Part 9.

6 3 0
                                    



Part 9

Jatuh cinta memang berjuta rasanya, sedikit rasa sakit dan banyak gembiranya. Namun, tidak dengan Senja Prameswari.

Perempuan itu sedang melamun di kamarnya, malam hari tidak begitu menyenangkan ketika teringat Sagara yang menciumnya tadi sore.

Baginya, menatap Sagara adalah suatu kesalahan. Merasa nyaman dan tenggelam di dalam dekapannya juga demikian. Senja tidak pernah menyangka bahwa pria itu bisa menciumnya secara tiba-tiba, meski Senja memberontak tetap saja Sagara tak menghiraukan dan berhasil menuntaskan aksinya.

Senja sampai terengah ketika terlepas dari pagutan bibirnya, merasa dilecehkan akhirnya menamparnya dan bergegas pergi. Namun sayang, langkahnya terhenti karena Saga berhasil menariknya kembali dan berakhir dengan pulang bersama.

Saat ini saja Senja sedang mengabaikan panggilan telepon dari Saga, entah sudah keberapa kali ponselnya berdering dan Senja sama sekali tidak ingin menggubrisnya.

***

Sagara tengah gelisah, setelah mengantarkan Senja pulang ke rumah, ia berdiam diri di dalam kamar dengan memandangi layar ponsel yang sedari tadi menyambungkan telepon tetapi tidak mendapatkan jawaban.

Ia mengumpat hendak melemparkan ponselnya, tetapi tidak jadi.

" Aargh!" Saga mengacak rambutnya merasa frustasi.

Memegangi bibirnya mengingat kembali perbuatannya pada Senja tadi sore. Seharusnya ia lebih bisa menahan diri untuk tidak bertindak ceroboh dengan berani mencium wanita itu.

***

Senja bangun pagi-pagi sekali, meraih ponselnya dan mematikan alarm. Misscall dan message menumpuk di notifikasi ponselnya, waat dibuka dan dibaca itu adalah panggilan telepon dan puluhan pesan dari Sagara.

Mengingat kembali kejadian kemarin sore, Senja memilih untuk mengabaikannya dan bergegas menyiapkan diri untuk pergi bekerja.

Hari ini sepertinya akan menjadi hari yang cukup berat bagi Senja. Bagaimana tidak? Selain pekerjaan yang menumpuk, ia harus pandai-pandai menyembunyikan rasa kesalnya pada Sagara. Sepertinya memang sulit menghindar, meskipun kerap menolak apabila dimintai tugas untuk pergi ke ruangan mekanik.

Sagara sendiri selalu menghampirinya, belum lagi kali ini ia ingin meminta maaf pada Senja dan berjanji untuk tidak mengulanginya lagi. Pria itu, kalau sudah merasa nyaman pada satu orang, maka akan semaksimal mungkin untuk membujuk orang tersebut agar selalu di sisinya.

Ada perasaan sulit diutarakan yang kini dirasakan oleh Senja, ia sama sekali tidak bisa menolak ataupun bertindak tegas pada Sagara yang kini berdiri di hadapan mata. Niat hati ingin mengusirnya pergi, tetapi malah memilih bungkam dan menjadi kesal sendiri. Senja duduk menghadap komputer untuk mulai mengetik beberapa tugasnya, tetapi Sagara masih merengek dengan berjongkok di samping kursi Senja.

"Neng, maafin Aa', ya. Aa' janji nggak akan lagi-lagi, deh!" ucapnya dengan memohon, sehingga menimbulkan keheranan bagi orang-orang yang melewati tempat administrasi.

"Neng Senja, jawab dong," tuturnya dengan penuh penyesalan.

"Udah awas, ah, aku mau kerja," tukas Senja tanpa menatap wajah Sagara.

"Neng Senja marah, ya?" Sagara kembali membujuknya.

"Udah awas," pinta Senja dengan tegas.

Maya dan pak Yono menghampiri tempat admin, mereka juga heran lantaran Sagara kerap bersikap seperti anak kecil.

