juga untukmu!" sambil tersenyum, Naruto menutup buku menu dan memanggil pelayan. Tak lama seorang perempuan berambut coklat panjang datang untuk menerima pesanan Naruto dan Hinata. Cantik. Diam-diam Hinata memuji pelayan perempuan itu. Terlihat cekatan dan jago memasak. Entah kenapa Hinata merasa dirinya di dunia lain merasa iri.

"Jadi kau ingin bicara apa denganku, Hinata?" pertanyaan Naruto berhasil menarik kesadaran Hinata kembali. Hinata terpana. Bagaimana bisa senyuman itu menyembunyikan hal-hal menakutkan?

Di pangkuannya, Hinata menyatukan kedua tangannya. Meremas salah satunya dengan cukup erat. Sudah ia putuskan sejak semalam, ini harus segera diakhiri. "Naruto-senpai, apa kau ingin mengaku sesuatu padaku?" tanya Hinata.

"Hm?" Naruto mengerjap dalam senyuman. "Mengaku apa?" berlagak tidak bersalah. "Ah, jangan-jangan..." Naruto melotot sebentar. "Kau ingin aku mengajakmu balikan?"

Baru kali ini Hinata merasa ingin menampar seseorang melebihi atasan mesumnya di kantor. Lihat saja bibir Naruto yang sengaja dibuka sedikit, seolah terkejut. Hinata menggigit bibir bawahnya sebentar sebelum mengambil napas secara perlahan. "Baiklah kalau kau tidak mau mengaku." Perempuan indigo itu melemaskan bahunya. "Apa yang kau adukan pada kakakku?"

Netra Hinata menatap tepat ke arah iris sapphire Naruto, menembus lensa kacamatanya yang cukup tebal. Seketika membuat Naruto melepaskan seluruh ekspresi di wajahnya. "Oh, kau sudah tahu, ya?" lelaki itu berkata datar. "Aku hanya memberinya informasi tentang adiknya, yang mungkin belum diketahui. Iya kan, model Hinata?"

Seketika Hinata berpikir, kemana perginya sosok Naruto Uzumaki satu tahun lalu? Seorang senior ter-ramah yang pernah ditemuinya. Apa yang terjadi? Bagaimana bisa manusia berubah sejauh itu?

Tuk. Di tengah ketegangan atmosfer di antara keduanya, pelayan bernama Ayame mengantarkan pesanan Naruto dan Hinata. Menaruhnya di atas meja dan bicara sopan, "selamat menikmati!"

Look and Lock [SasuHina x Naruto]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang