08 🔵 Ini Syafa?

13 1 0
                                    

“Cara menjadi wanita baik-baik yang taat dengan perintah Allah,” ucap Syafa seiring gerakan jemarinya pada benda pipih dalam genggamannya itu.

“Beberapa tips berikut ini mungkin bisa membantu anda dalam membentuk pribadi wanita saleha bagi diri sendiri. Oke, pertama, menjaga ibadahnya. Aku udah salat Subuh tadi. Walaupun nggak tau bener atau nggak. Nanti harus belajar sama ahlinya.” Syafa berbicara dengan dirinya sendiri di sebuah pagi yang sunyi ini.

Untung saja mukenanya masih tersimpan rapi. Pagi tadi dia terbangun sekitar pukul tiga, kemudian membaca artikel-artikel mengenai tata cara salat yang benar. Sebagai manusia, terlebih seorang Syafa, lupa adalah hal yang sudab tidak mengherankan lagi. Dia belajar sebelum ulangan, setelah ulangan selesai semuanya meluap begitu saja, tidak ingat lagi apa-apa yang dirinya pelajari.

Terlebih salat yang telah dirinya tinggalkan bertahun-tahun lamanya. Kini Syafa sungguh merasa teramat sangat jauh dengan Allah. Rupanya dia telah berjalan terlalu jauh dan lupa arah untuk pulang. Lalu, kini dia kembali untuk memantaskan diri dengan makhluk ciptaan-Nya. Syafa pikir, ini memang salah.

“Terus yang kedua menutup aurat.” Syafa mengangguk-anggukkan kepalanya, lantas beranjak membuka lemari dan mengambil kerudung sekolahnya.

Tentu Syafa bisa memakai kerudung, tetapi tidak terbiasa memakainya. Akan tetapi, kali ini dia akan mencoba membiasakan diri. Hari ini tidak ada mata pelajaran agama dan biasanya Syafa akan berangkat ke sekolah dengan rambut yang tergerai indah.

Tidak lupa Syafa memoles mukanya dengan make up tipis. Selesai. Syafa menatap pantulan dirinya dalam cermin. Cantik. Ah, masyaallah. Syafa sempat membaca jika ingin memuji diri sendiri atau orang lain untuk tidak lupa selalu membawa nama Allah. Masyaallah.

Syafa menatap jam di dinding kamarnya, pukul 06.27. Syafa harus berangkat. Dia langsung menggendong tasnya. Dalam rangka misi meniadi wanita baik-baik, dia sudah merapikan bukunya semalam dan mengerjakan semua pekerjaan rumah untuk hari ini.

“Jadi begini, ya, jadi Khasna,” celetuknya sembari mengunci pintu.

Karena terlalu bersemangat, Syafa tidak sempat memasak untuk sarapannya. Mungkin dia akan sarapan di kantin sekolah saja saat jam istirahat pertama. Tidak lagi pada jam pelajaran awal. Biasanya dia akan izin ke kamar mandi dan berakhir duduk di kantin untuk sarapan.

Seperti kembali terlahir ke dunia. Haha. Lucu sekali sepertinya. Akan tetapi, Syafa merasa dia perlahan menjadi lebih baik. Hatinya sedikit cukup lebih baik, tidak lagi terlalu riuh dengan segala kekhawatiran, ketakutan, dan hampa.

Syafa memberhentikan angkot dan masuk ke dalamnya. Jalanan terkadang menjadi tempat pelariannya di kala rasa bosan menyerang, tetapi dia sampai saat ini tidak kunjung juga berdamai dengan kemacetan. Suara klakson yang bersahut-sahutan, teriakan orang-orang, itu sangat memuakkan bagi Syafa.

Huh. Dia hampir telat masuk sekolah. Syafa berjalan seperti biasanya, memasuki lobi sekolah, melewati koridor yang sudah sangat ramai. Kelasnya hampir di ujung. Dia harus berjalan kaki sampai ke kelasnya dengan jarak yang tidak bisa dikatakan dekat. Kenapa sekolahnya seluas ini.

Sejak melangkahkan kaki di koridor, melewati kelas demi kelas, Syafa menyadari banyak tatapan yang tertuju padanya. Sepertinya dia cukup terkenal. Bagaimana tidak. Berlangganan dengan BK hampir setiap minggunya, membuat barisan sendiri bersama para pelamggar peraturan lainnya saat upacara bendera dilaksanakan. Syafa cukup dikenal karena kenakalannya. Tidak, sebenarnya dia hanya mengikuti Kayla. Jadi salahkan Kayla saja.

Kenapa jantung Syafa berdegup lebih kencang? Dia merasakan degupan abnormal pada jantungnya itu. Dia tidak sakit bukan? Syafa mengirup napas dalam-dalam dan mengembuskannya perlahan. Lantas dia memasuki kelas.

