5. Welcome to Jakarta, Yana!

10 0 0
                                    

Yana tiba di Jakarta menjelang siang hari. Yana turun dari bis di terminal. Ia melihat sekeliling dan kebingungan. Ternyata kita ini terlalu besar untuk ia bisa mengenal seseorang. Ia sempat berpikir bahwa Jakarta tidak seluas dan seramai ini, sehingga ia bisa bertemu dengan Ali dan teman-temannya.

Yana takjub melihat gedung-gedung tinggi pencakar langit. Lebih tinggi dari gedung-gedung di Bandung. Yana terus berjalan menjauh dari terminal sehingga terhenti oleh dua orang laki-laki berambut ikal menghalangi jalannya. Kedua orang itu tersenyum sinis padanya.

"Halo, cantik," sapa salah seorang dari mereka.

Yana mulai khawatir mendengar sapaan yang kurang sopan itu. Ia mundur menjauh dari mereka, tapi mereka semakin mendekat. Ia melihat sekeliling yang sibuk dengan aktivitas masing-masing tanpa meliriknya. Di mana rasa saling tolong menolong orang-orang ini?

"Pendatang baru ya, Dek?" Tebakan mereka tidak salah.

Yana terdiam dengan tatapan gelisah.

"Bisa buat mainan malam nih," ucap salah seorang dari mereka dengan seringai licik.

"Jaga ucapan kalian!" Dengan penuh keberanian Yana menegur ucapan kurang ajar tersebut.

Kedua laki-laki itu saling tersenyum. Mungkin takjub dengan keberanian perempuan berhijab sepertinya.

"Ayo ikut kita!"

Ketika salah seorang dari mereka akan meraih tangan Yana, seorang laki-laki berjas melindunginya di balik tubuh kekar laki-laki itu.

"Jangan ganggu dia, atau kalian tidak kubiarkan hidup dengan tenang!" Ancaman laki-laki itu memberikan efek besar untuk dua orang laki-laki yang menggoda Yana sehingga mereka bergegas pergi.

Yana takjub dengan ancaman yang diberikan laki-laki ini sehingga membuat preman tadi ketakutan, tapi siapa gerangan orang yang telah menolongnya ini?

Laki-laki itu berbalik menghadap Yana dan tersenyum lembut kepadanya. Yang bisa Yana lakukan adalah membalas senyuman itu.

"Kamu Raissa Uyaina Ar-Razka?" Tanya laki-laki itu.

Yana tertegun. Bagaimana ada orang yang tidak dikenal mengetahui nama lengkapnya? Tapi, kalau dilihat-lihat laki-laki ini ada sisi kemiripan dengan Gufran. Jangan-jangan dia adalah adik ayahnya. "Iya, Om."

Laki-laki itu tersenyum lega. "Akhirnya saya bisa menemukan kamu. Maaf saya terlambat sehingga hampir diguna-guna oleh preman sialan itu," ujarnya. "Oh ya, kamu pasti bingung. Saya adik ayah kamu," lanjutnya.

"Om Putra?" Yana memastikan.

Putra mengangguk.

"Alhamdulillah," ucap Yana dan meraih tangan Putra untuk menyalaminya. "Assalamualaikum, Om. Akhirnya Yana gak kebingungan lagi."

"Waalaikum salam," jawab Putra. "Sekarang kita pulang dulu ya, ngobrolnya nanti di rumah aja sama Oma. Pasti Oma udah gak sabar ketemu kamu," ujarnya.

Yana mengangguk dan mengikuti Putra.

***

"Ini pertama kalinya Yana naik mobil bagus, Om," ungkap Yana saat mereka dalam perjalanan.

Putra terkekeh menanggapinya. "Dulu pas bayi juga pernah. Bahkan mobil ayah kamu lebih bagus dari saya."

"Waktu bayi Yana belum sadar diri, Om," sahut Yana dengan hembusan napas.

Putra kembali terkekeh. "Oh ya, kamu kok tau nama saya?"

"Soalnya ayah pernah cerita Yana punya Om bernama Putra dan Oma di Jakarta," jawab Yana.

"Sekilas info ya, dulu kamu paling gak bisa saya tinggalin main sendirian. Ngekor mulu," ujar Putra diakhiri senyuman. Akhirnya ia bisa nostalgia tentang keponakan satu-satunya ini.

Aliana (On Going)Where stories live. Discover now