Dua Puluh Empat

1.2K 217 43
                                    

Sabaku Gaara tiba dengan perasaaan was-was. Nada suara Temari saat menghubunginya tadi tidak terdengar baik meskipun ibu satu anak itu mencoba untuk tetap terdengar tenang. Kakaknya memberitahu jika Shikamaru, suaminya, dibawa untuk melakukan sidang kedisiplinan di kesatuan militernya dan ia meminta Gaara untuk mencari informasi lebih detail terkait hal tersebut.

Gaara sudah berusaha menghubungi orang-orang yang bisa dimintainya tolong, namun mereka belum memberikan kabar apapun.

“Nee-san!”

Temari menyongsong kedatangan adiknya. “Bagaimana? Kau mendengar sesuatu?” Tuntutnya tak sabar.

Gaara menggeleng. “Tidak ada yang tau pasti mengapa mereka membawa Shikamaru-san. Tapi mereka akan langsung menghubungi kita jika mendapatkan sesuatu.” Dia menepuk pundak kakak perempuannya itu. “Kita tunggu dan berdoa saja, nee-chan.”

Temari menghela nafas dengan berat. “Ya, kau benar. Tapi dimana Kurou?”
“Nii-san sedang mencoba mendatangi langsung kantor pusat.”

Gaara merangkul kakaknya dan membimbing wanita itu duduk kembali ke sofa. Bibir Temari kering dan pucat. Sementara keponakan kecilnya telihat tenang bermain dengan mainan-mainannya di box mainan.

Ini begitu tiba-tiba. Temari merasa kepalanya berputar-putar. “Apa yang sedang terjadi pada kita?”

***

Langit sudah sepenuhnya gelap dan Sakura tetap pada tempatnya. Wanita merah muda itu bahkan tak menoleh barang sedikitpun saat beberapa pelayan memohon agar ia masuk ke dalam.

Sebenarnya Sakura hanya menggertak pada awalnya dan berpikir jika Sasuke akan langsung mengabulkan permohonannya. Bagaimana pun juga lelaki itu mencintainya kan? Sakura berpikir bisa menggunakan itu untuk sedikit melawannya. Tetapi nyatanya lelaki itu menolak dan ia terpaksa melanjutkan aktingnya.

Namun otaknya berpikir sejak tadi tentang apa yang harus dilakukannya agar Sasuke setuju untuk tidak membawa Sasori serta keluarga Sabaku dalam masalah mereka. Dia tak bisa terus-terus seperti ini. Tubuhnya sungguh lelah setelah perjalan panjang itu dan tenggorokannya kering. Bisa-bisa ia pingsan jika terus melakukannya.

Haruskan ia mencoba sekali lagi? Pertaruhan terakhir. Jika pun tak berhasil, tidak masalah, toh sepertinya sebentar lagi ia juga akan terkapar tak sadarkan diri jika terus seperti ini.

Sakura menyentuh kepalanya perlahan. Berpura-pura kepalanya sakit, mengerang tertahan, lalu ia terjatuh dengan natural ke lantai. Matanya terpejam dan mulutnya masih mengerang lemah.

Dia bisa mendengar orang-orang berlari mendekat dan berteriak. Sakura menahan matanya tertutup sampai akhirnya sebuah tangan besar mengangkat tubuhnya.

“Panggil, Tsunade! Cepat!” Uchiha Sasuke berteriak panik.

Sakura membuka matanya. “Tidak, aku tak akan masuk sebelum kau berjanji padaku.” Bisiknya dalam suara lirih yang dibuat-buat. Dia memberontak dalam gendongan Sasuke.

Sasuke mendengus kesal. “Baiklah, aku berjanji. Puas?!” Sentaknya.

Sakura menahan senyum kemenangannya. Ia kembali memejamkan matanya, terlulai, dan berpura-pura pingsan.

“Sakura!”

Hatinya bersorak. Kini ia tak akan bersikap bodoh seperti dulu.

***

Sakura mengerjapkan kelopak matanya beberapa kali. Jelas sekali dia ketiduran setelah tadi berpura-pura pingsan. Tubuhnya benar-benar lelah. Dan sekarang dia sangat haus, tenggorokannya kering serta panas. Dia ingin minum sesuatu yang dingin.

Sasuke yang ternyata tidur menempel padanya ikut menggeliat, terbangun. Dia menyingkirkan helaian rambut Sakura yang menutupi wajah wanita itu. “Ada apa?” Tanyanya pelan. Dia mengantuk. Dan rasanya baru sebentar ia memejamkan mata. Namun meski mengantuk, perasaannya puas sekali karena mendapati Sakura ada di sisinya saat ia membuka mata.

“Air.” Ucap Sakura serak. Emerald itu memerah dan sayu.

Sasuke melepaskan pelukannya dan berguling menjauh. Dia bangun dengan sedikit terhuyung. Lampu di atas nakas ia nyalakan.

Tadi Tsunade sudah mengatakan jika Sakura kelelahan dan kemungkinan akan membutuhkan minum yang cukup saat sadar nanti. Jadi Sasuke sudah menyiapkan minuman madu untuk diminum Sakura.

Dia membantu Sakura bangun dan pelan-pelan memberikan minuman pada wanita itu. Begitu Sakura merasa sudah tidak haus lagi, Sasuke kembali membaringkannya. Setelah memastikan Sakura sudah nyaman di tempat tidurnya, Sasuke mematikan lampu dan ikut berbaring. Kembali memeluk Sakura.

Haruno Sakura tak menolak. Dia bahkan tanpa sadar melingkarkan lengannya pada pinggang Sasuke dan bersandar di dadanya.

“Tidurlah lagi, Saku.” Tangan besar itu mengusap-usap puncak kepala Sakura dengan lembut dan hati-hati. Sesekali ia memberikan kecupan kecil pada dahi Sakura. Dia terus melakukannya sampai terdengar hembusan nafas Sakura yang teratur. Wanita itu sudah tertidur lagi.

Sasuke mengecup Sakura sekali lagi, kemudian merapatkan pelukannya. Hatinya berkata dengan khusyu.
“Tolong biarkan seperti ini selamanya.”

***

Shikamaru akhirnya pulang saat pagi hampir datang di hari berikutnya.
Sidang kedisiplinan itu tak berjalan dengan prosedur yang semestinya. Dia diinterogasi dengan bermacam-macam pertanyaan selama berjam-jam. Berbagai jawaban yang ia berikan tak dipedulikan. Sepertinya para inspektor itu sudah memiliki jawaban sendiri dan ucapan Shikamaru tak berarti apapun.

Setelah intrograsi melelahkan itu, Shikamaru akhirnya diberikan skors selama sebulan dan diberhentikan dari semua kegiatannya saat ini.
“Oh Shikamaru! Aku mencemaskanmu.” Temari langsung memeluk suaminya. “Ada apa sebenarnya? Kenapa mereka membawamu untuk disidang?”

Sebelum masuk ke ruang sidang, Shikamaru memberikan instruksi agar anggota timnya menyelidiki kasus ini. Cukup sulit, dan tidak semua informasi bisa mereka dapatkan. Tetapi ada satu informasi yang mereka berikan padanya dan itu membuatnya lumayan terkejut.

“Sepertinya Uchiha ada dibalik ini semua.”

“Uchiha? Maksudmu Uchiha Sasuke? Bagaimana bisa?”

Shikamaru mengangguk. “Kemungkinan dia dibantu oleh orang dengan posisi yang tinggi, tapi aku tak tau siapa.”

“Tapi kenapa dia ma . . . , oh Tuhan maksudmu Sakura?” Temari menutup mulutnya.

“Ya kupikir ini ada hubungannya dengan Sakura.”

“Berarti dia tau keberadaan Sakura. Kita harus memberitahunya.” Temari panik. Dia meraih ponselnya dan ingin menghubungi wanita merah muda itu, tetapi Shikamaru menahannya.

“Sakura sudah pergi. Uchiha membawanya. Dan Sasori, aku mendengar jika lelaki itu dikirim jauh ke tempat konflik.”

Temari tercekat. “Lalu bagaimana Sakura? Apa tak ada yang bisa kita lakukan?”

“Kita hanya bisa menunggu. Aku bukannya tidak bersimpati pada Sakura, Temari.” Tambahnya saat Temari ingin membantah. “Tapi kita tak bisa membahayakan keluarga untuk orang lain. Uchiha bukan orang yang sanggup kita lawan.”

Apa yang dikatakan suaminya memang benar. Tapi hatinya tetap merasa bersalah.

“Kita sudah cukup menolongnya selama ini. Sakura pasti akan mengerti.”

***

Aku bakalan up sampai chap terakhir yg aku tulis ya sayang (chap terakhir ya, bukan ending, soalnya belom selesai ditulis 😆)

Dan habis itu, mungkin aku bakalan kembali mendiamkan akun ini.

Btw kemaren ada yang ketemu Jaehyun? Kalau ada, I hate u pokoknya 😆😆😆

So, jangan lupa kasih feed back ya soal cerita ini 😘😘

See u 😍😍

Another WorldWhere stories live. Discover now