1. Sekadar Harapan

26 1 0
                                    

Hallo guys! Welcome to Aliana story'!

Happy reading!☁️
______________

Seorang gadis berkerudung hijau daun sedang menikmati keindahan matahari terbenam di ujung lautan. Ia duduk di atas kayu yang terdampar di pinggir pantai dengan selembar kertas kosong di tangannya.

Namanya Raissa Uyaina Ar-Razka, putri satu-satunya dari pasangan suami istri yang hidup pas-pasan di pesisir. Ia memiliki cita-cita setinggi bintang di langit. Namun, mengingat pekerjaan orang tua yang hanya sebagai nelayan, membuat impian itu harus terkubur dalam-dalam di lubuk hatinya.

Sekarang ia hanya bisa terus berusaha membantu orang tuanya dengan sedikit harapan akan ada keajaiban yang membawa mimpinya menjadi kenyataan. Ia tetap percaya rezeki itu atas kekuasaan Allah SWT melalui jalan yang tidak terpikirkan oleh hambaNya.

Ombak laut membelai daratan dengan lembut sehingga menghasilkan melodi indah yang seirama dengan lukisan jingga yang mulai mewarnai air laut akibat pancaran sinar matahari yang terbenam.

Yana, adalah nama panggilan gadis itu. Ia tersenyum saat melihat selembar kertas yang awalnya kosong kini telah terlukis suasana matahari terbenam di ujung lautan disertai tanda tangannya di ujung kertas.

"Ayah belum pulang dari mencari ikan. Jadi, kamu aku kirimkan untuk menyusul Ayah dan menemaninya di laut." Yana melipat kertas hasil lukisannya membentuk perahu. Kemudian, ia menghampiri bibir pantai dan melepaskan perahu kertas tersebut di ujung ombak sehingga tertarik ke lautan lepas. Ia segera meninggalkan tempat itu sebelum melihat perahu kertasnya tenggelam dan rusak.

⏳⏳⏳

Azan magrib berkumandang bersamaan dengan kaki Yana menginjak teras rumah seusai mencucinya. "Assalamualaikum, Bun?"

"Waalaikum salam, Nak." Yuna, ibunda Yana muncul setelah pintu terbuka. Wajahnya yang terbalut mukena putih terlihat bersinar disertai senyuman tulus. " Cepat masuk, wudhu lalu kita shalat berjamaah."

Yana tersenyum dan mengangguk. Ia bergegas melakukan apa yang dikatakan ibunya. Jika ada ayah, maka mereka akan shalat diimami Sang Ayah. Namun, saat ini ayah belum pulang maka mereka akan shalat berdua dengan diimami Sang Ibu.

Setelah shalat magrib, seperti biasa Yana dan Yuna akan tilawah bersama sambil menunggu waktu isya.

"Yana, maafkan Ayah dan Bunda," ucap Yuna ketika putrinya sedang meletakkan mushaf pada tempat yang lebih tinggi seusai tilawah.

Yana langsung menoleh begitu mendengar ucapan ibunya dan menghampirinya. "Kenapa minta maaf? Seharusnya kata-kata itu Yana yang ucapkan, bukan Bunda atau Ayah karena sebagai anak Yana banyak salah pada Ayah dan Bunda," ujar Yana sambil menatap mata Yuna.

Yuna menggeleng dengan mata berkaca-kaca. "Yana, kamu sudah menjadi anak yang baik. Hanya kami yang menyusahkan kamu dalam mencari uang untuk kehidupan kita. Seharusnya kamu hanya penikmat bukan pencari."

"Bunda, Yana tidak pernah merasa direpotkan atau disusahkan. Bahkan Yana sangat bersyukur karena masih memiliki orang tua yang lengkap dan diberi kesempatan membantu. Kenapa Bunda malah berkata seperti itu?" Tutur Yana dengan lembut sambil mengusap pipi ibunya.

Setetes air mata mengalir dari balik pelupuk mata Yuna. Hal itu membuat Yana segera menghapus jejaknya. "Bunda jangan nangis karena itu membuat Yana sakit," katanya.

Yuna menarik Yana ke dalam pelukan hangatnya. "Yana, karena nafkah yang kami berikan tidak mencukupi, kami tidak mampu membiayai kuliah kamu. Padahal Bunda tahu cita-cita kamu sangat tinggi, Nak." Yuna mengusap puncak kepala Yana. "Setiap hari kamu hanya membantu Ayah dan Bunda menjemur ikan, lalu mengantarnya ke pedagang di pasar. Menjelang magrib kamu merendam cita-cita kamu di lautan."

Aliana (On Going)Where stories live. Discover now