4. Harus Pergi

6 0 0
                                    

Happy Reading!

Dont forget vote & comment!

_________________

Langit malam yang dipenuhi bintang ini menjadi saksi getaran hati seorang Yana. Bibirnya tersenyum mengingat kejadian tadi siang di masjid pasar. Pertemuan dengan seorang laki-laki yang memiliki pribadi terbalik dengan dirinya. Melalui insiden yang mungkin tidak akan pernah bisa dilupakan selama hidupnya.

Tidak terhitung berapa kali Yana mencoba menepis pikirannya tentang Ali dengan istigfar. Namun, beberapa detik selanjutnya pikiran itu kembali menyapa. Ia menjauh dari jendela sesudah menutupnya. Setelah itu ia melangkah ke kamar mandi untuk berwudhu. 

Apa kita akan bertemu lagi? 

Sesudah melaksanakan shalat sunah witir, kata-kata terakhir yang didengarnya dari Ali kembali menghantui Yana. "Ya Allah, kenapa aku Yana tidak bisa menghilangkan pikiran ini?" gumamnya sambil memijit keningnya.

"Ada apa, Nak?" 

Yana menoleh ke arah suara. "Bunda?" ia berdiri dari tempat shalatnya dan menghampiri Yuna di mulut pintu kamarnya. "Yana gak papa."

"Kalau kamu sakit beritahu Bunda ya," ucap Yuna sambil mengusap pipi putrinya.

"Yana sehat kok, Bun. Yana hanya bingung."

"Bingung kenapa?" tanya Yuna.

"Tadi Yana kan sempat kenalan sama yang nabrak Yana. Sekarang Yana malah tidak bisa melupakan Mas Ali yang memberi uang ke Yana. Kira-kira itu kenapa ya, Bun?" curhat Yana karena ini kali pertama ia merasakan hal ini. 

Yuna terkekeh mendengar curhatan Yana dan menarik anaknya itu ke sisi tempat tidur. "Kamu jatuh cinta, Yan."

Yana mengerutkan keningnya saat mendengar penyimpulan Yuna. "Yana jatuh cinta sama Mas Ali?"

Yuna mengangguk. "Ternyata anak Bunda sudah besar ya," ia tersenyum dan mengusap puncak kepala Yana. Sedangkan anaknya itu masih terlihat bingung dengan apa yang dikatakannya. "Sayang, cinta itu fitrah manusia. Perasaan suka secara berlebihan kepada lawan jenis. Perasaan itu akan membuat kamu cemburu jika orang yang sukai bersama perempuan lain. Tugas manusia ketika dianugerahkan perasaan itu adalah menjaga. Menjaga dalam kesucian cinta. Kamu harus bisa mengendalikan perasaan itu agar tidak tergelincir kepada kemaksiatan," jelasnya.

Yana mengangguk. "Terima kasih, Bunda. Sekarang baru Yana bisa memahaminya."

Yuna tersenyum.

***

Seminggu kemudian...

Yana sangat gelisah mengingat besok adalah hari kebahagiaan Zaky dan penderitaan baginya. Dalam seminggu ini ia dan orang tuanya tidak menemukan jalan keluar.

"Yana," suara Gufran membuat Yana menoleh.

"Loh, bukannya Ayah pergi melaut?" tanya Yana heran karena tadi ia yang mengantarkan Gufran ke pantai dan sekarang ada di sini.

Alih-alih menjawab, Gufran mengambil posisi di samping Yana dan mengusap puncak kepala putrinya yang terbalut hijab. "Ayah punya solusi untuk masalah ini."

Yana berbinar dan tersenyum sumringah. "Apa, Yah?"

Gufran menghembuskan nafasnya yang terasa berat. Matanya juga mulai berkaca-kaca karena bingung harus bahagia atau bersedih. 

Tanpa sepengetahuan Yana, Yuna juga ikut mendengarkan obrolan mereka di balik pintu. Ia yang telah mengetahui rencana suaminya juga terlihat sedih.

"Tap, kenapa Ayah sedih?" Yana yang mulai menyadari kesedihan Gufran menjadi bingung. "Bukannya solusi ini akan membuat kita bahagia?"

Aliana (On Going)Where stories live. Discover now