TRANSMIGRASI ZAHRA - 13

7 1 0
                                    

Zahra kini tengah merebahkan tubuhnya di atas ranjang kesayangan miliknya. Merasa sedikit puas dengan keberhasilan rencananya ia tersenyum merekah.

Dia membuka ponselnya melihat foto yang telah diabadikannya tadi.

"Bagus nih buat bahan!" Pikirnya.

"Neng makan sini ada Ayah neng pulang" teriak mbak Lena yang terdengar dari luar pintu kamar.

"Iya mbak" balasnya.

Zahra langsung melempar ponselnya ke atas kasur, berlari-lari menuju meja makan. Terdapat banyak hidangan yang dimasak oleh mbak Lena.

"Tumben masak banyak mbak" tanyanya pada Mbak Lena yang sedang menata piring.

"Iya gapapa neng, semuanya makanan kesukaan neng" Jelasnya.

Zahra berteriak melihat Ayahnya yang keluar dari kamar "Ayah sini makan" ajaknya.

Ayahnya mendekat, duduk dimeja makan. Tak ada jawaban yang terdengar dari Ayahnya.

"Ayah masih kecewa, ya?" Tanya Zahra lesu.

Hening tak ada jawaban.

Tak lama Ayahnya membuka suara "Bagaimana sekolah mu?" Tanyanya.

"Baik-baik aja kok yah" jawab Zahra.

"Pilihanmu?" Tanyanya kembali.

"Maaf, Ayah" lirihnya.

"Ayah akan memaafkan mu jika kamu sudah menentukan pilihanmu!" Ucap Ayahnya.

Zahra hanya menunduk lesu. Tak ada lagi obrolan hingga makan malam selesai.

Zahra kembali menuju kamarnya. Gadis itu tengah duduk bersandar dibalkon kamarnya melihat pemandangan langit malam. gelap tanpa adanya bintang dan bulan yang ada hanya hembusan angin menerpa kulit wajahnya.

Matanya ikut terpejam merasakan angin itu terasa dingin menusuk kulitnya pikirannya menerawang jauh pada pilihan yang harus ia tetapkan.

"Gue harus gimanaaaa" Zahra mengacak-acak rambutnya frustasi.

Ceklekk

Pintu kamar terbuka, mbak Lena mendekati Zahra yang sedang duduk termenung dibalkon kamarnya.

"Neng" panggilnya

Zahra hanya melirik sesaat. Kemudian kembali pada lamunannya.

"Neng semua keputusan ada di tangan neng, jangan sampai salah pilih. Neng gak boleh benci ataupun marah pada Ayah neng, ingat semua yang Ayah berikan buat neng itu yang terbaik." Mbak Lena duduk disamping Zahra mencoba menenangkan gadis itu dengan memberikan bahunya untuk tempat bersandar.

"Mbak?"

Mbak Lena meliriknya sekilas.

"Kalo gak ada mbak aku gak tau mesti gimana" lirihnya.

"Makasih ya mbak udah mau rawat aku" lanjutnya berbicara.

"Neng itu udah mbak anggap anak angkat mbak, jadi neng gak usah ragu buat cerita apapun. Pasti mbak dengerin" ucapnya mengusap wajah Zahra dengan lembut.

"Mbak? Kalo aku pindah ke Pesantren nanti mbak sendiri di Rumah" ucapnya.

"Gapapa asal neng nyaman disana" mbak Lena mengelus puncak rambut Zahra.

Zahra tersenyum kembali menatap langit yang gelap.

Tak lama ia menguap tanda sudah mengantuk. Ia kembali merebahkan tubuhnya ke tas ranjang.

"Mbak tutup ya pintunya"

"ya mbak" balasnya.

***

Minggu adalah hari yang sangat ditunggu-tunggu oleh kalangan remaja yang masih bersekolah. Pagi ini cukup cerah, Zahra memutuskan berjalan diterotoan seorang diri, wajahnya terlihat prustasi, kakinya tak tinggal diam menendang nendang bebatuan kecil secara asal.

Transmigrasi ZahraWhere stories live. Discover now