17

2.9K 153 25
                                    

.

.

Temari menghentikan gerakan memasaknya. Ia terdiam mematung. Rasanya seperti kena serangan jantung dan asma sekaligus. Menarik napas panjang, Temari berbalik dan menatap Shikamaru. "Apa... yang kau katakan?" bukan saatnya menangis, Temari sepertinya salah dengar. "Apa kau bicara sesuatu, Shika?"

"Hubungan kita ini, aku ingin mengakhirinya."

Hati Temari mencelos. Ia sangat berharap telinganya rusak. Dengan satu tarikan napas, Shikamaru bicara tanpa ada keraguan. Wajahnya lempeng, membuat Temari bertanya-tanya. "Ke-kenapa? Apa ini masalah model lingerie itu lagi? Bukankah kita sudah membicarakannya? Bagimana bisa? Kau... Kau..."

Temari panik hingga merasa sesak untuk bernapas. Ia tidak mampu melanjutkan kalimatnya. Sembari memegangi dadanya yang nyeri, satu tangannya yang lain bertumpu pada meja dapur. Melihat kekasihnya saat ini, Shikamaru terkejut. Ia sontak bangkit dan mendekat.

"Hei, kau kenapa? Kau sakit?" pelan-pelan Shikamaru membantu Temari untuk duduk di kursi meja makan. "Kau sesak? Perlu kita ke rumah sakit?"

Shikamaru hendak bangkit, tapi Temari menahan lengannya hingga ia pun berbalik. "Kau memutuskanku, Shika?" matanya berkaca-kaca saat bertanya. Kali ini hati Shikamaru yang mencelos, sepertinya ia sudah salah bicara.

"Hei," Shikamaru bertumpu dengan satu kakinya. "Maksudku, aku ingin berhenti jadi pacarmu." Temari kembali menahan napas. "Aku ingin berganti jadi suamimu." Hening beberapa detik, Temari sudah tidak bisa tahan lagi. Ia mulai menangis mendengar kata-kata lembut yang meluncur dari mulut Shikamaru. "Kau... hiks... melamarku?" ia bertanya sambil terisak.

Shikamaru tersenyum kecil. Ia tahu sudah salah bicara, tapi lebih tahu jika keputusannya tidak salah. "Jahat! Kenapa bicara tiba-tiba!" Temari memukul pelan bahu Shikamaru sambil masih terisak. Lagi, Shikamaru malah tersenyum kecil melihat kekasih modelnya, saat ini, sedang mengomel-omel dengan sendu.

"Maaf membuatmu menangis, maaf juga melamarmu dengan tidak romantis. Tapi, aku tidak bisa menunggu waktu lagi untuk melamarmu. Aku ingin kau menemaniku selamanya, Temari."

Isakan Temari berhenti. Ia ikut tersenyum pada Shikamaru yang memandangnya serius. "Kumaafkan asal besok kau menemaniku makan malam romantis di restoran mewah!" kekehan terdengar setelahnya. Tak lama, Shikamaru ikut tertawa kecil bersamanya. Lalu, pria berkucir itu membingkai sebelah wajah Temari. Mengusapnya pelan, menghapus jejak air mata di wajah perempuannya. Mereka bertatapan selama beberapa saat. Perlahan, Shikamaru menarik wajah Temari ke arahnya sembari mendorong kepalanya maju untuk menyatukan cinta mereka.

"Ekhem, apakah kami mengganggu sesuatu?"

Gerakan Shikamaru terhenti. Keduanya menoleh dan menemukan Hinata dan Sasuke yang berdiri di dekat dapur. Memang, minggu malam ini sudah saatnya Hinata pulang. Tapi, bagaimana bisa Shikamaru dan Temari tidak mendengar suara pintu apartemen yang terbuka?

"Cara melamarnya payah sekali." Sasuke berbisik pelan yang hanya bisa didengar oleh Hinata. Kekasihnya itu menyahut dan menyenggol pelan tubuh Sasuke agar tidak asal bicara. "A-Apakah kau sedang memasak sesuatu, Kak Temari? Aku mencium wangi dari arah kompor."

Temari seketika tersadar. "Astaga, karinya!" Ia sontak berdiri dan kembali ke kegiatannya semula. Hinata dan Shikamaru tak sengaja saling bertukar pandangan. Merasa canggung, Hinata merasa perlu melakukan sesuatu. "Aku akan membantu Kak Temari." Hinata melepaskan tas selempangnya, menaruhnya di atas meja makan dan ikut bergabung bersama Temari ke dekat kompor.

Shikamaru sudah berdiri dari posisi belututnya. Ia berjalan mundur, mendekati Sasuke. "Hah... kenapa kalian tiba-tiba datang sih?" bisiknya dengan datar. Sasuke menoleh pada Shikamaru yang ada di sampingnya. Alisnya mengernyit samar, "Haruskah aku membawa Hinata lebih lama?" kemudian Shikamaru berpikir. Menimbang mana yang lebih baik, momennya diganggu sang adik atau membiarkan adiknya lebih lama di luar rumah?

Look and Lock [SasuHina x Naruto]Where stories live. Discover now