5/5

820 84 98
                                    

Dua bulan setelah Asmara dan Hanan datang.

Joanna tampak sedang tidak enak badan, namun dia memaksakan diri untuk datang ke apartemen Mega. Karena pacarnya memang tinggal di sana setelah diusir oleh orang tuanya.

Ceklek...

Joanna baru saja membuka pintu unit apartemen Mega. Sebab dia memang sudah tahu sandinya. Sehingga dia bisa bebas keluar masuk karena Jeffrey memang hampir 24jam di sana. Mengingat dia sudah tidak memiliki kantor sekarang.

"Jeffrey di mana?"

Tanya Joanna pada Kalandra. Asisten Jeffrey yang memang sering membuat dirinya cemburu akhir-akhir ini. Sebab dia baru saja putus dengan pacarnya karena uang tabungan yang seharusnya untuk menikah justru dipakai untuk memodali Jeffrey yang sudah tidak memiliki apa-apa lagi.

"Di kamar mandi. Sakit perut karena makanan yang kamu kirim tadi, mungkin."

Joanna langsung menuju kamar Jeffrey. Mengabaikan ucapan Kalandra tadi. Sebab dia lupa mengingatkan jika makan siang yang dikirim tadi memang pedas sekali.

"Sayang---"

Panggil Joanna pada Jeffrey yang baru saja keluar dari kamar mandi. Sembari memegangi perut dan menatapnya dengan senyum manis.

"Tumben tidak lembur lagi."

"Kerjaanku sudah ada yang handle malam ini. Kamu sakit perut gara-gara makan siang yang kukirim tadi? Maaf, ya? Aku lupa kalau kamu---"

"Tidak, Sayang. Bagaimana hari ini? Ada masalah lagi?"

Jeffrey langsung memeluk Joanna. Mengecup pucuk kepalanya. Sebab di kantor, Joanna memang sering mendapat masalah. Sering dapat amukan dan mengadu pada dirinya.

"Tidak ada. I did great today!!!"

Jeffrey tersenyum bangga. Lalu melepas pelukan. Setelah merasakan suhu badan si wanita.

"Kamu sakit, ya? Badanmu hangat!"

Jeffrey langsung menempelkan punggung tangan pada leher dan dahi Joanna. Lalu membawanya duduk di tepi ranjang. Sebab dia ingin mengambil termometer yang ada di kotak obat.

"Kal, kotak obat tadi mana, ya? Ada termometer, kan?"

"Tidak ada. Mungkin diambil Mega."

Joanna menatap punggung Jeffrey yang masih berdiri di pintu kamar. Berbicara dengan kelandra di sana. Membuat hatinya sedikit terusik sekarang. Apalagi setelah melihat jarak ranjang dan tempat kerja Jeffrey yang ada di ruang tengah cukup dekat.

"Kalau paracetamol, ada? Joanna demam."

"Sebentar, aku carikan."

Jeffrey baru saja akan melangkah keluar kamar. Namun Joanna langsung menahannya. Dengan cara memeluk tubuhnya dari belakang. Membuat Kalandra yang ingin meraih kotak obat di atas rak langsung menjeda kegiatan.

"Aku tidak butuh obat. Aku hanya butuh kamu. Temani aku tidur."

Jeffrey langsung tersenyum senang. Apalagi setelah merasakan usapan jari lentik di perutnya. Membuat bulu kuduknya mulai meremang.

"Ti---dak usah cari, Kal. Kamu bisa pulang sekarang. Kerjaan hari ini lanjutkan besok saja."

Tanpa menunggu jawaban asistennya, Jeffrey langsung menutup pintu kamar. Menguncinya juga. Seolah tidak ingin diganggu oleh Kalandra yang kini mulai mengeraskan rahang. Sebab dia memang sudah menaruh rasa.

Pada Jeffrey yang sangat sempurna di matanya. Karena tidak temperamental seperti mantan pacarnya. Tidak pernah membentak Joanna apalagi dirinya meski di saat tertekan. Serta, masih banyak hal lain yang membuatnya sering merasa iri pada Joanna.

"Aku ambilkan punya Mega sebentar---"

"Jangan! Tidak usah! Jangan keluar kamar!"

Larang Joanna setelah Jeffrey merogoh laci yang ada di samping ranjang. Sebab dia tidak mau pacarnya kembali bertemu Kalandra. Dalam keadaan bibir basah, kemeja sudah tanggal dan resleting celana yang sudah setengah terbuka.

