Dari yang masih sayang

3 0 0
                                    

Sekalipun banyak orang yang bilang kalau suara gue enak, ketika ditanya apa yang gue impikan tiga atau lima taun ke depan, jawabannya bukan, gue pengen jadi penyanyi terkenal yang bisa nyanyi dan bawain lagu-lagu indie kesukaan gue dari panggung ke panggung.

Tapi,

Gue pengen punya keluarga, gue mau, tiga atau lima tahun ke depan, gue udah punya seseorang yang tinggal di rumah bersama gue, gue mau—setiap pulang kerja, dengan badan capek dan energinya yang tersisa sedikit, gue bisa menemukan dia, atau bahkan, gue bisa menemukan anak kecil yang lucu—yang udah menantikan gue dengan regekannya.

Memang nggak jarang kok gue iri sama orang-orang yang punya keluarga lengkap, yang bisa berkumpul di hari tertentu, seperti hari-hari peringatan besar, dan yaa...ada saat di mana gue tau, diri gue terlihat sangat menyedihkan, terlebih ketika gue dulu masih kecil, ketika banyak orang menantikan hari-hari tertentu itu, gue malah enggak sama sekali, lagi pula apa yang bisa gue harapkan?

Gue dulu emang tinggal di panti asuhan dengan banyak orang, tapi tetep aja kosong, tetep aja keramaian di sana nggak bisa membuat gue merasa sedikit lebih baik, gue nggak begitu dekat sama ibu panti, gue juga jarang berinteraksi dengan teman-teman gue yang lain, bahkan sampai gue dewasa, nggak ada satu pun yang bisa gue perkenalkan sebagai teman selama gue masih tinggal di sana. Bukannya gue dikucilkan atau dapet perlakuan seperti diskriminasi ya, tapi masalahnya emang di diri gue sendiri, gue sulit menyesuaikan diri, gue nggak asik, gue nggak bisa basa-basi, jadi nggak usah heran kalau mereka pada akhirnya capek, tapi tetep aja ada untungnya buat gue, ketika gue nggak bergantung sama siapa pun di sana, ketika gua nggak terbiasa sama satu orang pun, ketika seangkatan gue keluar dari panti, gue nggak merasa itu menganggu gue, di saat yang lain nangis, berpelukan sama orang-orang terdekat mereka, gue cuma berdiri sambil ngelihat gedung yang gue tinggalin selama tujuh belas tahun, gue cuma bingung setelah itu bakal ke mana, dan gue tau, gue akan membuka lembaran baru di keesokan harinya, dengan kenyataan bahwa gue memang sebatang kara yang harus tetap melanjutkan hidup. Bukannya gue nggak capek, gue capek. Sangat capek, tapi bagian kecil dalam diri gue terus berteriak, kalau saat itu belum saatnya gue berhenti. Kabar baiknya, sampai hari ini gue nggak menyesali pilihan yang udah gue buat pada waktu itu, dan gue harap, di tempat lain, orang tua gue bisa melihat kegigihan gue selama ini, bukan untuk sesuatu yang besar, tapi  hal-hal sesederhana, hal-hal yang mungkin, untuk sebagian orang, justru nggak ada artinya.

Iyaa, bisa dibilang, yang gue perjuangkan itu—sesuatu yang justru untuk sebagian yang lain, nggak punya nilai sama sekali.

Iren pernah bilang,

"Kalau kita bisa ngelihat diri kita sendiri, yang lagi merjuangin sesuatu, tapi sesuatu itu bukan hal besar untuk banyak orang, kayaknya bakal keliatan miris dan malang gitu nggak sih?"

Saat itu, setelah gue mencerna ucapannya, gue hanya melepas tawa, dan membenarkan rambutnya yang berantakan dari samping.

"Mungkin iya."

Mungkin gue akan melihat, kalau diri gue memang semalang itu.

"Kenapa kita harus merjuangin hal-hal yang justru nggak punya nilai sama sekali buat sebagian orang ya, Ndo, kenapa kita seakan-akan memulai bukan dari nol, tapi dibawah nol begini."

Biar gue luruskan, untuk sebagian orang seperti gue dan dia, hidup emang sekeras itu. Sesulit itu rasanya, sampai nggak ada hari di mana kita bisa berhenti menghela napas.

Bahkan gue dan dia ngerasa, kalau hidup kami nggak dimulai dari nol, tapi justru dibawah nol, gue dan dia merasa, nggak lagi berjuang untuk mencapai angka satu atau melewatinya, justru kami sedang bekerja keras untuk mencapai nol itu sendiri.

Kalau kata Anjar sii,

'Tau hidup semelelahkan ini, mending gue ngalah sama sperma yang lain.'

Dia ada benernya ngga si?

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 06, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

LIFE AND PROBLEMSWhere stories live. Discover now