"Iih, ini ada apa sih? Kenapa pak Saga malah di sini terus?" seru Maya memberi sindiran.

"Pak Saga, dipanggil ke ruang mekanik." Salah satu staf cutting berseru memanggilnya.

"Udah sana," titah Senja yang kini dapat menangkap raut wajah Sagara, lelaki itu tampak cemberut dengan tatapan nanar.

"Yah, neng Senja harus tanggung jawab, tuh." Pak Yono berseru meledeknya.

Sagara yang tak kunjung mendapat jawaban atas permintaan maafnya akhirnya memilih beranjak dan pergi meninggalkan Senja.

Senja kini dapat bernapas dengan lega tanpa harus terbebani oleh rengekan Sagara.

"Wah-wah ... ada apa nih?" Maya menepuk pundak Senja dan memintanya untuk sedikit menceritakan kejadian yang sebenarnya.

"Nggak ada apa-apa!" tukas Senja yang kemudian berpaling.

"Makanya Senja, kalau pak Saga kepengen tuh kasih aja, 'kan jadinya berantem," celetuk pak Yono dengan guyonannya.

"Ihh, bapak apaan sih?" Senja yang merasa malah menyahutnya.

"Jangan takut, Neng, pak Saga nggak akan kemana-mana," celetuknya lagi, membuat Senja enggan meladeni ocehan atasannya itu.

Senja mendapat keluhan dari beberapa staf, terutama dari anak-anak mekanik. Mereka mengeluhkan bahwa hari ini Sagara kembali berulah, mulai mencaci maki beberapa orang yang datang untuk memperbaiki mesin ataupun meminta ganti dengan mesin yang baru. Itu semua dikarenakan oleh suasana hati Sagara yang kian memanas terhadap Senja.

Hari itu juga Saga kerap kesal lantaran melihat Senja sedang berinteraksi dengan Mr. bagian finishing yang sedang menanyakan beberapa hal tentang produksi cutting.

Senja tampak berseri-seri menjawab beberapa pertanyaan yang notabennya lebih banyak menggunakan bahasa Korea. Ditambah lagi paras Mr. itu cukup menarik, berusia kurang dari 30 tahun seumuran dengan Senja, berkulit putih layaknya orang Korea pada umumnya, membuat Saga semakin dibakar cemburu.

Waktu makan siang tiba, Saga bergegas mengajak Senja dan tak peduli meski Senja memberinya penolakan. Si tsundere itu memang tak ingin menyerah meskipun api cemburu terus merambat membakar hatinya.

Senja tidak ingin peduli, tetap mengabaikan Saga di sampingnya. Sementara pria itu kalap menghabiskan makanan di piringnya, sekadar untuk mengalihkan suasana hati yang tak bertepi.

Di tempat kerja ataupun di luar, Sagara seakan tidak memberi ruang pada Senja. Mantan playboy cap granat itu memutuskan ikut ke rumah Senja di saat pulang bekerja. Tepat jam 5 sore, saat Senja sampai di rumahnya. Sagara bergegas turun dari dalam mobil hingga mengikuti Senja ke dalam rumahnya.

"Neng Senja." Ia mencekal pergelangan tangannya.

"A' Saga, apaan sih?" Senja membentaknya seketika sampai Saga terpaku di hadapannya, dengan perlahan Senja menepis tangan Saga darinya.

"Kenapa malah ngikutin sampe ke mari? Memangnya di pabrik belum cukup, ya? Mengganggu tahu!" cecar Senja tanpa mempedulikan perasaan Saga dan berlalu darinya.

"Neng Senja, kok gitu?" Saga masih tertegun memandangi ke mana arah Senja pergi. "Aku mau minta maaf, tapi malah diam saja. Jahat banget sih?" ujar Saga.

Senja terdiam, menghela napasnya secara perlahan. "Bukannya situ sendiri, ya, yang jahat? Udah berani cium-cium," ujarnya dengan ketus.

Sagara lantas tercengang, menundukkan wajah menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal. Rasa malu sekaligus bahagia tak dapat ia sembunyikan.

