Chapter 3

71 6 0
                                    

Happy Reading.


Malam ini, Rafael tengah belajar dimeja belajarnya. Papanya pulang, entah untuk apa. Jadi, ia harus belajar sebelum papanya datang untuk menyuruhnya. Jika papanya ada dirumah, Rafael diharuskan belajar sampai tengah malam. Jam 11 malam baru lah dia boleh untuk istirahat. Selalu dituntut untuk menjadi pintar, jika nilainya turun, maka pasti Rafael akan diberikan hukuman.

Dia juga selalu disalahkan atas kematian mama dan adiknya. Papanya akan selalu mengungkit kejadian itu. Rafael memiliki trauma kehilangan, dia berusaha untuk tidak mengingat-ingat kejadian kelam itu, tapi papanya selalu saja membuatnya ingat dengan cara terus menyalahkannya.

Brak

Tiba-tiba pintu kamar Rafael dibuka secara kasar. Arka, pria paruh baya itu berdiri di ambang pintu dengan muka seperti menahan amarah.

Rafael sedikit terlonjak kaget dan kemudian bangkit dari duduknya untuk mengahampiri papanya. "Ada apa Pah?" Tanya Rafael.

Plak

Arka langsung menampar pipi Rafael dengan sekuat tenaga. Wajahnya sampai menoleh kesamping. Rasa panas langsung menjalar di pipi bagian kanannya. Sudut bibir cowok itu langsung robek karena saking kerasnya.

"KAMU BUAT MASALAH APA LAGI? HAH?!" Bentak Arka langsung.

Rafael yang bingung pun hanya menaikkan sebelah alisnya seolah bertanya.

"KAMU MENGHAJAR TEMAN SEANGKATANMU KAN?!"

"Tadi Guru BK kamu telfon papa! Dia bilang kamu menghajarnya habis-habisan sampai dia tak berdaya!" Lanjut Arka.

Rafael mengangguk, untuk masalah tadi ia tidak akan takut, walaupun papanya akan memberikannya hukuman. Karena untuk membela Mora, ia akan melakukan apapun.

"MAKSUD KAMU APA MENGHAJAR DIA?! KAMU SUDAH MEMBUAT ULAH DAN MENYEBABKAN SAYA JADI MALU RAFAEL!" Bentak Arka lagi.

"Papa mau hukum aku kan? Silahkan, hukum aku sepuas papa," ucap Rafael mempersilahkan.

Emosi Arka langsung memuncak, dia mendorong Rafael hingga tersungkur dilantai. Kemudian, ia mulai melepas ikat pinggangnya, dan bersiap untuk mencabuk Rafael menggunakan itu.

"Ini hukuman buat kamu!"

Satu-persatu cambukan mulai dilayangkan kepunggung Rafael dengan sangat kuat. Arka mencambuknya dengan sekuat tenaga.

Rafael memejamkan matanya sambil menggigit bibir bawahnya menahan rasa sakit dan perih yang menjalar dipunggungnya. Ia tidak meringis, sebisa mungkin ia menahan ringisan itu agar tidak keluar.

Jika tidak mencambuk, Arka pasti akan menghajar Rafael. Dia selalu melampiaskan emosinya pada cowok itu. Dan Rafael hanya bisa pasrah, ia tidak mungkin akan melawan papanya.

Setelah puas mencabuki anaknya, Arka kembali memberikan Rafael peringatan agar tidak membuat masalah.

"Sekali lagi kamu membuat ulah, papa akan memberikan hukuman yang lebih dari ini!" Ucapnya dengan penuh penekanan.

"Sekarang kamu berdiri, pergi kemeja belajarmu dan lanjut belajar! Jangan berhenti sebelum pukul 11 malam!" Perintah Arka.

Kemudian ia pergi dari kamar anak sulungnya dengan menutup pintu secara kasar.

Rafael mengusap sudut bibirnya yang mengeluarkan darah menggunakan tangannya dan perlahan mulai bangkit, ia meringis pelan merasakan perih di punggungnya. Ingin mengobatinya terlebih dulu, tapi ia tidak bisa menjangkaunya. Biasanya ia akan memanggil Mora, tapi ini sudah malam, dan Rafael tidak ingin selalu merepotkan gadis itu. Dia masih bisa menahannya.

RAFAEL (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang