3. Percikan Rasa

9 1 1
                                    

Happy Reading!

Jangan lupa tinggalkan jejak!

Sesudah menyambut kepulangan Gufran seperti biasa, Yana akan mengantar ikan asin yang sudah siap dijual ke pasar untuk diperjualkan kepada pedagang.

"Yana pergi ya," ucap Yana yang sudah siap dengan sepeda kesayangannya sejak SMP.

"Iya, Nak, hati-hati," sahut Yuna yang sedang duduk di teras rumah bersama Gufran.

Yana mengangguk dan segera mengayuh sepeda keluar dari perkarangan rumah. Beban sepedanya hanya sekarung sedang ikan asin yang diikat di jok belakang. Angin pagi hari menerpa wajah berkulit putih yang berseri. Ia tersenyum ramah kepad setiap orang yang ditemui selama perjalanan. Beberapa menit kemudian, ia mulai melihat keramaian pasar yang dipenuhii penjual dan pembeli.

Yana masih harus mengayuh sepeda sekitar 50 meter lagi untuk tiba di kedai pelanggannya. Seperti biasa pelanggan itu pasti akan memborong ikan asin miliknya. Ketika menyeberang, Yana lengah dari sebuah mobil hitam yang sedang melaju pelan di jalan kecil beraspal itu.

Bruk!

Yana dan ikan asin di atas sepeda terjatuh ke aspal setelah tertabrak pelan dengan mobil hitam itu. Untung pemilik mobil sempat mengerem sehingga ia tidak terlindas. Kejadian itu membuat orang yang melihatnya ingin menolongnya. Namun, langkah mereka terhenti saat melihat pemilik mobil dan tiga rekannya keluar dari mobil untuk bertanggung jawab.

"Maaf, Mbak," ucap perempuan berambut pirang yang baru saja menghampiri Yana dalam posisi yang sama.

Yana tidak menjawab karena masih sibuk menangisi ikan asinnya yang tumpah. Beberapa saat kemudian, Yana menghapus air matanya dan mengangkat kepalanya untuk melihat orang yang barusan berbicara padanya. ia tersenyum kepada empat orang di sisinya. "Maaf, Mbak, Mas, seharusnya Yana yang minta maaf karena tidak berhati-hati," ujarnya lalu beranjak berdiri.

Salah satu yang berhijab di antara mereka menghampiri Yana, "Oh, nama Mbak Yana?"

Yana tersenyum dan mengangguk. "Maaf, Mbak, Yana baru 18 tahun, sepertinya lebih tua Mas dan Mbaknya dari Yana."

"Iya, Yana. Kita pendatang dari Jakarta karena tugas akhir di kampus mengharuskan kami untuk ke sini," sahut salah satu dari dua laki-laki di antara mereka.

Yana mengangguk paham.

"Maaf ya, Yana, karena teman kami yang tidak becus ini kamu harus kerugian seperti ini," ujar perempuan berambut pirang sambil melirik laki-laki berkemeja hitam yang terlihat diam sedari tadi.

Laki-laki yang tersindir itu pun memutar bola matanya, "Aku ni yang salah? Kan dia yang gak lihat-lihat," ucapnya ketus.

"Jangan gitu lah, Al. Lo cuek jangan dengan semua orang dong. Masa sama si cantik ini Lo cuekan juga, bisa gak dapat jodoh Lo," ujar laki-laki di sebelah. Sedangkan laki-laki yang disebut Al itu hanya terdiam.

"Eh, kita jangan kelamaan di sini, nanti ada pengendara lain yang terdzalimi lagi," ujar perempuan berambut pirang.

"Iya, yuk bantuin Yana kumpulin ikan asinnya," seru laki-laki selain Al.

"Eh, Mbak, Mas, jangan!"

"Kenapa?"

"Emang Mbak dan Mas mau tangannya bau ikan asin?" Tanya Yana.

"Nggak masalah Yana, ntar kita bisa cuci tangan di masjid," sahut perempuan berhijab. Ia melirik masjid yang tidak jauh dari mereka.

Yana mengangguk. "Tapi Yana tidak ingin merepotkan. Kalian ke sini karena tugas malah terhalang Yana," ujarnya.

Aliana (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang