06꒷꒦˖SELAMAT TINGGAL, PUTRI TIDUR

13.7K 1K 437
                                    

Saat ini, kebahagiaan bukanlah yang utama. Namun, yang terpenting adalah bagaimana kita dapat bertahan di bumi yang enggan memberikan ketenangan.

06. SELAMAT TINGGAL, PUTRI TIDUR.

Seolah hidup menjadi manusia yang tidak akan pernah mati. Dermaga menarik pedal gas motornya sesuka hati tanpa memikirkan keselamatannya sendiri. Motor sport biru yang dikendarai oleh laki-laki itu meleset begitu cepat di tengah-tengah kepadatan kendaraan yang berlalu lalang.

Laki-laki bermata sipit itu sudah tidak bisa mendeskripsikan amarah dan perasaannya seperti apa lagi. Dirinya sudah begitu kacau. Dan sialnya, tidak ada seorang pun yang mampu memperbaiki kehancuran tersebut.

Dermaga tidak memerlukan obat. Dermaga hanya membutuhkan kehadiran Senja di dekatnya.

Di tengah-tengah kebisingan puluhan mesin kendaraan, batin Dermaga diam-diam menjerit kuat. Kepalanya di penuhi oleh tanda tanya besar. Mengapa kehilangan Senja rasanya bisa sesakit ini? Mengapa rasanya bisa sekacau ini? Seluruh otot tubuh Dermaga rasanya melemah. Sampai akhirnya, Dermaga memilih untuk berhenti di salah satu halte yang ia temui di tepi jalan.

Laki-laki berseragam SMA itu melamun, bola matanya bergulir menatap banyak kendaraan yang hilir mudik didepannya. Seiring berjalannya waktu, Dermaga seakan tidak bisa mengontrol emosinya lagi. Dermaga kehilangan kendali atas dirinya sendiri. Tiba-tiba ia melayangkan tinjuan kencang pada tiang halte secara membabi buta.

“ARGHHH! SHIT!”

Tinjuan demi tinjuan mendarat pada benda keras tersebut. Kepalan tangan Dermaga pun mulai memerah dan mengeluarkan bercak darah.

“Dermaga! Lo nggak boleh kayak gini, Mag!” Elang tiba-tiba datang menghampiri Dermaga dengan ekspresi yang sulit untuk diartikan. Elang membawa Dermaga untuk duduk dan menenangkan dirinya.

“Lo nggak boleh terlihat kacau,” ujar Elang, sembari menyugar rambutnya kebelakang. “Jangan payah. Jangan biarkan mental lo babak belur.”

“Coba lupain Senja secara perlahan, Mag. Jangan buat diri lo semakin kacau. Jangan memperkeruh keadaan lo, dan jangan memperparah luka di batin lo,” lanjut Elang.

Dermaga membuang napas panjang. Kedua tangannya meremas celananya sendiri yang ia kenakan. “Bagaimana bisa gue lupain Senja El? Sementara dia selalu hadir dalam bayang-bayang gue. Senja ada dimana-mana, dia selalu menatap gue dengan tatapan sabit dan senyum manisnya,” ucap Dermaga. Suaranya bergetar akibat menahan tangisannya. “Ketika gue berada di titik terendah, gue selalu merasa bahwa Senja datang dan memeluk gue. Rasanya masih sama, hangat seperti dulu.”

“Oke, fine, gue ngerti. Tapi, nggak sepantasnya lo larut dalam kesedihan kayak gini, Mag. Lo harus berusaha lupain Senja. Jangan biarkan jiwa lo semakin tenggelam dalam penderitaan.” Elang menepuk sebelah bahu Dermaga sebelum ia memutuskan untuk pergi meninggalkan Dermaga sendirian.

Dermaga juga ingin melupakan semuanya. Melupakan Senja dengan seluruh kenangan yang pernah mereka ukir berdua. Namun, sungguh, rasanya begitu sulit. Dermaga justru merasa kehilangan jati dirinya sendiri. Banyak hal yang Senja bawa pergi dari hidupnya.

Setelah Senja pergi, dunia Dermaga rasanya kosong, dan hampa.

Dₑᵣₘₐgₐ

“Aku lemah, Ma. Aku selalu lemah jika itu menyangkut tentang Senja.”

Setiap waktu Dermaga hanya bisa menangisi kepergian kekasihnya. Pikirannya tak pernah luput dari Senja. Hal yang paling sulit dilakukan oleh Dermaga adalah merelakan Senja. Semua terasa berat. Seringkali Dermaga mencoba. Namun akhirnya, ia selalu kembali terluka.

DERMAGA: Kekasih Dalam IlusiDonde viven las historias. Descúbrelo ahora