7/7

678 83 110
                                    


Kembali ke masa sekarang.

Jeffrey baru membuka mata, dia melihat Kalandra yang sudah berada di sampingnya. Menepuk pipinya pelan. Guna membangunkan.

"Pulang, yuk! Sudah pagi!"

Jeffrey menggeliat pelan. Melirik jam tangan dan akhirnya bangkit dari sofa. Lalu menuju kamar mandi terdekat. Guna cuci muka dan berpamitan dengan si pemilik rumah.

"Aku saja yang menyetir. Kamu masih belum sadar, kan?"

Jeffrey terkekeh pelan. Lalu memberikan kunci mobil pada Kalandra. Sebab dia memang masih mengantuk sekarang. Padahal, dia sudah tidur berjam-jam.

Ini masih jam empat pagi, namun Kalandra sudah semangat sekali pulang dari rumah Sheril. Sebab dia tidak ingin Jeffrey bertemu Joanna, apalagi anaknya yang seumuran dengan Kevin.

"Kamu pernah lihat anak Joanna? Dia mirip siapa? Joanna atu Jordan?"

Tanya Jeffrey tiba-tiba. Sebab dia sempat mendengar pembicaraan teman-temannya tentang Joanna yang memiliki anak seumuran dengan anak Sheril dan Ethan.

"Belum. Kalaupun dia mirip kamu, bukan berarti dia anakmu. Bisa jadi karena Joanna merasa bersalah meninggalkanmu, dia jadi kepikiran kamu terus. Jadilah anaknya mirip kamu."

Jawaban Kalandra membuat Jeffrey terkekeh pelan. Sebab jawaban seperti ini jelas tidak masuk akal. Baginya.

"Mana ada!"

"Kamu masih berharap Joanna benar-benar mengandung anakmu?"

Jeffrey diam saja. Dia hanya menatap jendela. Enggan menjawab pertanyaan Kalandra. Karena takut menyakiti hati si wanita.

"Kalau kamu benar-benar penasaran, ayo temui dia! Kalau perlu lakukan tes DNA sekalian!"

"Jangan gila!"

Seru Jeffrey sembari menatap Kalandra. Sebab dia jelas tidak setuju dengan apa yang wanita itu ucapkan. Perang bisa-bisa, jika dia nekat ingin melakukan tes DNA. Setelah dulu meragukan kehamilan Joanna.

"Semuanya sudah berakhir! Lebih baik fokus dengan pernikahan kita!"

Jeffrey mengangguk singkat. Lalu menatap depan. Fokus dengan jalanan yang tampak lenggang. Seperti tidak ada kehidupan.

"Kalau dipikir-pikir, dia tidak mungkin mudah menyerah jika memang sedang hamil anakmu saat itu. Dia pasti akan mendatangi kamu. Bukan justru pindah rumah sakit agar tidak bertemu kamu. Langsung sebar undangan pula setelah satu minggu!"

Lagi-lagi Jeffrey mengangguk saja. Sebab dia jelas masih ingat rasa sakitnya. Rasa sakit saat tahu Joanna hamil anak pria selain dirinya. Langsung menikah pula tanpa ada kata putus di antara mereka.

Jeffrey sadar, jika dia kalah telak kalau dibandingkan dengan Jordan. Karena pria itu jelas lebih baik darinya. Lebih mapan dan dewasa juga.

Tidak heran jika Joanna dan Jordan diam-diam berhubungan. Apalagi orang tua mereka sudah saling kenal. Semakin mudah pula jalan untuk lanjut ke pernikahan.

Jeffrey tiba-tiba tertawa. Membuat Kalandra menatapnya kasihan. Sebab kisah hidup Jeffrey benar-benar menyedihkan. Karena harus mendapat cobaan yang begitu berat.

Kehilangan orang tua, terlilit hutang dan dicampakkan wanita yang telah dipacari selama sepuluh tahunan. Sangat sempurna, bukan? Jeffrey adalah pria tersabar di matanya. Bahkan, Jeffrey tidak marah saat teman-temannya datang ke acara pernikahan Joanna dan Jordan. Sebab hanya dia yang tidak diundang.

