Sembilan

5.6K 475 7
                                    

Jagad uring- uringan ketika Prana melaporkan bahwa dia tidak menemukan Emilie di manapun.

"Mereka bilang hari ini pulang lebih awal, Pak. "

Jagad mengernyit mendengar penjelasan orang kepercayaannya itu. "Pulang lebih awal? Kenapa pihak sekolah tidak menelepon. Pasti Emilie main ke rumah temannya. Atau jangan- jangan pergi ke mal." Jagad berbicara entah pada siapa.

Dia memang agak protektif terhadap putrinya itu.

Pandangan matanya mengerling ke arah arloji yang melingkari pergelangan tangannya. Pukul 14. 35. Belum ada tanda-tanda bahwa putrinya akan muncul.

"Kenapa kamu masih di sini?" gerutu Jagad kesal. Prana yang sudah hafal betul dengan tabiat bosnya itu langsung undur diri.

Tepat saat itu, muncul Aeris.

Melangkah penuh percaya diri menuju bengkel tempat di mana Jagad sedang duduk mencakung dengan wajah sesuram langit bulan Desember.

"Permisi, Om. " Tegurnya.

Jagad mendongak. Terkejut melihat keberadaan Aeris yang sudah berdiri di hadapannya. "Ngapain kamu ke sini?" Jagad malah sewot. Membuat Aeris memutar bola matanya.

Sialan juga ini orang! Ke sini mau nganterin anaknya juga!  Pake digalakin segala. Dasar pria ngehe!

Aeris mendengus.

Beberapa pegawai bengkel itu melirik- lirik ke arah Aeris yang siang itu memang bagaikan penyegar yang memanjakan mata para montir di bengkel milik Jagad itu.

Setelah seharian hanya memandangi mesin, kap mobil, aki, radiator, knalpot, oli, eh, sekarang ada yang bening- bening mampir. Boleh dong lihat- lihat! Cuci mata biar segar.

"Apa sih pakai lihat- lihat segala! Sana balik kerja lagi. "

Jagad merogoh sakunya, mengambil sebungkus rokok kemudian menyelipkan batang nikotin itu ke bibirnya, seraya berjalan ke luar dari bengkel. " Jangan ngobrol di sini!"

Meskipun sedang memakai sepatu berhak sepuluh sentimeter, Aeris bisa berjalan dengan cepat dan mulus. Mengikuti Jagad yang menuju ke depan. Dekat sebuah VW Beetle tua warna kuning yang diparkir di sana. "Cepat katakan,"

"Saya mengantar Emilie pulang."

Alis lebat milik pria itu bertaut di tengah- tengah. "Emilie? Bagaimana bisa dia sama kamu? Apa dia lagi keluyuran di mal?"

Sejenak, Aeris merasa kaget. Ke mana perginya pria konyol yang menurutnya agak humoris kemarin itu?

Siapa yang dihadapinya saat ini?

"Sekarang di mana dia?"

"Di mobil."

Jagad hendak menyerbu ke mobil Juke putih yang sengaja Aeris parkir di seberang jalan. Supaya agak jauh dan dia punya cukup waktu untuk berbicara dengan Ayah Emilie ini.

"Eh, mau ke mana Om?"

"Jemput anak aku!"

"Om, jangan gitu dong. Entar Emilie yang ada takut!" cegah Aeris sedikit panik. Orang ini benar- benar mirip banteng. Main seruduk aja!

"Kenapa? Dia anak saya. Dan kamu nggak berhak mengatur- atur saya harus gimana sama anak saya!"

"Tapi Emilie nanti bisa takut Om!"

"Kenapa anak saya sendiri harus takut sama ayahnya? Dan sejak kapan kamu jadi psikolog anak. Pake menasehati aku segala!" pria itu kemudian memberikan tatapan meremehkan pada Aeris. Membuat gadis itu sakit hati.

A Little Bit SweetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang