- is it something or nothing? -

3 0 0
                                    

Menjadi menyenangkan itu tidak lebih baik daripada menjadi menyedihkan, kurasa, ya ... mungkin, menurutku begitu. Aku suka membuat segalanya menjadi rumit, tanpa kusadari. Seperti ... kautahu? Ada hal-hal yang sebenarnya tidak perlu dipikirkan apalagi dipermasalahkan. Contohnya seperti sekarang ini, aku tidak seharusnya termangu sambil memikirkan bagaimana bila aku tidak pernah ada? Bagaimana kalau aku, aku yang sebelum dilahirkan pun tidak ada. Bukan tubuhku, tetapi aku. Apakah aku masih bisa berpikir _bagaimana kalau aku tidak pernah diciptakan?_ tetapi kalau aku berpikir bukankah itu artinya aku ada? Lalu bagaimana kalau aku tidak ada? Lalu-

"Hai, Ce."

Bagus. Bagus sekali, akhirnya ada seseorang yang mau menghampiriku untuk menginterupsi perdebatan kecil di kepala. Namun, sayang sekali, orang itu menarik habis kemampuanku untuk bicara. Sehingga meskipun ingin, yang kulakukan hanya tersenyum tipis.

Sekarang aku bertanya-tanya, apakah aku terlihat sinis? Apakah wajahku terlihat tidak menyukai kedatangannya? Sebab dia tidak lanjut menyuarakan apa pun yang tadi sempat akan ia ucapkan. Dia hanya membisu setelah mengambil alih tempat kosong di sebelahku.

Kami duduk di bangku depan kelas, di antara lalu-lalang siswa. Tanpa sepatah kata pun yang bergabung dengan kebisingan. Aku dibuat penasaran, apakah kebisuan ini membuatnya tak nyaman? Akan tetapi, aku dibuat jauh lebih penasaran dengan alasannya duduk di sampingku. Yah, ini memang tempat duduk umum, dia boleh duduk di mana pun dia mau, tetapi dasar bodoh, aku tetap ingin alasan. Kenapa di sampingku? Dan, oh, bukankah seharusnya ia sudah pulang?

"Nggak pulang?" Dia bertanya dengan nada gugup yang tidak pernah aku dengar sebelumnya. Laki-laki social butterfly sepertinya ... agak aneh melihatnya gugup seperti ini.

Lagi-lagi, meskipun ingin memperpanjang pembicaraan, realitanya yang keluar dari bibirku hanya, "Belum."

"Yas!"

Dia baru saja membuka bibirnya untuk mengatakan sesuatu saat teman kelasnya memanggilnya. Lantas, dia beranjak dari sampingku setelah lambaian tangan ditujukan padanya. Ada sedikit rasa sakit ... bagaimana, yah, aku menjabarkannya? Mungkin sedikit sesak? Saat melihat punggungnya perlahan menjauh. Aku berharap setidaknya dia berpamitan, seperti.... "Duluan ya, Ce." atau aku sebenarnya jauh lebih berharap dia mengajakku pulang bersama atau aku mengharapkan hal yang lebih dari sekadar bertukar suara.

Aku menyukainya. Laki-laki itu, yang baru saja duduk di sampingku, meninggalkan jejak parfumnya di penciumanku.

"Woy!"

Tersentak kaget bukanlah hal yang menyenangkan. Sontak aku menoleh ke si pelaku penghancur wisata masa lalu. Oke, kuakui aku berlebihan.

"Ngeliatin ke arah sana mulu kenapa, sih? Kangen sekolah atau kangen iyas?"

Aku memberengut. "Kok tiba-tiba bahas dia, sih?!"

"Yang lo liatin kan kelasnya dia, kelas kita mah di sana. Make sense gak gue?"

Aku tak membalas ucapannya, karena memang benar.

Sudah sebulan sejak kelulusan, aku tidak pernah mendengar kabarnya, laki-laki itu, maksudku. Sedikit berharap bisa melihatnya hari ini, sekadar bertukar sapa pun tak apa. Sayang sekali, aku baru tahu kalau hari ini bukanlah hari yang dijadwalkan untuknya cap tiga jari. Tak ada alasan untuknya datang ke sekolah ini. Tak ada alasan untukku berlama-lama juga. Yah, mungkin, sedikit lebih lama tak apa. Wisata masa lalu tidak buruk juga.

-ᄒᴥᄒ-

Wisata Pertama

Lorong kelas 12 saat itu sedang agak ramai. Banyak siswa yang sedang menghabiskan waktu istirahatnya di depan kelas masing-masing. Itu sedikit membuatku gugup, meskipun mereka tak akan memperhatikanku, tetap saja rasanya tidak enak harus berjalan melewati mereka.

luminosityOnde histórias criam vida. Descubra agora