09. 💍

1.6K 200 78
                                    

"Kalau begitu Bunda, boleh saya lamaran sekarang?"

"Huh..? sekarang?"

"Iya Bunda, biar cepet."

"Kamu ini.. nikah sudah seperti nahan buang air besar."

"Jadi gimana, Bun?"

Wanita tua itu menggeleng-geleng kepalanya, tangannya juga sambil menyentuh keningnya sendiri dengan raut wajah tidak nyaman.

"Memangnya kamu sendiri sudah siap?"

"Kalo nggak siap saya gabakalan ngajak kali, Bun."

"..Ada benarnya, sih. Yasudah kalau begitu kamu tanyakan saja pada anaknya sendiri."

"Siap, Bunda."

Senyuman lebar lolos dari raut wajahnya, di siang mentarik saat itu—salah satu harinya sang lelaki melamar dara spesialnya. Kejadian yang disaksikan sendiri oleh sang Ibunda, suasanya berubah menjadi memesona.

Dengan begitu, lelaki bermanik biru seperti warna paras laut biru itu berdiri tegak berjalan mengarah ke pujaan hatinya yang selalu ia pendam—[Name]; gadis yang menurutnya bawel, lucu, gemas, cantik, manis, dan lainnya.

[Name] yang ditujukan itu masih duduk di atas bangku panjang berwarna putih, dan menaruh bunga yang daritadi ia genggam di sebelahnya. Matanya tertuju pada Ice yang mengarah padanya.

Manik mereka bertemu satu sama lain, ketika Ice berjalan menatap ke arahnya sambil tersenyum tulus. Lalu lelaki itu mendekatinya, tangannya meraih sesuatu dari sakunya langsung. Tibalah saat ia menekukkan lututnya di hadapan sang dara yang terkesima.

Sebuah cincin indah menawan muncul di hadapannya, di siggah mutiara mungil mengkilap. Jika di lihat lihat, cincin itu seperti barang mewah, bahkan tak sebentar gadis itu menatap lama sang manik.

Mulailah laki laki itu memenjamkan matanya sebentar, lalu membukanya lagi. Dengan posisi berlutut di hadapan sang calon yang sedang duduk, ia persembahkan sesuatu kepadanya; lamaran.

"[Fullname], darl. Will u be my wife?"

Benar, langsung saja tak pakai basa basi.

Senyum bahagia terpampang di wajah sang perempuan tersebut, tangannya menutup mulutnya dengan reflek. Rasanya ingin menahan tangis, wajah kemerah-merahan sudah ada di kedua kubuk pipinya. Tak lama, bukalah tuturan kepadanya.

"Iyaa, aku mauu, Om Ice!!"

Tak ada rasa canggung, ataupun malu. Wanita itu langsung saja menerimanya dengan senang hati tiada beban di dalamnya.

Tangan milik si lelaki itupun meraih sang cincin kecil, lalu juga meraih tangan milik sang bidadari di hadapannya. Terlihatlah dirinya sedang memasangkan benda mini yang mengkilap tersebut di jari manis mungil milik si gadis sembari tersenyum pekat.

Setelah dipasangkan sebuah manik kecil di jarinya, sang gadis langsung saja mengubah posisinya memeluk si lelaki dengan erat. Kini mereka sama sama berpelukan dengan lutut yang tertekuk.

Baru kali ini, pelukannya terasa hangat. Iya, pertama kalinya mereka berpelukan juga. Sekalinya bertemu, malah lamaran. Ga main emang Ice gimmicnya.

Tak ada yang tahu, seerat apa pelukan si gadis saat itu. Bahkan Ice hampir sesak nafas dipeluknya, tapi tidak apa. Yang penting bahagia.

Wanita tua yang menyaksikan itu secara langsung juga turut tersenyum pilu di hadapannya, walau hatinya masih belum sepenuhnya rela membebaskan anaknya begitu saja. Tapi ya, ia tahu suatu saat akan datang fenomena yang di depan matanya ini.

Tapi, melihat anaknya sendiri dilamar, rasanya nyes saja gitu. Apalagi menerimanya dengan wajah bahagia, beda dengan sehari-harinya yang tidak bersama seseorang.

virtual. ✓Where stories live. Discover now