"Nggak sopan tahu!" Senja kembali berucap dengan ketus, membuat Sagara mengulum bibir sampai terpaku menghadirkan raut merah di wajahnya.

"Sekarang ngapain ke sini? Udah, mending A' Saga pulang deh, aku mau mandi!" tukas Senja dengan melipat kedua tangannya di depan dada, memandangi Sagara.

Pria itu mulai menatapanya. "Mau minta maaf," pungkasnya dengan lembut.

Senja berpaling sesaat dan kembali memandangnya. "Iya udah, aku maafin! Udah ya, puas?" ucapnya.

"Beneran, Neng?" Saga tampak sumringah.

Senja mengangguk di hadapannya menunjukan raut wajah yang lelah.

"Makasih ya, Neng!" Sagara kian mendekat.

"Eh ... mau ngapain?" Senja sontak menahan tepat pada dada bidangnya.

"Mau peluk?" ucap Saga dengan polosnya terlihat seperti anak kecil.

"Nggak." Senja menggelang kemudian menghindar. "Udah, ah pulang sana, emangnya nggak capek apa seharian kerja?" tuturnya.

Saga menggeleng. "Nggak, Aa' malah senang karena bisa ketemu neng Senja tiap hari di pabrik," ujarnya kemudian kembali melangkah untuk dapat mendekat pada Senja.

Senja bergegas kembali menjauhinya. "Cepat pulang, mumpung belum malam!" titahnya.

Saga kian terpaku, terdiam menatapi wanita yang seakan menguji kesabarannya itu. Namun, ia sama sekali tidak bisa marah ataupun memaksanya, bahkan ketika berniat untuk melupakannya saja ia selalu gagal marena semesta selalu menunjukan banyak hal yang akhirnya dapat membawanya kembali teringat pada Senja Prameswari.

"Buruan ih, aku mau mandi, gerah!" Senja kembali meminta Saga untuk pergi dari rumahnya, tetapi pria itu masih saja berdiam diri.

"Neng Senja, udah makan belum?" Seru umi Rasti dengan membawakan satu piring nasi.

"Belum, Umi ... ini baru mau mandi," sahut Senja.

Umi Rasti tercengang karena melihat Saga di dalam rumah Senja.

"Umi." Saga pun bergegas menyalaminya dengan sopan.

"Kirain Umi nggak ada tamu," ucap umi Rasti.

"A' Saga, bentar lagi mau pulang kok, Umi. Ini aja mau pulang, iya, 'kan?" ujar Senja sampai menoleh pada Saga, tetapi pria itu menggeleng menampakkan raut wajahnya yang datar.

"Emangnya udah lama A' di sini?" tanya Umi pada Saga.

"Barusan saja, Umi," sahut Saga.

"Oh, kalau begitu mending pulangnya nanti saja, tanggung sebentar lagi juga maghrib mending makan saja dulu bareng si neng, ya?" Umi Rasti memberi usul serta menawari Sagara untuk makan malam bersama.

Sagara memberi anggukkan untuk menerima tawaran itu, sementara Senja menjadi ternganga.

"Yaudah, Umi bawain nasi lagi, tunggu ya," ucap Umi yang kemudian pergi dari rumah Senja.

Saga dapat tersenyum lega, kemudian meraup mulut Senja dengan jemarinya sampai wanita itu mengatupkan bibir.

"Untung, Umi baik," celoteh Saga sampai mengembangkan senyuman.

Akhirnya Saga makan malam bersama Senja ditemani umi Rasti. Mereka kini mengobrolkan banyak hal, mulai dari pekerjaan sampai lingkungan di kampung Sagara.

"Abah ke mana, Umi?" tanya Senja.

"Abah sedang pergi sama A' Sigit," sahut Umi.

"Pergi ke mana jam segini?" Senja kembali bertanya.

"Rahasia," tukas Umi seraya menjawab.

"Idiih main rahasiaan segala," protes Senja sampai Umi tertawa menutup mulutnya.

"Nambah lagi A' makannya," seru Umi pada Saga.

"Eh, iya, Umi." Saga menyahutnya dengan malu-malu.

Seusai makan Senja kembali menyuruh Saga agar cepat pulang, tetapi pria itu masih bungkam seolah tidak ingin menghiraukan pemilik rumah. Tidak lama kemudian, Teh Herlina datang ke rumah Senja bersama Aradhana.

"Assalamualaikum ..." serunya.

"Walaikumsalam." Senja, Saga dan Umi serentak menjawab.

"Aa'!" seru Senja dengan merentangkan kedua tangannya menyambut Aradhana.

Ibu dan anak itu kini berpelukan, Aradhana menoleh pada Saga yang kini tampak tertegun dengan tatapan intens.

"Aa' salam dulu,Nak, sama om Saga," pinta Senja pada Aradhana.

Sagara sontak melirik pada Senja karena tidak nyaman oleh sebutan 'Om'.

"Halo ...." Saga menyapanya, anak itu mendekat untuk sun tangan.

"Waduh, jagoannya siapa sih ini?" celotehnya.

Aradhana tersipu malu kemudian bergegas menghampiri teh Herlina.

"Yaudah, kita bobo, yuk!" seru teh Herlina.

"Aa' mending bobonya di sini sayang, temani Mama?" seru Senja pada anaknya, tetapi anak itu hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya secara perlahan berlari menuju ke pintu ke luar.

Umi dan teh Herlina kini pulang ke rumahnya masing-masing.

Senja tampak bersedih, entah berapa lama dan sampai kapan ia harus hidup seorang diri di dalam rumahnya. Ia menoleh dan mendapati Sagara yang tengah tertegun menatapnya.

"Apa? Kenapa malah diam saja? A' Saga nggak mau pulang? Ini udah jam delapan loh."

Sagara berpaling seraya menghela napasnya secara perlahan. "Aa' pengen ngerokok dulu, ya? Boleh, ya, satu batang saja?" tawarnya.

"Kalau mau ngerokok di luar, aku mau mandi," ujar Senja membuat Sagara termangu. "Loh kok malah diam?" Senja menjadi heran.

"Oh, ya udah neng Senja mandi aja sana," titah Saga.

"Nggak, ah," tolak Senja dengan kesal.

"Kenapa?"

"Takut diintip!" tandas Senja.

"Idih, kepedean!" Saga menyanggahnya kemudian berpaling membelakangi Senja.

Perlahan Senja memilih meninggalkannya dan bergegas pergi ke kamar mandi, Sagara yang menoleh kini tanpa Senja di belakangnya.

Saga duduk di kursi luar menunggu Senja yang sedang mandi.

Setelah usai membersihkan diri, Senja keluar dari rumah. Sebelumnya ia pikir bahwa Saga sudah pulang, nyatanya pria itu masih setia menunggunya sampai Saga terpaku melihat penampilan Senja yang kini mengenakan daster.

Bukannya terlihat lusuh dan kumel, Senja justru terlihat tampak sensual hingga membuat Saga cukup kewalahan untuk mengatur dirinya.

"Kirain aku A' Saga udah pulang," ucap Senja.

"Ah, ini mau pulang kok," sahut Saga dengan terbata-bata.

Saga kembali memandangnya dari atas sampai bawah.

"A' Saga?" Senja membuyarkan fokusnya.

"Iy-iya, ak-aku pulang, ya?" serunya.

Senja mengangguk. "Hati-hati," ucapnya.

Saga tertegun kembali.

"Ada apa, ya?" Senja kembali heran dan menoleh ke sana ke mari, kemudiam memundurkan langkahnya secara perlahan.

Sagara paham, bahwa Senja pasti memikirkan hal buruk tentangnya.

"Assalamualaikum," ucap Saga membuat Senja terkesiap.

"Walaikumsalam," sahutnya.

Sagara kian tersenyum dan melambaikan tangan kemudian melangkah sampai masuk ke dalam mobil lalu pergi meninggalkan pekarangan rumah Senja.

Sagara Senja🌸Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang