- sesuatu yang hilang dari Hellena -

5 1 0
                                    

-ᄒᴥᄒ-

Tidak ada yang lebih menyenangkan dari Rosenmontag selain menjadi gila. Arak-arakan yang mensesaki jalan, hujan gula-gula dan cokelat, para penonton yang berteriak tanpa takut kehilangan suaranya, dan semuanya, segalanya, setiap inci pada Rosenmontag adalah kegilaan. Dan kegilaan adalah bagian dari diriku.

Tanpa harus menggunakan kostum heboh seperti yang lainnya, aku sudah sangat menjadi gila. Bahkan, berdesakan di antara ribuan orang tak lagi membuatku pening. Lagi pula mereka juga terlihat bahagia dalam kegilaannya sendiri. Balkon rumah di sudut jalan salah satunya, dipenuhi satu keluarga besar yang berdansa ke kanan-kiri. Salah satu remaja berbadan gemuk bergoyang di tepian jendela, sambil menertawakan-entah apa-yang berhasil menggelitik perutnya. Aku agak khawatir dia akan jatuh ke bawah, ke lautan manusia yang menyaksikan arak-arakan pemain kostum dari berbagai daerah, tetapi ah masa bodoh. Aku harus menikmati kegilaanku sendiri.

Seorang perempuan yang berjarak tak jauh dariku tiba-tiba berteriak, "August pria bodoh! Kau bilang kau mau menikahiku, brengsek!"

Dia memergokiku ketika selesai berteriak, tetapi sama seperti yang lain, dia pun tak peduli dan kembali ke kegilaannya yang sempurna. Sama sepertinya, salah satu kegilaanku adalah memaki sepuasnya. Maka, aku pun mulai memekik, "Adie tolol!"

"Itu terlalu singkat!" perempuan tadi balas memekik ke arahku sambil tertawa mengejek.

Yah, barusan memang terlalu singkat. Aku harus lebih gila.

"Adie tolol! Brengsek! Bajingan! Kenapa kau menerima ciuman wanita itu, sialan!"

Aku nyaris kehabisan napas sehabis menyelesaikan teriakanku, tetapi rasanya tetap melegakan. Dan, oh, kau dengar itu, Adie? Aku meneriakkannya dengan sangat kencang untukmu.

Beberapa orang di sekelilingku mungkin terganggu, tetapi mereka mencoba memaklumi karena hari ini adalah hari kegilaan. Perempuan tadi lagi-lagi menertawaiku, seolah puas melihatku memaki dengan kalimat yang lebih panjang. Kami bertukar tatap untuk sesaat sebelum tiba-tiba seseorang menarik lenganku. Aku tidak sempat menolak dan malah menurut ke manapun tarikan itu membawaku. Toh, tak akan ada yang macam-macam di antara lautan manusia ini, kan? Yah, kecuali laki-laki cabul yang akan diam-diam meremas bokong wanita.

Menorobos para penonton festival ternyata tidak mudah. Berkali-kali aku meringis karena bahuku menghantam kerumunan terlalu keras, siapa sih yang menarikku?! Aku tidak ingin mati terinjak di perayaan Rosenmontag!

Ah, tak melihatnya pun sebenarnya aku tahu.

"Kau mau membawaku ke mana, brengsek?!"

Kami menghabiskan waktu yang cukup lama untuk keluar dari keramaian dan memasuki daerah yang lebih sepi. Masih terdengar hiruk-pikuk Rosenmontag di sini, tetapi tetap tak seramai di jalan utama tempat festival diadakan.

"Ada apa, hah?!" Aku melepas genggaman tangannya segera setelah kami sampai.

"Kau masih marah padaku?"

"Menurutmu?!"

Kuedarkan pandangan ke sembarang arah, ke mana pun asal tidak pada sepasang netra biru langit itu. Laki-laki brengsek yang sayangnya adalah kekasihku.

"Sudah kubilang aku tidak bermaksud membalas ciumannya. Dia memulainya terlalu cepat, aku tidak sempat menolak."

Oh, lihatlah, betapa tidak masuk akalnya penjelasan laki-laki brengsek ini.

"Kau memiliki kesempatan untuk menjauh saat dia memotong dasimu!"

Omong-omong soal memotong dasi, biar kujelaskan dulu. Sebelum dirayakan Rosenmontag, kami merayakan Weiberfastnacht, tradisi yang membolehkan wanita mencium lelaki mana pun. Biar kutegaskan. Mana pun. Dengan syarat harus memotong dasi si lelaki lebih dulu. Lalu, bisa-bisanya Adie diam saja saat dihampiri seorang gadis yang tampak malu-malu saat memotong dasinya, tetapi berubah agresif ketika menempelkan bibirnya pada bibir Adie. Oh, Tuhan! Seharusnya ciuman itu hanya berlangsung di pipi.

luminosityМесто, где живут истории. Откройте их для себя