Si Tsundere yang mencair.

17 4 0
                                    


Part 8


Si tsundere yang mencair_

Akhir-akhir ini ruang mekanik tak lagi sunyi. Ruangan yang sebelumnya sangat dihindari oleh beberapa operator dan staf karyawan, kini menjadi yang paling sering dikunjungi. Penghuni ruangan itu terutama Sagara sudah menjadi pria yang cukup hangat, tidak bersikap semenyeramkan seperti sebelumnya.

Sagara sendiri cukup terkejut ketika tahu bahwa Senja Prameswari kini bekerja di pabrik yang sama dengannya. Pria itu sempat meminta maaf setelah Senja datang ke ruangannya untuk meminta satu mesin pemotong bahan, yang lantas ia bentak tanpa melihat terlebih dahulu siapa orang tersebut.

Pria tsundere itu berhasil membuat Senja kebingungan lantaran kerap menghubunginya berkali-kali, Senja yang merasa terganggu kemudian menonaktifkan ponselnya sampai Saga menggerutu.

Akhirnya si tsundere itu kembali meminta maaf dan membeberkan identitasnya, bahwa dirinya adalah Sagara melalui chat via WhatsApp.

+6288xxxxxx
| Neng, ini Aa'

-atur rata kanan-
_Aa' siapa, ya?_

+6288xxxxxx
| Aa' Saga, masa' nggak kenal?


Pasti orang iseng, jangan ganggu aku!


Senja kembali mengabaikannya, hingga Saga menghubunginya untuk kesekian kali tetapi Senja tetap enggan menanggapi.

Keesokan harinya di pabrik, Sagara menemui Senja karena selain untuk meminta maaf telah mengganggu, ia juga menyatakan bahwa mendapatkan nomor telepon Senja dari Maya.

Senja melemparkan pandangan pada temannya yang hanya membalas dengan mengedikkan bahu.

Pria itu lantas tersenyum, berharap bahwa Senja tidak akan keberatan apabila ia menghubunginya sewaktu-waktu.

"Maafin Aa', ya? Please!" Sagara sedang membujuknya.

Senja merasa heran oleh sikapnya dan berusaha menjaga sikap agar pria itu tidak tersinggung.

"Neng Senja jangan marah, ya?" bujuknya lagi.

Senja lantas mengangguk. "Tapi, jangan chat yang macam-macam, ya? Nanti aku bilangin sama Abah," tukas Senja hingga disusul oleh senyuman lebar dari Saga.

"Haha ... bilangin ke Abah kalau Aa' suka sama neng Senja gitu," celetuknya.

"Idih ... apaan sih?" Senja mengernyit kemudian berpaling dan duduk di kursi menghadap komputer untuk menyiapkan data waktu lemburan bagi karyawan lainnya di Cutting.

Pria itu pun pergi bukan karena merasa diabaikan, tapi ia cukup tahu diri bahwa ini sudah waktunya jam kerja. Diam-diam Senja mulai mengukir senyuman, memandangi langkah seorang Sagara hingga hanya punggungnya yang terlihat tenggelam di antara kesibukan orang-orang.

Sagara kini tidak lagi berdiam diri di dalam ruangan selama jam bekerja. Ia menjadi lebih aktif, sering berkeliling mengunjungi Cutting A, B dan C guna menanyakan perihal mesin yang rusak. Selain itu ia kerap mencuri kesempatan untuk mendekati Senja di sela kesibukannya bekerja.

Senja sering menjadi canggung lantaran si tsundere itu selalu menghampirinya, beberapa pasang mata sering tertuju padanya setelah Sagara menemui perempuan itu.

Supervisior yang lain juga kerap menghampiri Senja dan bertanya beberapa hal yang mereka ingin ketahui tentang Sagara padanya.

"Senja, kok kamu bisa sih dekat sama pak Saga?" tanya supervisior sewing yang kerap dipanggil mami Rodiah.

"Iya, kamu udah kenal lama, ya, sama pak Saga?" Yang lainnya juga ikut bertanya.

Senja lantas menghela napas sambil menyiapkan hasil print out data barusan. "Kita sudah kenal sejak lama, sejak jaman sekolah malah," ujarnya yang kemudian berdiri untuk memberikan hasil print out data tersebut.

"Widih, berarti kalian pernah jadian, ya?" celetuk mami Rodiah, Senja pun terdiam tak berniat meladeni.

"Hei! Kalian malah ngumpul di sini, hayuu buruan kejar target!" Pak Yono berteriak dan melangkah dari ujung meja cutting no 8 sampai ke tempat admin.

"Kalian sedang ngapain di sini? Udah sana kerja, kerja, kerja ...." disusul seruan dari Maya yang kini mengusir supervisior sewing dan yang lainnya agar tidak mengganggu pekerjaan Senja.

Pucuk dicinta ulam pun tiba, yang dibicarakan akhirnya datang jua. Sagara dengan percaya diri menghampiri Senja untuk mengajaknya makan siang bersama.

"Neng Senja, nanti istirahat kita makan bareng, yuk!" ajaknya.

"Ekhem ...."

"Ciieee ...."

Senja lantas menoleh ke sana ke mari, tetapi tidak halnya dengan Saga. Pria itu seakan tidak peduli oleh ledekan mereka.

"Nanti Aa' samperin ke sini, ya," ucap Saga yang tengah menunggu jawaban.

"Udah bilang aja, iya," tukas Maya membuat Senja sontak mengangguk.

Sagara pun mengulum bibir seraya mengangguk kemudian berlalu meninggalkan Senja yang langsung dicecar kembali oleh beberapa pertanyaan lain dari beberapa staf temannya.

Mereka merasa heran, ada hubungan apa antara Senja dan Saga di masa lalu, karena selama ini pria itu terlalu cuek dan dingin. Sehingga tidak ada satu wanita pun yang berani mendekatinya. Padahal di pabrik itu banyak yang kepincut oleh Sagara, selain karena jabatan dan keuletannya dalam bekerja. Wanita-wanita itu juga menyayangkan lantaran Sagara berwajah tampan dan sulit didapatkan.

Jam istirahat pun tiba, Sagara menepati ucapannya untuk mengajak Senja makan siang bersama. Wanita itu memenuhi ajakan Saga, makan siang dengan menu sederhana ala warteg yang berada di sekitar pabrik mereka.

Saga dan Senja memang semakin akrab. Entah dimulai dari mana, keduanya tak tahu pasti. Ketika dua orang sering menghabiskan waktu bersama untuk makan ataupun membicarakan beberapa hal, memang ada kemungkinan mereka akan bisa lebih dekat.

Meski bukan pertama kalinya bagi Saga dan Senja makan bersama, tetapi tak jarang terdengar seruan yang meledek bahwa keduanya kini tengah berpacaran. Beberapa dari mereka juga ada yang mengingatkan pada Senja bahwa mungkin saja Sagara mendekatinya karena ada maksud tertentu.

Yang namanya orang memang kerap seperti itu, banyak macamnya hingga membuat goyah pendirian.

Sambil menikmati beberapa hisapan tembakau, Saga dan Senja masih duduk nyaman di warteg ditemani dua es teh botol. Sebelum mereka kembali untuk melanjutkan aktivitas bekerja.

"Neng Senja hari ini lembur nggak?" tanya Saga yang sesekali meniupkan asap rokok itu ke udara.

"Nggak, sebenarnya suka disuruh lembur, tapi nanti Abah nanyain. Katanya kalau bisa nolak, jangan mau lembur," pungkas Senja.

Saga pun mengangguk. "Iya, jangan lembur nanti ada yang godain," ujarnya.

Senja kian menoleh menatapnya. "Jangan lembur pokoknya!" tukas Saga sembari meniupkan asap rokonya tepat di hadapan wajah manis si Senja.

"Ihh, jorok, sebel dah!" Senja sontak berpaling kemudian mendorong bahu Sagara.

"Bau rokok!" pungkas Senja yang kemudian berlalu, tetapi Saga bergegas menariknya sampai Senja berbalik ke arahnya dan masuk ke dalam dekapannya.

Keduanya saling terpaku. Manik Sagara kian sendu, menatap wajah manis Senja yang begitu dekat dengannya. Perlahan ia pun merabanya hendak menyentuh bibirnya, tetapi sayang bel tanda istirahat telah usai bergema hingga mampu menjauhkan Senja darinya. Wanita itu bergegas pergi tanpa menoleh kembali.

"Neng Senja!" serunya, tetapi Senja mengabaikan panggilan itu.

Semenjak hal itu membuat keduanya menjadi canggung.

Terhitung hampir satu tahun Senja bekerja, banyak hal menarik yang sudah ia lewati. Pahit dan getirnya juga tetap sama, dunia kerja tidak selalu menyenangkan bahkan jika harus diceritakan maka akan banyak sedihnya dibandingkan dengan senangnya.

Produksi pabrik sedang banyak-banyaknya, membuat kerjaan bertambah dan sering lembur. Pekerjaan yang padat ditambah semangat para buruh yang meningkat, membuat produksi berjalan dengan lancar. Sebagai bentuk apresiasi pada karyawannya, pihak pabrik pun mengajak seluruh anggota staf untuk pergi piknik. Biasanya kegiatan itu disebut _family gathering_.

Lantas hal itu membuat Senja dilema, antara harus ikut atau menolak karena mengingat ia hanya seorang single mom. Ya, kadang-kadang Senja memang merasa minder oleh statusnya saat ini. Apalagi bila harus mendengar beberapa celotehan yang tak segan menyudutkannya pada pelecehan, lantaran status janda anak 1. Hal itu kerap dijadikan guyonan oleh beberapa pria di pabrik.

Jika Senja tidak menutup telinga, mungkim saja ia sudah memutuskan resign karena tidak kuat mental menghadapi lelucon itu.

Senja selalu berpegang teguh pada prinsipnya, bahwa ia ingin membahagiakan keluarga dan menjadi wanita mandiri tanpa mempedulikan ocehan orang di belakangnya.

Di sela meeting sebelum bekerja, Saga mendekat pada Senja hingga membisikkan pertanyaan apakah dia mau ikut atau tidak ke acara family gathering. Senja pun tak menyahutnya karena memang masih sedang mempertimbangkan.

Padahal acaranya akan diadakan hari Sabtu, itu berati besok dan sampai saat ini ia belum juga memberikan kepastian pada Saga, Maya dan pak Yono selaku pimpinan di tempat bagiannya bekerja.

Sambil berpikir dan bekerja, otak Senja serasa mau pecah saja. Belum lagi ia harus menerima keluhan masalah beberapa mesin yang rusak, jika ingin diganti ia harus membuat lampiran laporan serta meminta tanda tangan persetujuan pada Saga selaku supervisior mekanik.

Wanita itu jarang sekali membuang waktu dan bergegas masuk ke ruang mekanik, seperti biasa di dalam sana adalah tempat berkumpulnya pria-pria tampan, karismatik dengan segudang pesona. Berbeda dengan pria-pria yang ada di bagian lain.

"Ada apa?" Salah satu pria di sana menyambut Senja dengan membawa obeng.

"Biasa." Senja pun berlalu dari hadapannya.

"Pak Saga, udah jangan pura-pura, ada si neng Senja tuh," seru salah satu laki-laki di sana.

Mereka pun membuat kegaduhan ketika Saga dan Senja berinteraksi.

Saga meraih lampiran kertas yang dibawa oleh Senja, sambil duduk manis ia pun membacanya secara seksama dan sesekali memandang pada Senja yang setia berdiri di seberang meja kerjanya.

"Lain kali, jangan mau saja kalau disuruh ngambil mesin baru," celetuk Saga seraya memberi saran.

Ia pun beranjak dari duduknya untuk mendekat ke samping Senja. "Nanti suruh saja orang yang merusak mesin untuk langsung ke mari, biar Aa' omelin sekalian," cetusnya.

"Udahlah, ini mau dikasih nggak?" ucap Senja tampak malas menanggapi ocehan Saga.

"Buat neng Senja apa sih yang nggak?" seloroh salah satu pria di sana, sampai Saga dan Senja menoleh ke arahnya.

"Nanti dibawain sama mereka," ujar Saga dengan menatap wajah Senja.

"Oh, ya udah kalau gitu, makasih." Senja hendak melangkah pergi.

"Tunggu, dong!" Saga mencekal pergelangan tangannya.

"Apa?"

"Ngobrol dulu sebentar," pungkas Saga, "Neng, besok jadi mau ikut nggak?" sambungnya.

"Belum tahu," tutur Senja.

"Pikniknya deket kok, ke tempat pemandian air panas doang," ujar Saga.

"Iya aku tahu, tapi aku nggak tahu mau ikut atau nggak," ujar Senja.

"Harus ikut dong," bujuk Saga.

Senja pun berdecak. "Ck! Nggak tahu atuh A', orang-orang bawa keluarga, masa aku nggak?" sahutnya terdengar malas.

"Kita bisa bawa Aradhana," celetuk Saga sampai Senja menoleh seketika.

"Besok pagi Aa' jemput, ya?" pungkas Saga.

Si tsundere itu lantas menyuruh anak buahnya untuk segera mengantarkan mesin yang Senja ajukan.

Senja terdiam sesaat memandangi Sagara yang tampak tenang, kemudian beranjak pergi dari ruangannya.

Tidak ada yang bisa mencegah Saga, sekalipun Senja sudah melarangnya untuk tidak menjemputnya. Bahkan si tsundere itu meminta izin pada abah dan umi serta pada Shailendra untuk membawa Aradhana pergi piknik bersamanya.

Sagara memang sedang berusaha keras untuk mendapatkan hati Senja.

Di ruang tamu rumahnya Senja, abah dan umi serta Shailendra tengah berkumpul bersama.

"Kalau Abah sih terserah neng Senja saja," ujar Abah.

"Yaudah kalau mau pergi piknik hati-hati, tapi Aa' nggak akan ngizinin kalau kalian bawa Aradhana. Udah kalian berdua saja yang pergi, si Aa' biarkan di sini," ujar Shailendra.

"Tapi A', nanti neng Senja nggak bakalan ikut kalau si Aa' nggak ikut," ujar Saga terlihat ragu.

Abah dan Shailendra pun saling memandang.

"Neng Senja akan ikut, iya kan, Neng?" Abah pun menoleh padanya.

Senja kemudian mengangguk meskipun ada sedikit rasa ragu di hatinya.

Sagara tengah berbangga hati, lantaran Senja dapat ikut bersamanya ke acara _family gathering_.

Senja bersama Sagara mengendarai mobil pribadi, begitupun dengan yang lain. Mereka ada yang mengendarai motor dan kebanyakan ikut bersama rombongan dengan mobil travel.

Sesampainya di sana, seperti biasa Saga dan Senja tak luput menjadi pusat perhatian. Apalagi kini keduanya memakai pakaian yang senanda, karena memang itu sudah peraturannya. Memang cukup menyenangkan. Disuguhkan pemandangan sejuk nan asri pepohonan di sekitar pegunungan, mereka saling menyapa dan mengenalkan keluarga masing-masing. Berbeda halnya dengan Senja dan Saga, rasanya baru kali ini Senja menjadi tidak percaya diri. Mendadak insecure seakan hanya dia seorang yang berstatus sebagai janda, padahal ada begitu banyak janda lainnya juga di acara itu.

Sudah beberapa saat akhirnya Senja bisa bertahan juga berada di acara tersebut. Serangkaian acara pun sudah terlewati, mulai dari makan bersama, perkenalan dan game hingga berbagi hadiah.

Untung saja acara itu tidak diwajibkan untuk _camping_ sampai menginap. Jika demikian, Senja akan semakin merasa kesepian.

Senja pun menyepi menjauh dari beberapa keluarga yang tampak tengah berbahagia. Ada sedikit rasa iri yang terbesit dalam hati, ketika memandangi anak-anak dan kedua orang tuanya saling berbagi dan tertawa bersama.

"Astagfirullah." Senja pun berpaling seraya mengusap wajah.

Tak seharusnya ia berpikiran demikian, hanya karena ia kesepian lantas membenci kebahahiaan orang lain.

Sagara menghampirinya dan tertegun di hadapan memandangi Senja Prameswari.

"Aku boleh pulang duluan nggak, sih?" Senja bertanya pada Saga.

"Memangnya mau pulang?" Saga pun duduk di sampingnya.

"Aku nggak bisa berada lama-lama di sini," ucap Senja.

"Kenapa? Nggak kuat?" celetuk Saga, pria itu pun menatap intens. "Nikmatin aja sih, bukannya tempatnya bagus? Indah, mirip neng Senja," ujar Saga yang akhir-akhir ini kerap bicara menyamai kelakuan anak senja.

"Alaaah ...." Senja pun memilih beranjak untuk menjauh darinya.

Pria itu melempar senyuman, kemudian mengikutinya dari belakang. Senja menoleh sesaat dan kembali menyambung langkahnya. Sagara kini menggandeng tangan Senja. "Ayo, kita pulang!" serunya.

Saga tidak berbohong dan bersedia membawa Senja keluar dari acara itu, tetapi pria itu tidak membawa Senja pulang ke rumah secepatnya melainkan mengajak Senja ke sebuah tempat dengan pemandangan yang tak kalah indah dari sebelumnya.

Senja mengernyit tengah memikirkan hal ambigu yang mungkin saja bisa dilakukan oleh Sagara terhadapnya. Apalagi pria itu kini mengukir senyuman setelah memarkirkan mobilnya.

Saga melepas seat belt-nya juga milik Senja, hingga manatapnya beberapa detik.

"Nggak apa-apa 'kan, kita singgah dulu di sini? Pemandangannya indah," ucapnya.

Senja melirik pemandangan di sekitarnya, membenarkan ucapan Sagara barusan.

Saga mulai turun secara perlahan, langkahnya berhenti tepat di hadapan mobilnya lalu menoleh pada Senja yang masih duduk di dalam mobil. Senja paham bahwa pria itu memintanya untuk turun.

Senja kini berdiri di samping Saga dengan memandangi hamparan hijau, kebun teh, cemara serta rumput dan bunga liar yang meski tidak tertata, tetapi mempunyai daya tarik tersendiri sehingga cukup nyaman dipandang.

Udara pegunungan memang semenyenangkan itu, selain menyejukan juga mampu membawa beberapa kenangan.
Lagi-lagi Senja harus membiarkan sebuah kenangan mengganggu pikirannya, tentang Arjuna. Pria itu memang tidak akan pernah habis termakan waktu dalam benaknya, meski kini hanya tinggal kenangan yang tersisa.

Senja pun memejamkan mata, berharap agar kenangan tentang Arjuna sirna bersama angin yang membawanya terbang berembus ke udara.

Di sisinya kini ada Sagara yang tengah menahan diri memandangi Senja yang mampu membuatnya bergetar, memberinya rasa sesak menjadi dahaga yang melanda.

Sagara ingin menjadikan Senja miliknya, agar ia bisa sepenuhnya tenggelam mereguk dahaga hingga menyejukan jiwa.

Perlahan ia pun merangkul tengkuk leher Senja hingga si empunya menatap. "Neng Senja," lirihnya.

Si tsundere seakan mencair bersama suasana, membaur memberi rasa yang sudah lama Senja lupakan.

Senja hanya bungkam seolah tenggelam dalam lirihnya ucapan Sagara. "Aku suka sama kamu," tukasnya.

Saat ini bukan hanya Saga yang bergetar, pernyataan itu juga mampu membuat hati Senja berdetak lebih cepat dari biasanya.

"Aku sayang sama kamu, aku cinta sama neng Senja!" ujar Saga menuturkan perasaannya saat ini pada Senja.

Keduanya tampak terengah, keduanya tengah menahan debaran yang sama hanya saja Senja masih enggan mengakui bahwa perasaannya pada Saga juga nyata adanya. Senja menepisnya berkali-kali, bahwa ia tidak mungkin jatuh cinta pada Sagara, meskipun kedua tangannya saling berpegang erat. Saling meremat seakan menyatakan suatu getaran yang sama.

Senja memundurkan langkah sampai Saga meraih kedua tangannya dan mentautkan kesepuluh jemarinya, membawa Senja ke dalam dekapan.

"Neng Senja mau nggak jadi pacar aku?" ucap Saga yang kini mengerjapkan mata, ia lupa bahwa usianya tak lagi remaja. "Kita nikah?" tuturnya.

Senja merasa sesak, jantungnya seakan berhenti bersetak. Tawaran Sagara membuatnya hampir gila, menggiurkan begitu memabukan.


Pesonanya pak Saga bikin waspada.

Pesonanya pak Saga bikin waspada

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sagara Senja🌸Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang