Delapan

5.9K 570 13
                                    

"Kapan sih kamu mau ambil alih toko bunga, Ris? Mama cuma punya kamu lho..." Elma berkata pada Aeris. Namun Gadis itu tetap diam saja. Mulai malas dengan arah obrolan ini.

"Kamu juga jadi jarang banget ke rumah," keluh sang mama. "Sekarang ini Lucas sudah tinggal di apartemennya di Senopati. Sementara Eileen ya ... Mama itu ingin kalian rukun- rukun."

Aeris mendesah. Memperhatikan makanan yang dipesan ibunya di atas meja. Berjejeran mulai dari nasi, ayam bakar taliwang, plecing kangkung dan beberuk terong. Mereka berdua sedang berada di sebuah rumah makan khas Lombok di Kebon Jeruk, dekat ZMO. Mamanya tahu- tahu menelepon dan mengatakan sedang ada di sekitar situ.

"Kamu kan siaran cuma pagi sama sore. Siangnya kamu ngapain? "

"Ya kan  aku kadang masih ada pemotretan, Ma. Aku masih ada beberapa kontrak yang belum selesai. Sama harus bikin foto dan video endorse juga. " Jelas Aeris sabar.

Semua orang memang menganggap bahwa pekerjaan sebagai model atau talent yang ditekuninya bukanlah pekerjaan yang serius atau bisa dibanggakan. Yang mereka tahu, pekerjaan itu sangat menuntut Aeris untuk tetap tampil sempurna di depan kamera.

Menjaga berat tubuhnya agar tetap di angka yang ideal bukanlah hal yang mudah. Belum lagi produk yang diiklankannya kebanyakan adalah produk kecantikan. Termasuk juga pelangsing.

Saat ini ada dua iklan yang dipegangnya. Iklan lotion dan iklan sabun mandi. Untuk endorse dia menegang obat pelangsing yang sesuai ketentuan BPOM yang satu paketnya berharga ratusan ribu, lalu ada produk pakaian bermodel jumpsuit.

"Apa mama pikir kalau pekerjaan yang aku jalanin ini nggak ada gunanya? Aku ngerintisnya susah, Ma. Dan buat tetap berada di jalan yang bener pun nggak mudah."

Memang benar. Selama menjalani profesi sebagai model, dia masih sering di DM oleh banyak orang iseng. Belum lagi agency yang iseng pula.  Banyak yang bilang profesi model dan talent itu lekat dengan dunia prostitusi. Tapi Aeris dan beberapa temannya berusaha mati- matian supaya jangan terjebak ke dalam dunia hitam tersebut.

Dia masih menghargai tubuhnya.

Elma berdecak. "Kamu itu persis seperti pl papamu, Ris..." Elma mengeluh tapi ada sebersit senyuman yang bercampur dengan rasa bangga dalam nada bicaranya. "Sama- sama punya harga diri tinggi,"

Aeris hanya diam.

"Jangan begitulah. Di dunia ini kita hanya punya satu sama lain. Sekarang mama sudah ada dalam perlindungan Pak Win--- mama juga ingin melindungimu juga."

Aeris menarik sudut- sudut bibirnya menjadi sebentuk senyum simpul. Elma menatapnya dengan sorot mata penuh kebanggaan. "Lihatlah dirimu. Tumbuh besar di luar dugaan mama. Kamu jadi gadis yang sangat cantik. Mama bangga padamu karena kamu nggak sekedar cantik. Bagi mama kamu adalah segalanya." Tangan Elma yang putih terawat dan terasa lembut di menggenggam tangan putrinya.

"Gimana kabar Raiden. Kamu jarang nyeritain dia lagi akhir- akhir ini."

"Mama kan ke Hong Kong. Masa selagi di sana aku recokin mama sama cerita tentang cowok sih," sepasang alis Aeris bertaut. "Kaya aku ini ABG empat belas tahun saja." Gurau gadis itu membuat Elma tertawa.

Saat itulah Aeris dikagetkan dengan keributan di kasir rumah makan itu. Dia menoleh sekilas hanya untuk mendapati seraut wajah yang dikenalnya. Sepasang bibir tipis, hidung aristokrat dan mata cokelat madu serta rambut ikalnya yang sewarna dengan mata gadis empat belas tahun.

Seorang lelaki muda, dan seorang lelaki  berseragam rumah makan  sedang tersenyum melecehkan ke arah si gadis. Aeris lantas melengos. Tidak ingin ikut campur. Ia memejamkan mata. Tapi bayangan dirinya yang tak berdaya dalam rengkuhan tangan kotor kakak tirinya terus saja berkelebat. Akhirnya desisan meluncur dari bibirnya--- membuat Elma mengernyitkan alis. "Ada apa, Ris?"

A Little Bit SweetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang