Taman belakang

51 8 0
                                    

Delapan bulan pun berlalu

Йой! Нажаль, це зображення не відповідає нашим правилам. Щоб продовжити публікацію, будь ласка, видаліть його або завантажте інше.

Delapan bulan pun berlalu. Kini, Shera dan Viona sudah memasuki kelas paling akhir di SMA. Setelah menyelesaikan waktu liburan yang panjang, mereka kembali disibukkan dengan pelajaran. Kelas XXI merupakan fase paling sibuk ketika bersekolah. Selain harus mengerjakan tugas, mereka harus mempersiapkan diri untuk mendaftar ke perguruan tinggi bagi yang melanjutkan.

Di kantin SMA 7 Soppeng pada bagian paling ujung sana, ada Shera dan Viona yang tengah menikmati waktu istirahat mereka. Kebersamaan yang begitu hangat membuat murid lain yang melihat terkadang ikut merasa iri.

"Rafa mana, Na? Kok udah nggak sama lo lagi akhir-akhir ini?" tanya Shera kepada Viona yang asyik memakan baksonya. Raut wajah cewek itu langsung berubah ketika Shera bertanya mengenai Rafa.

"Ada masalah. Males gue sama dia," ujar Viona terlihat tidak peduli. Sampai sekarang ini, hubungan keduanya tidak ada kejelasan. Rafa dan Viona juga belum taubat mengencani banyak orang. Keduanya seolah tidak ingin kalah satu sama lain.

"Kalau ada masalah itu diselesaiin baik-baik. Kapan selesainya kalau lo menghindar kayak gini?" timpal Shera menasehati sahabatnya itu.

"Nyari waktu yang tepat, Sher. Kita sama-sama perlu waktu buat sendiri dulu," balas Viona terlihat lesu.

"Kalau gue jadi Rafa, palingan lo udah gue ajak makan bakso. Terus habis itu langsung baikan. Selesai, deh," cerocos Shera yang duduk berhadapan dengan Viona.

"Itu mah emang trik lo kalau gue lagi marah. Dasar kuntilanak," gerutu Viona seraya menyipitkan kedua matanya.

Shera tersenyum kecut. Berbicara dengan Viona memang percuma. Walaupun masih penasaran dengan hidup cewek itu, dia juga harus bisa mengendalikan diri untuk tidak terlalu mengulik kehidupan Viona.

ㅤㅤㅤ ㅤ ㅤㅤㅤㅤㅤ ***

Setelah dari kantin, Shera memilih untuk ke toilet. Perempuan itu berdiri di depan kaca wastafel. Wajahnya yang pucat itu sudah dia basuh dengan air. Sejujurnya, sejak tadi dia ingin segera ke toilet dan memberikan pelembab pada bibirnya yang pucat.

Setelah dirasa cukup, dia pun berjalan keluar dari toilet. Sepanjang perjalanan menuju kelasnya, banyak teriakan dari adik-adik kelasnya yang berusaha untuk menggodanya.

"Nggak tertarik. Hati gue tetap ada Keenan," gumam Shera lalu tertawa kecil.

Enggan berlama-lama di sana, Shera segera lari menjauh. Sungguh, dia sangat malas berurusan dengan para adik kelasnya itu. Namun, di tengah-tengah larinya yang kencang, seseorang menabrak bahunya sehingga membuatnya terjatuh dan membentur lantai dengan keras.

Sebelum Shera berdiri untuk mengoceh, cewek menyebalkan itu langsung pergi menuju ke arah taman belakang. Karena merasa tidak terima dan ingin memarahi perbuatan dari seseorang yang ia tak kenali, dia pun dengan cepat mengejar gadis itu.

Di taman belakang sekolah, gadis itu sudah duduk di kursi kayu yang tersedia. Gadis itu menatap Shera dengan antusias.

"Lo ga lupa cuci darah kan, Shera?"

Deg!

Shera yang maju selangkah mendekati gadis itu sontak menghentikan langkahnya. Dari mana gadis itu bisa tahu? Kenapa gadis itu mengetahui tentang ini?

"Kenapa? Kaget?" Gadis itu terkekeh ringan. Dia berdiri lalu mendekati Shera dan memeluknya. "Cepat sembuh Shera, gue gamau lo sakit perihal kehilangan satu ginjal untuk seseorang yang buat kehidupan lo berantakan."

Shera menatap gadis itu dengan mata yang berkaca-kaca. Dia tidak pernah membayangkan jika saat ini yang ada di hadapannya adalah sahabatnya sejak ia masih kecil, Kalea.

"Kalea, lo mau tukeran badan sama gue?" Shera memegang perutnya yang terasa lemas. Perempuan itu merosot ke tanah setelah merasakan pusing yang luar biasa.

"Mager!" balas Kalea ketus seraya memutar bola matanya malas. Dia menyandarkan tubuhnya pada kursi kayu dengan tangan merapikan rambutnya.

"Lo kuat banget, Sher. Dari SMP cuci darah mulu yang lo lakuin, gak capek hidup?" Kalea berdecak pelan.

Shera menatap perempuan itu dengan tatapan kesal. Rasanya ingin sekali dia menonjok muka Kalea yang mirip ikan kering itu. Sayang, tubuhnya tidak mumpuni untuk melakukan itu sekarang.

"Gue udah terbiasa cuci darah, malahan rasanya udah jadi makanan sehari-hari."

"Pala lo. Cuci darah dua kali aja efeknya bikin mau mati, lah lo, udah mau dua tahun!" tukas Kalea sewot. Sebenarnya, dia tak peduli Shera yang terus menerus cuci darah asal tetap bertahan dan tak akan meninggalkan nya, tapi ia tetap kasihan pada sahabatnya itu, merasakan efek dari cuci darah terus menerus.

Shera mendelik. "Jadi menurut lo, gue ga perlu cuci darah lagi gitu?"

Kalea menggangguk tanpa ragu. "Iya, kayaknya lo ga sakit lagi, udah dua tahun lo cuci darah mulu, gue yakin lo udah sembuh."

Mendengar itu, Shera pun tertawa. "Yang ada, gue langsung mati detik itu juga."

"Nggak juga," sanggah Kalea. "Tiga menit setelahnya, mungkin?" Shera refleks mencubit lengan Kalea hingga membuat sahabatnya itu mengaduh pelan.

"Pergi sana, lagian lo ngapain masuk di sekolah gue sih? Jangan bilang lo manjat pagar?" perintah Shera tegas sambil menarik tangan Kalea.

"Gue kangen sahabat gue, lah," ucap Kalea memberi tahu.

Shera menggaruk kepalanya yang tak gatal sama sekali. Memang benar mereka jarang ketemu setelah lulus SMP dan masuk SMA yang berbeda. Hal tersebut membuat mereka hanya bisa bertukar kabar melalui ponsel.

"Shera?"

Shera terperanjat kaget saat seseorang memanggil namanya dengan jarak yang begitu dekat. Dia membulatkan matanya saat melihat Viona yang sudah berdiri di belakangnya.

"Viona? Kok lo bisa tahu gue ada disini? Lo dukun ya?"

"Gue nyariin lo," balas Viona pelan. "Lo ngapain disini? Dan itu siapa?"

Pertanyaan itu membuat Shera cengengesan. Dia mendadak salah tingkah sendiri. "Dia Kalea, sahabat gue dari kecil," akunya jujur.

"Hai, gue Kalea," ucap Kalea kemudian menampilkan cengiran tengil miliknya itu.

Viona mengangguk-anggukkan kepalanya paham. Sebenarnya, perempuan itu telah melihat Kalea di kantin yang sedang menatap Shera diam-diam. Namun, dia tak mau memberi tahukan pada Shera.

"Gue pergi dulu, ya!"

Shera terkejut saat melihat sahabatnya itu memanjat pagar taman sekolah nya yang sedikit tinggi. Tanpa lama-lama lagi, Kalea pun berlari menghampiri cowok yang sudah duduk di motor menunggu dirinya.

 Tanpa lama-lama lagi, Kalea pun berlari menghampiri cowok yang sudah duduk di motor menunggu dirinya

Йой! Нажаль, це зображення не відповідає нашим правилам. Щоб продовжити публікацію, будь ласка, видаліть його або завантажте інше.
Infinity Lovein Of Shera [Telah Terbit]Where stories live. Discover now