Kalandra? Jelas tidak mendapat undangan. Karena dia bukan teman Joanna juga. Bukan kolega atau orang yang berhubungan baik dengannya pula. Sehingga wajar jika dia tidak diundang. Sama seperti Jeffrey yang dianggap tidak lagi penting di hidup Joanna.

"Kenapa aku bodoh sekali, ya? Kenapa aku masih berharap jika dia anakku? Padahal sudah jelas dia bukan anakku! Karena Joanna tidak mungkin diam saja jika anak itu benar-benar anakku!"

"Benar, Joanna bukan orang yang akan berdiam diri jika diganggu. Tahu sendiri dia pernah menggunting strap tasku karena cemburu. Orang seperti itu, tidak akan diam saja saat diragukan seperti itu!"

Jeffrey mengangguk singkat. Dia semakin yakin jika dia tidak bersalah. Karena anak itu memang benar bukan anaknya.

"Kamu tahu sendiri dia langsung sebar undangan satu minggu kemudian. Kata Mega, pernikahannya juga sangat megah. Bajingan! Mereka pasti sudah menyiapkan ini sejak lama. Saat ibunya menuduhmu menghamili anaknya, pasti karena dia belum dibriefing sebelumnya. Mampus! Jadi malu, kan? Buktinya dia langsung mereject panggilan dan memblokir nomormu juga."

Kalandra terus saja berbicara hingga mobil berhenti di depan rumah. Di rumah megah yang mereka bangun bersama. Namun masih terasa sepi karena belum ada anak kecil di dalamnya.

Di tempat lain, Joanna baru saja membuka kamar Malvin. Dia melihat anaknya yang sedang memeluk guling. Kemudian mengecup pipinya berulang kali. Pipi yang akan berlubang mengikuti gerak bibir.

"Mama---"

"Iya, Sayang? Tidur lagi saja. Mama mau buat sarapan."

Malvin kembali memejamkan mata. Karena masih mengantuk sekarang. Sebab semalam dia tidur jam sebelas. Karena main PSP berjam-jam.

Setelah keluar dari kamar Malvin, Joanna langsung ke kamarnya sendiri. Dia melihat Jordan yang akan mandi. Sebab ada rapat jam tujuh nanti. Sehingga dia tidak bisa lanjut tidur lagi. Padahal ini masih jam lima pagi.

"Kamu mau sarapan apa, Mas?"

"Apa saja. Asal kamu yang masak, aku suka. Malvin bagaimana? Aman?"

"Aman. Dia masih tidur."

Jordan mengangguk singkat. Lalu menuju kamar mandi. Sedangkan Joanna mulai menyiapkan baju ganti. Lalu turun guna membuat sarapan untuk si anak dan suami.

Sebab dia memang sudah tidak kerja sejak dinikahi. Sehingga dia bisa memiliki banyak keterampilan saat ini. Bersih-bersih, memasak dan masih banyak yang lain. Sampai dia cukup mahir memasak saat ini. Sehingga si anak dan suami selalu meminta makan masakannya meski sudah ada koki di rumah ini.

"Hari ini masak sarapan apa, Bu?"

"Nasi goreng seafood saja. Nasi yang semalam kuminta sudah ada, kan?"

"Sudah, Bu."

"Bagus, tolong siapkan bumbunya. Untuk Malvin jangan yang pedas. Aku akan membuat kopi dan susu sebentar."

Joanna mulai berkutat dengan pekerjaannya. Sebab memang selalu seperti ini kegiatan sehari-harinya. Menjadi ibu rumah tangga dan melupakan cita-citanya yang ingin menjadi peneliti seperti sebelumnya.

Sebab Jordan melarang dirinya untuk bekerja. Karena dia memang sudah bisa memenuhi kebutuhan rumah tanpa perlu bantuan. Apalagi sudah ada Malvin juga, dia tidak mungkin tega anaknya diasuh orang luar.

Ya. Meski bukan anak kandungnya. Namun Jordan jelas sayang Malvin sungguhan. Meski terkadang agak kesal karena anak ini sangat manja dan tidak rela jika ditinggal ibunya.

Padahal, Jordan juga perlu berduaan dengan istrinya. Seperti semalam. Saat merayakan anniversary yang ke tujuh mereka.

Tbc...

HISTORY [END] Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt