Malam dan sapu tangan

62 10 0
                                    

Perempuan itu tidak bisa menahan air matanya, suasana di parkiran sekolahnya yang masih ramai membuat Shera berjalan keluar dengan tergesa, dia benci ada orang lain yang melihat air matanya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Perempuan itu tidak bisa menahan air matanya, suasana di parkiran sekolahnya yang masih ramai membuat Shera berjalan keluar dengan tergesa, dia benci ada orang lain yang melihat air matanya. Dia bukan perempuan cengeng yang sering menangis. Bahkan di depan Keenan pun dia sangat jarang mengeluarkan air matanya. Hidupnya yang rumit dan penuh duri membuat Shera jadi kebal menghadapi hal menyedihkan. Dia sudah pernah ada di fase kehidupan di mana yang bisa dia lakukan setiap hari adalah menangis. Tapi Shera yang sekarang sudah tak secengeng itu, dia hanya menangis saat dirinya sendirian dan ketika bahunya sudah tidak lagi bisa ditegakkan. Jadi sekarang pun dia tak ingin menangis, sambil melangkah menjauhi parkiran Shera mengusap matanya dengan kasar. "Nggak Shera, nggak boleh nangis." Berkali-kali perempuan itu menguatkan dirinya sendiri, berusaha terlihat baik-baik saja sekalipun rasa takut kehilangan menghantui pikirannya.

Jam sudah menunjukkan pukul dua belas malam ketika Shera kini berjalan entah kemana, ia hanya mengikuti langkah kakinya yang ia mau. Namun tanpa disangka, ia kini telah berdiri di depan gerbang rumah nya yang terlihat begitu gelap gulita.

Shera berdecak. "Ngapain gue pulang? gue masih mau jalan, tapi gue udah ngantuk," ucapnya yang tiba-tiba menguap. Matanya kini menjadi sedikit kemerahan sebab menangis terus menerus ditambah dengan rasa kantuk yang besar.

Usai tiba di rumah dan segera masuk ke dalam kamarnya, Shera langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur. Tanpa sadar, air matanya jatuh kembali mengingat kekasihnya mengatakan bahwa mereka hanya sekedar temenan. Walaupun ia tahu Keenan mengatakan hal tersebut dengan rasa keterpaksaan, tapi tetap saja rasa takut kehilangan menghantui pikiran nya.

Pukul setengah satu malam, saat dia tak lagi menangis dan hanya berbaring menatap langit-langit kamar, suara bising di balkon terdengar. Kepala Shera refleks menoleh ke arah balkon yang gelap.

Ting! Ting! Ting!

Suaranya semakin keras, membuat perempuan berambut cokelat itu mau tak mau buru-buru menyingkap selimutnya dan turun dari kasur, Shera mengendap-endap menuju sliding door yang terhubung ke balkon dan mengumpulkan nyali untuk mengintip dari jendela. Kata ayahnya, "kalo ada setan tinggal tendang sambil komat-kamit doa aja, nanti juga ilang." Shera mengangguk yakin, lalu mengintip dari pintu yang tirainya dia buka sedikit.

Ting! Ting! Ting!

Bahu Shera menjengit, suasana gelap di balkonnya membuat Shera tidak bisa melihat apa-apa. Di sana kosong, tak ada perempuan berambut panjang memakai gaun putih atau mayat terbungkus seperti lemper. Semakin penasaran, Shera membuka kunci sliding door, lalu keluar dengan pelan-pelan.

Ting!

"Meong."

Alis Shera naik satu saat mendengar suara yang tak begitu asing bagi dirinya cukup dekat, namun terasa jauh. Waktu dia mendekat ke arah pembatas balkon, Shera baru sadar kalau kucing yang berwarna abu-abu menatapnya dengan heran.

Infinity Lovein Of Shera [Telah Terbit]Where stories live. Discover now