Bersandar Di Tiang Saka Langgar ...

6 0 0
                                    

"Assalamu'alalkum .. Jangan lupa pak Dosen rapat warga ya ba'da Isya' di langgar hijau .. Saya ngundang juga Kyai Jalal sudah tiba dari Yogyakarta, Pak Nurdin yang kemarin baru sampai langsung dari Bandung, dan undangan lain ...dari Amien." Begitu pesan WA terkirim baru saja saya baca, tak lama setelah kami sekeluarga selesai santap buka puasa hari terakhir, karena sudah terdengar takbiran di televisi, setelah pengumuman dari kementrian agama dan ormas-ormas Islam sepakat jika esok jatuh hilal di atas ufuk melebihi tiga derajat.

"Baik Insya Allah sebentar lagi saya kesana kanjeng Adipati Kradenan ..." Jawab saya singkat sambil becandain sahabat kecil saya ini, yang sekarang menjadi tokoh masyarakat, sekalipun tidak pernah mau didorong untuk menjadi kepala desa, maupun kepala camat ini.

Kurang lebih satu jam kemudian terdengar suara keponakan dari rauang keluarga, "Pak de Somad .. ditimbali, sampun dienteni kalih pak Amien teng langgar padose .." kata keponakanku dengan bahasa Jawa halus yang memang telah dilatih oleh kedua orang tuanya sejak kecil.

"Enggih matur suwun, pak de bade mriko sekedap malih nggih .." Jawab saya lagi kearah ponakanku dan seorang anak muda yang sepertinya suruhan Adipati Kradenan ini.

"Bade pundi toh pak dosen .. ?" Tanya ibu-ibu depan rumah yang sedang menikmati suara takbiran di teras rumah masing-masing. Nampak tak terlihat suasana gelisah bagaimana esok akan mempersiapkan pakaian serba baru, sepatu-sendal baru, sarung-mukena baru, atau kue-makanan yang akan dihidangkan untuk esok hari.

Yang ada adalah pemandangan hilir mudik anak mudanya mengantarkan tentengan beras untuk diserahkan ke langgar, masjid, madrasah, sekolah, rumah pak Kyai-bu Nyai sebagai bentuk pemberian zakat fithrah.

Sementara sebagian lainnya sedang memasukkan rengginang, kacang-jagung goreng, ke toples, sebagian lainnya sedang marut kelapa dan membungkus lontong atau ketupat, untuk merayakan hari kemenangan atau idul fithri setelah satu bulan penuh berpuasa, dengan sanak saudara dan handai tolan.

"Enggih .. niki bade musyawarah teng langgar, terose wonten rapat nopo iki .. monggo sedoyo .." Jawab saya setengah basa-basi.

Tak lama kemudian pun saya sampai ke lokasi langgar sambil menenteng kue makanan yang sengaja saya bawa untuk sahabat-sahabat lama dan tetangga, serta hadirin rapat di malam lebaran itu. Ternyata hadirin yang hadir sudah cukup banyak, tapi karena rapat baru saja dimulai, sang Adipati Kradenan itu terlihat melambaikan tangan kanannya kearahku, sambil sempat mengucap selamat datang dengan menyebut namaku lewat mikrofon, membuat saya agak tersanjung dengan kedua kaki ini yang berjalan agak melayang.

Setelah saya mencari posisi untuk duduk di tiang saka langgar untuk bersender, seperti dahulu saya mengaji juz 'amma dan al-Quran sekian tahun lamanya, setelah hampir seperempat abad berarti .. iya dua puluh lima tahun lamanya.

Setelah memberi sebungkus kantong kresek kue oleh-oleh untuk hidangan rapat malam lebaran itu, akhirnya saya bisa selonjoran di atas lantai ubin lama, dengan sarungan dan baju koko tapi kali ini tanpa peci, karena udara agak panas karena sedang kemarau.

"Jadi bapak-bapak tanpa ibu-ibu ini .. mungkin ini entah sudah rapat yang kesekian kali, saya saja sudah lupa dan tidak mau menghitung sudah berapa kali ini dilakukan .." Papar Amien, teman kecilku yang paling betah menetap di dusun kami ini, terlihat rambutnya sudah ditumbuhi rambut uban berwarna putih, dibalik peci hitamnya yang sudah agak memerah, pertanda sudah lama ia gunakan, dan pastinya sering kena sinar matahari.

"Nah ini karena kebetulan saya dan kita juga mengundang warga perantauan yang dulunya lahir dan besar di kampung ini, serta dulunya mengaji dan shalat di langgar ini selama bertahun-tahun, yang juga sahabat saya yang tak mungkin saya lupakan, karena mereka-mereka ini lah yang dulu meramaikan langgar ini .. yang kemudian diteruskan oleh adik-adik kami semua, hingga sekarang dan entah sudah berapa generasi telah berganti .. tapi mereka sudah bekerja dan sibuk dengan pekerjaannya, ada yang di Jakarta, Yogyakarta, Bandung, dan kota-kota lain .. mohon kiranya dapat memberikan saran, tapi menurut saya sih' kalau saran sudah cukup banyak ya bapak-bapak yang terhormat .. tapi yang sangat mendesak itu adalah dana ya dana ini .. " Jelas Amien dengan bawaan yang tak berubah dari dulu, apalagi didampingi oleh Bahtiar teman kami yang dulu suka bikin ulah ini sebagai moderator dan ketua panitia ini. Hingga sebagian hadirin pun senang dan terkekeh-kekeh oleh bahasanya dan ungkapannya yang lugu tapi ngena itu. Saya pun ikut manggut-manggut dan mesem-mesem saja di pinggiran langgar sambil sandaran ke tiang langgar. Beberapa minggu lalu Adipati Kradenan kita ini telah mengirimi saya proposal, yang juga ditujukan pula pada beberapa teman lainnya yang sekarang sudah sukses.

Cinta Seorang Santri Di Negeri OrangWhere stories live. Discover now