7. Sosok Yang Dirindukan

5 0 0
                                    

Happy Reading!

Jangan lupa vote dan komentar ya!

_____________________

seusai kelas, seseorang menghampiri meja Yana. Yana mengangkat kepalanya dan melihat seorang gadis berkerudung hijau tersenyum kepadanya. Tanpa berfikir ia membalas senyuman itu.

"Nama kamu Yana?" Tanya gadis itu dan Yana mengangguk.

"Kenalin, aku Aisyah dan dua orang temanku Yuza dan Mika. Kita mau mengajak kamu gabung sama pertemanan kita. Bagaimana?" Gadis yang diketahui bernama Aisyah itu mengulurkan tangannya sambil menunjuk dua orang temannya yang tidak jauh dari mereka.

Yana tersenyum dan menyambut uluran itu dengan hangat. "Senang bisa berteman dengan kalian," ujarnya.

"Alhamdulillah," ucap ketiga circle itu hampir bersamaan.

"Yana, ikut kita ke kantin yuk!" Kata Yuza.

"Iya, Yana. Nanti di sana kita bisa ngobrol sambil makan," timpal Mika dengan wajah cerianya.

"Makan mulu yang dipikirin," sahut Aisyah dan Mika hanya terkekeh.

Yana mengangguk. "Bentar aku beresin buku dulu." Ia memang harus mengubah cara bicaranya yang langsung menyebutkan nama sejak kecil dengan 'aku'. Rasanya tidak semua orang punya hak untuk mengetahui namanya. Lagi-lagi perkataan Lianda terbukti. Ia bisa mendapatkan teman dalam waktu singkat. Selesai membereskan buku, ia ikut bersama teman barunya menuju kantin yang belum ia ketahui letaknya.

***

Suasana di kantin lumayan ramai. Yana, Aisyah, Mika dan Yuza mengambil meja yang masih tersisa di pojok kantin dan mereka memesan menu yang sama.

"Yana pindahan dari mana?" Tanya Aisyah memulai percakapan.

"Aku asli Jakarta, tapi menetap di Bandung sejak umur tiga tahun," sahut Yana.

"Jadi, kamu kelahiran Jakarta?" Yana mengiakan pertanyaan Yuza.

"Kenapa pindah ke Bandung?" Tanya Mika yang mulai terkepo.

"Ada sebuah insiden yang belum bisa aku ceritakan yang menyebabkan kami harus pindah, sehingga meninggalkan Oma dan pamanku di sini," jelas Yana sekilas karena ia belum berani menceritakan detail kisahnya pada orang baru.

Mika dan yang lainnya mangut-mangut mencoba menerima jawaban Yana yang masih privasi. Sebelum obrolan berlangsung pesanan mereka sampai di atas meja. 

"Terima kasih, Mang," ucap Aisyah pada pengantar pesanan.

"Oh ya, kenapa kamu tidak kuliah di Bandung? Kan kampus di sana juga tidak kalah keren," tanya Yuza penasaran.

"Di Bandung kami hidup dalam kekurangan dan untuk sekolah orang tuaku harus berhutang pada juragan roti yang memiliki anak laki-laki yang tidak jauh umurnya di atas kita. Lalu, tanpa disadari hutang itu semakin banyak dengan bunganya sehingga sulit untuk melunasinya. Setelah juragan roti itu meninggal, usahanya dilanjutkan oleh putranya dan untuk pelunasan hutang dia memberikan tempo sebulan. Jika tidak mampu, maka aku harus menikah dengannya," cerita Yana panjang lebar.

"Terus kamu mau nikah sama dia?" Tanya Mika antusias.

Yana menggeleng. "Iya sih dia tampan. Tapi, sikap dia kepada orang lain itu sangat tidak terpuji." ketiga temannya mengangguk paham.

"Mending menikah dengan si buruk rupa yang baik akhlaknya kalau gitu," ujar Aisyah.

"Memang kamu beneran mau sama si buruk rupa?" Tanya Yuza.

Aliana (On Going)Where stories live. Discover now