BAB 10

24 3 0
                                    



SALAH satu keuntungan menjadi mahasiswa desain grafis adalah internet yang stabil. Di saat yang lain hanya bisa mengakses internet jika memasuki ruang laboratorium komputer, beda halnya dengan kelas Maher yang masing-masing memegang satu komputer di meja mereka. Tentu saja dengan internet aktif.

Maher menelusuri artikel yang muncul dari hasil mesin pencarian. Ketika ia mengetikkan kata "Aphrodite", memang benar yang muncul adalah artikel mengenai girlgroup IUNAN dengan segala kekacauannya tempo hari. Bahkan, ada juga yang menuliskan tentang pengunduran diri Aphrodite dari IUNAN. Namun, tidak ada sebaris kalimat pun yang menyatakan bahwa Aphrodite adalah pacar Kang Tae Hyeong—nama yang baru saja ia ketahui beberapa saat lalu ketika mengeklik salah satu tautan dari halaman yang tadi sempat dibukanya.

"Dia pacarku."

Kata-kata itu masih saja terus terngiang-ngiang di telinga Maher bahkan hingga saat ini. Apakah kalimat itu merupakan arti sebenarnya, atau hanya perasaan halu seorang penggemar kepada idolanya?

Mungkin memang ia tidak begitu tahu-menahu tentang dunia perkoreaan. Akan tetapi, ia sering mendengar kalimat serupa ketika masih di SMA. Mengaku-ngaku menjadi pacar sang idola. Bahkan, ada juga yang mengaku sebagai istri, gebetan, selingkuhan, hingga bulu kaki. Iya, kalian tidak salah baca. Bulu kaki. Bulu kaki Kang Tae Hyeong, misalnya.

Tapi ... dia Zahra! Si Aphrodite! Yang memang faktanya sering sekali bertemu dengan si Kang Tae Kyung—Tae Hyung—Tae Hyeong—apa pun itu! Menurut artikel yang ia baca juga, si oppa-oppa Korea itu juga berperan sebagai pelatih umum dari peserta acara GIRLGROUP INDONESIA itu. Sudah pasti intensitas bertemu keduanya termasuk sering, bukan? Dan cinta bisa karena biasa. Mungkinkah seperti itu?

"Ternyata kamu suka hal yang beginian, ya?"

Tiba-tiba saja seseorang sudah berdiri di belakangnya, membuat Maher agak berjingkat dan spontan menutup halaman website yang ia buka. Maher menoleh ke belakang. Pantas suaranya tidak asing. Ternyata Alex-lah yang sedari tadi ikut mengintip kegiatannya.

"K-Popers, ya?"

"Bukan," elak Maher tegas.

"Meskipun iya, nggak apa-apa juga lagi," kelakar Alex sembari menyeret kursi kosong di sebelahnya lantas meletakkannya di sebelah Maher. "Aku juga fanboy, sebenarnya. Akhir-akhir ini juga lagi suka sama salah satu grup asal Indonesia. Harusnya mereka menang di final kemarin, tapi kacau gara-gara salah satu member ngerusak acara."

Maher menatap tajam mata Alex yang tampak sipit itu.

"Betul. IUNAN. Yang tadi lagi kamu search di Google," tambah Alex. "Aku suka Aphrodite, tapi sayang, dia resign. Udah tahu, kan?"

Maher manggut-manggut. "Udah."

Alex menyandarkan tubuhnya di kursi lantas menopang kepalanya dengan kedua lengan yang disilangkan ke belakang. Laki-laki berkulit putih yang sepertinya ada keturunan dari Asia Timur itu mulai menatap langit-langit kelas.

"Aku penasaran, kira-kira kesibukan si Aphro apa, ya, setelah itu? Solo karier?" gumamnya.

Dia lagi lanjutin kuliah di kampus kita, tahu! batin Maher. Namun, tentu saja, ia tidak mengatakannya, sesuai dengan yang telah mereka sepakati di depan kafe kemarin. Tidak ada yang boleh tahu bahwa Zahra adalah Aphrodite.

"Kenapa suka Aprhodite?" tanya Maher basa-basi.

"Pertama, dia cantik. Imut. Matanya besar. Tubuhnya bagus. Kakinya jenjang untuk seukuran dia yang cuma setinggi itu. Lalu, kedua, karena dia main vocal, udah pasti karena suaranya yang bagus dan berkarakter," jelas Alex sembari menyunggingkan senyum lebar. "Nge-dance-nya juga oke."

Too Good To Be True (But It's True) - TERBITWhere stories live. Discover now