“Ini Syafa?” celetuk salah seorang di kelasnya.

Loh, iki Syafa, toh?” Lagi, suara-suara terdengar di telinganya.

“Syafa mode alim ini? Gila-gila.” Dan banyak suara-suara lainnya.

Syafa hanya berjalan menuju tempat duduknya dengan mengabaikan suara-suara itu. Dia harus apa? Ya, ini Syafa. Bukan Syafa yang lain. Syafa Arrasia. Kenapa semua orang-orang ini? Bukankah baik seperti ini? Kenapa segala dalam dirinya selalu dikomentari.

Syafa duduk, melepas tas dalam gendongannya, dan diam. Hanya diam, tetapi rupanya diamnya mengundang tatapan lebih heran lagi dari Kayla. Sementara Khasna, dia hanya mampu tersenyum. Melihat keberadaan Syafa saat di musala kemarin sudah cukup membuatnya terkejut, dan dia sudah mempersiapkan diri untuk melihat perubahan Syafa selanjutnya.

“Ini Syafa?” tanya Kayla.

“Kamu pikir aku siapa?” Syafa bertanya balik.

“Barangkali kamu lupa. Hari ini nggak ada pelajaran agama, Syaf. Tumben banget pake kerudung. Biasanya juga itu rambut dipamerin terus,” cibir Kayla pada akhirnya.

“Alhamdulilah dong, Kay. Semoga istikamah, Syaf.” Khasna ikut menimpali.

“Aamiin.”

Kayla semakin dibuat terperangah. Tidak, bukannya dia tidak terima dengan perubahan Syafa. Dia akan mendukung apapun keputusan temannya ini. Dia tidak akan membatasi Syafa untuk melakukan segala hal yang dia inginkan. Meskipun mungkin nanti pada akhirnya dia akan kehilangan teman untuk berbuat hal tidak baik. Haha. Syukur-syukur Syafa mampu menariknya juga dari dunia gelapnya ini.

Namun, bukan maksudnya untuk berprasangka tidak baik, tiba-tiba memori dalam kepalanya teringat kejadian ketka kajian saat itu. Sungguh, dia tidak ingin Syafa berubah hanya karena untuk mendapatkan manusia. Semoga saja tidak. Mengingat perkataan Syafa yang tidak akan menaruh hati kepada Gus Alkaf.

***

“Ini Syafa?”

Syafa terkejut dengan suara seseorang yang tiba-tiba memanggil namanya. Syafa tahu siapa dia, tetapi malas menyebut namanya. Berakhirlah Syafa hanya diam, tak mempersilakan, tetapi laki-laki itu duduk dengan sendirinya di sampingnya.

Kenapa manusia-manusia di sekitarnya hari ini tidak kreatif sekali. Lagi-lagi pertanyaan itu yang terlontar dari mulut mereka. Lagi-lagi Syafa mendengar pertanyaan itu. Perubahannya yang menjadi tertutup menjadi kabar hangat hari ini. Padahal dia hanya menutup aurat.

“Kamu serius?”

Syafa menatap seseorang laki-laki di sampingnya. “Biar nggak dapet cowok kayak lo lagi.” Syafa berucap dengan tegas.

“Kamu beda banget sekarang.” Buaya berkata.
Ingin sekali Syafa mencabik-cabik mulut buaya di sampingnya ini. “Iya, biar lo nyesel udah nyakitin gua. Ke mana aja lo?! Kenapa nggak sekalian ngilang aja. Satu sekolah, kok, nggak pernah kelihatan batang hidungnya. Juan pengecut!” maki Syafa sepuasnya, tetapi lirih. Bisa-bisa dia dimarahi seisi perpustakaan jika membuat kegaduhan.

“Hahaha. Ukhti, jangan gitu dong. Jadi muslimah harus lemah lembut. Inget aja pernah disakitin sama aku. Kan, udah minta maaf.” Muak. Syafa muak sekali mendengar suara itu.

“Ketawa? Lucu? Lucu banget?” cecar Syafa dengan tatapan sinisnya. Dia mencoba kembali memfokuskan diri membaca buku di hadapannya itu.

“Syaf, aku tau. Kamu berubah gara-gara dia, 'kan? Si Alkaf itu.” Kali ini Syafa menutup bukunya dan memandang laki-laki di sampingnya dengan tatapan tajam.

“Iya. Kalau iya emang kenapa?” tanya Syafa menantang.

“Mending kamu lepas aja kerudung kamu itu.”

BERSAMBUNG

Halo, semuanya. Terika kasih sudah meluangkan waktunya untuk membaca Istauda'tukallah. Masyaallah, Syafa. Semoga istikamah.

Tegal,
30 Maret 2023
@najwawafzh_

Istauda'tukallahWhere stories live. Discover now