Jeffrey yang mendengar itu jelas kegirangan. Apalagi tangan lentik pacarnya sudah kembali menangkup wajahnya. Guna melanjutkan ciuman panas yang sempat terlepas.

Sedangkan di luar, Kalandra tampak marah karena mendengar suara erangan wanita. Apalagi kalau bukan Joanna pelakunya. Dia sengaja mengeraskan suara agar terdengar oleh dirinya. Agar dia tahu tempat dan posisinya di mana.

Bajingan!

Umpat Kalandra sebelum pergi. Dengan wajah merah padam karena menahan marah dan sakit hati. Karena dia benar-benar menyukai Jeffrey. Tidak peduli jika dia sekarang miskin.

Satu jam kemudian.

Jeffrey menatap punggung polos wanita di depannya. Saat ini dia sedang memainkan ponsel sembari memunggungi dirinya. Di bawah selimut tebal sebab dia malas bangun setelah bercinta.

"Ada apa?"

Tanya Jeffrey setelah keluar dari kamar mandi. Dia jelas penasaran sekali. Sebab Joanna jarang serius dalam mengirim pesan ke orang lain. Karena biasanya, dia akan langsung menelepon orang ini.

"Biasa, urusan kantor. Aku mandi nanti, ya? Masih malas."

Joanna langsung membalikkan badan. Meletakkan ponsel di atas nakas. Lalu menatap Jeffrey yang sudah berganti pakaian di depannya. Tanpa merasa malu karena sudah biasa.

"Iya, tidak apa-apa. Tapi aku tidur di sofa, ya? Aku sudah bersih soalnya. Tadi aku keluar banyak. Bercecer---"

"Lalu apa gunanya aku menginap kalau tidak tidur satu ranjang!?"

Jeffrey terkekeh pelan. Dia menatap Joanna yang sudah turun dari ranjang. Lalu menuju kamar mandi guna bersih-bersih badan.

"Pakai air hangat! Jangan lama-lama! Aku ganti sprei sebentar!"

Jeffrey langsung bergegas membersihkan kamar. Tidak hanya mengganti sprei saja. Namun menyingkirkan tisu bekas yang berserakan di lantai kamar. Serta, menyemprot pengharum ruangan juga.

Setelah mandi, Jeffrey dan Joanna langsung rebahan di atas ranjang. Saling memeluk juga. Karena mereka memang sudah sama-sama makan. Jeffrey dengan Kalandra dan Joanna dengan Jordan.

"Bagaimana pertemuan tadi? Lancar?"

Pertanyaan Jeffrey membuat Joanna kesal. Sebab dia tidak melihat raut cemburu pacarnya. Sebaliknya, Jeffrey justru tampak penasaran. Seolah tidak apa-apa jika dia menikah dengan pria selain dirinya.

"Pria lain pasti akan marah jika tahu pacarnya bertemu pria lain yang akan dijodohkan dengannya. Tapi kenapa kamu tidak? Kamu ini pacarku atau bukan!?"

Jeffrey terkekeh pelan. Lalu mengecup pipi dan bibir wanitanya. Sebab dia jelas cemburu padanya. Namun berusaha tidak dilihatkan karena tidak ingin Joanna bertambah beban.

"Kalau tidak cinta, kenapa aku buat enak? Kamu lupa apa yang baru saja aku---"

"Stop! Jangan dibahas lagi! Dasar mesum!"

"Tapi kamu suka, kan? Tidak akan ada pria di luar sana yang mau menyembah---"

"Menyembah-menyembah! Memangnya aku berhala!?"

Jeffrey terkekeh semakin kencang. Sebab dia tahu Joanna sedang kesal. Karena merasa dia tidak lagi cinta.

"Maaf karena membuatmu harus menemui dia. Ini semua demi kebaikan kita. Aku tidak mau kamu terus diteror mereka karena---"

"Seharusnya abaikan saja orang tuaku yang gila harta! Tidak perlu memberi makan ego mereka! Jeffrey, sebenarnya ada hal lain yang mengganjal di hatiku. Kalandra, dia sepertinya benar-benar suka kamu. Sayang, tidak bisakah kamu memecat orang itu?"

Jeffrey langsung menjauhkan badan. Menatap Joanna yang sudah berkaca-kaca. Seolah sungguhan serius dengan ucapannya.

Udah mau balik ke masa sekarang?

Tbc...

HISTORY [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang