05.

39.8K 3.3K 66
                                    











Dito menyeruput kopinya dengan perasaan sebal. Pagi-pagi sekali, dia mendapatkan telfon dari kampusnya kalau ada seseorang  yang tertarik mensponsori kuliahnya secara pribadi. Dan sponsor itu ingin menemuinya untuk membuat kesepakatan. Dia sudah melompat-lompat gembira pagi itu, tapi apa ini? Orang yang ingin mensponsorinya adalah... Bastion?

"Wajahmu terlihat kesal," katanya, sembari meletakkan cangkir tehnya dimeja.

"Apa yang kau rencanakan? Kau ingin main-main lagi dengan kehidupanku?" Tanya Dito, sembari menyandarkan dirinya dikursi kafe itu. "Hentikanlah. Kau tidak lihat hidupku sudah sekacau apa?"

Bastion tidak bicara, namun ia hanya mengeluarkan sebuah amplop besar dan memberikannya kepada Dito.

"Itu adalah daftar beasiswa yang akan dikeluarkan oleh keluargaku dalam kurun waktu 1-6 bulan kedepan. Kau bisa mempersiapkan persyaratannya mulai dari sekarang. Tapi jika kau merasa sebegitu jijiknya denganku, aku juga memasukkan daftar beasiswa yang akan dikeluarkan oleh perusahaan yang berpartner dengan universitas," kata Bastion.

Dito dengan cepat membuka dan membaca seluruh kertas yang ada disana. Benar, kertas ini semuanya berisi formulir pendaftaran beasiswa... yang mungkin sebenarnya belum disebarkan atau bahkan belum diumumkan... Bastion melakukan hal seperti ini kepadanya? Sungguh?

Saat Dito sibuk membaca-baca kertasnya, dia menemukan sesuatu diakhir map itu. Sebuah kertas yang berbeda dengan lainnya. Itu bukanlah formulir pendaftaran... tapi itu adalah surat perjanjian.

"Apa ini?"

Bastion tersenyum tipis, "Itu adalah kesepakatan kalau kau membutuhkan uang cepat." Dia memcongdongkan tubuhnya sedikit dengan sudut bibir naik, "Kalau kau mau tetap kuliah tanpa susah payah, tanda tangani itu. Aku akan membiayai semuanya."

Dito menggeram, "Aku tidak butuh!"

"Kau butuh." Jawab Bastion.

"Apa?"

"Sampai kapan kau bisa berdiri tegak begitu tanpa bantuan siapapun? Jujurlah padaku, kau juga pasti lelah kan?" Ucapnya. "Aku akan membayar semuanya, kau hanya butuh diam dan melakukan permintaanku. Apa itu sulit?"

Dito menggeram, "Apa yang kau ingin aku lakukan?"

"Mungkin seks akan terdengar permintaan yang keterlaluan ditelingamu, jadi aku akan mengubah permintaanku. Aku hanya butuh kau untuk membantuku masturbasi dan ciuman. Apa sebatas itu bisa?"

"M-masturbasi?"

"Benar. Kau hanya perlu meminjamkanku tangan atau kakimu, atau kalau kau berbaik hati, mulutmu juga agar aku bisa ejakulasi. Kau juga rutin harus menciumku, setelahnya, kau tidak perlu repot memikirkan biaya kuliah. Terdengar menarik bukan?"

"Ke-kenapa kau butuh hal seperti itu?! Kan ada omega! Kenapa kau repot repot meminta hal begitu pada seorang Beta...?!"

Bastion tertawa,

"Kau tidak mau?"

"Buang saja pikiran itu." Dito berkata, seraya menyimpan kembali kertas-kertas itu ditempatnya dan berdiri. "Aku akan ambil cuti satu semester untuk memulihkan keuangan dan mempersiapkan beasiswa, jadi aku tidak butuh kau—"

"Ugh."

Ucapan Dito terpotong saat dia melihat Bastion menjatuhkan kepalanya dimeja. Kopi yang dipesannya jatuh berantakan, membuat semua orang di Kafe itu sontak melihat kearah mereka.

"Apa ini?" Tanya Dito, bingung. Bastion terlihat sangat kesakitan, seluruh tubuhnya gemetar dan urat-urat nadi ditangannya semakin terlihat jelas bersamaan dia jatuh dari kursinya dan berlutut dimeja. Dia tidak terlihat seperti sakit kepala sama sekali ataupun serangan jantung, tapi dia meremas bajunya dengan kuat. Ada apa?

BASTIONWhere stories live. Discover now