7. HUKUMAN

257 9 0
                                    

Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatu, selamat membaca chapter tujuh. Jangan lupa vote dan komen, enjoy! Semangat puasanya💗

-

-

-

Isya, sholat wajib yang terkadang banyak dilalai 'kan manusia dengan alasan mengantuk dan ingin segera tidur. Alasan yang terdengar masuk akal, namun meninggalkan sholat tetaplah sebuah dosa.

Ibnu Qayyim Al Jauziyah rahimahullah mengatakan, ”Kaum muslimin bersepakat bahwa meninggalkan shalat lima waktu dengan sengaja adalah dosa besar yang paling besar dan dosanya lebih besar dari dosa membunuh, merampas harta orang lain, berzina, mencuri, dan minum minuman keras. Orang yang meninggalkannya akan mendapat hukuman dan kemurkaan Allah serta mendapatkan kehinaan di dunia dan akhirat.” (Ash Sholah, hal. 7)

Dinukil oleh Adz Dzahabi dalam Al Kaba’ir, Ibnu Hazm rahimahullah berkata,  “Tidak ada dosa setelah kejelekan yang paling besar daripada dosa meninggalkan shalat hingga keluar waktunya dan membunuh seorang mukmin tanpa alasan yang bisa dibenarkan.” (Al Kaba’ir, hal. 25)

Setelah aktivitas para santri dan santriwati dihentikan, yakni setelah ceramah Isya yang tentu saja berkaitan dengan dosanya meninggalkan sholat dengan disengaja. Dua dalil itu terngiang-ngiang di telinga Fara, dalam hatinya ia berjanji agar tak akan pernah meninggalkan kewajibannya sebagai seorang muslim, kecuali saat dengan berhalangan.

Saat ini Fara sedang asik membereskan tas dan kopernya, tadi siang ia belum sempat membereskan karena ada kajian dari Ustadz luar pesantren, dan penyambutan untuk Ustadz Gibran.

Waktu menunjukkan pukul setengah sepuluh, mata Fara tetap terjaga dan kantuk belum menyerang. Sebentar lagi, pasti Fatih akan datang ke kamarnya dan menuntut penjelasan soal ucapannya siang tadi.

"Ya Allah semoga itu nggak termasuk hukuman," gumam Fara menyimpan baju-baju kotornya ke dalam keranjang untuk di cuci besok.

Tok tok tok

"Fara, ini abang."

Mendengar suara abangnya, Fara benar-benar panik. Ia segera memasukkan semua pakaian ke dalam lemari dan meletakkan tas juga kopernya ke atas lemari.

"Fara."

"Sebentar abang! Fara lagi beres-beres tas!" sahut Fara. Ia kelimpungan sendiri karena tadi sempat-sempatnya malah bersantai padahal tau bahwa Fatih akan datang.

Ceklek

"Abang masuk aja, ya?"

Ketika Fatih memasuki kamar Fara, pria itu menatap adiknya yang tengah menutup pintu lemari. Kondisi kamar yang lumayan berantakan karena, banyak plastik-plastik berisi oleh-oleh dari Yogyakarta yang belum dikemas.

"Oleh-olehnya kok banyak?"

"Fara mau kasih ke santriwati lain juga, Bang. Abang ke sini ada apa?" Fara memungut satu persatu bungkusan berisi souvenir tersebut.

"Sesuai janji abang tadi siang, hukuman kamu," jawab Fatih.

Fara tersenyum kikuk, ia mengangguk. Sebelum menemui kedua orang tuanya, Fara menyimpan souvenir yang ada di tangannya ke dalam totebag coklat, totebag yang awalnya berisi hampers pemberian Reino.

"Udah?"

"Udah."

Mengikuti Fatih dari belakang, tak sampai lima menit, Fara dapat melihat Umi dan Abinya yang sedang duduk di sofa.

"Abi, ini Fara ada pengen bicara sesuatu katanya," ucap Fatih.

"Bicara apa? Syaratnya nggak kamu langgar, kan?"

Qisat Fara [END]Where stories live. Discover now